Sudah berkali-kali Khansa mencoba menghubungi Khalil, tapi selalu saja suara operator yang terdengar. Nomornya tidak aktif. Jangan tanya berapa banyak panggilan dan pesan yang Khansa kirim. Tak ayal membuatnya merasa khawatir. Sejak tadi malam dia tidak bisa menghubungi Khalil.
Khansa mencoba sekali lagi. "Kamu dimana sih, Khalil?" gumamnya resah. Tetap tidak ada jawaban.
Gadis yang masih mengenakan piyama tidur itu berkacak pinggang di depan jendela kamarnya. Mama dan Papanya sudah berpesan agar dia istirahat di rumah. Tapi Khansa malah berpikiran untuk ke rumah Khalil sekarang. Khansa melempar ponselnya sembarang ke tempat tidur, lalu berlari-lari kecil ke dapur.
"Bik!" panggilya begitu tiba di ambang pintu dapur. Wanita paruh baya yang tengah mencuci piring itu menoleh.
"Ada apa Non Khansa?"
"Bibi buatin Khansa lontong sayur dong!"
"Lontong sayur, Non?" Khansa mengangguk semangat. "Bibi mau belanja dulu kalau gitu, Non."
"Yaah, nggak bisa sekarang, Bik?"
"Nngak bisa, Non. Emang buat apa, Non? Bukannya Non Khansa sukanya lontong pecal?"
"Aku mau ke rumah teman, Bik. Mau bawa makanan."
"Beli di depan komplek aja gimana, Non? Lontong sayurnya lumayan enak."
"Oke deh. Kalau gitu Bibi beliin Khansa lontongnya terus dimasukin ke wadah, ya. Khansa mau mandi dulu."
"Siap, Non!"
Setelah memberikan uang pada asisten rumah tangganya, Khansa segera kembali ke kamarnya. Untungnya Papa, Mama dan Fathan sedang tidak ada di rumah. Jadi Khansa bisa pergi sebentar tanpa diketahui mereka.
Setengah jam kemudian Khansa kembali ke dapur. Tidak dengan piyama lagi, sebuah gamis berwarna ungu muda dipadukan kerudung hitam. "Udah siap, Bi?" tanyanya begitu masuk ke dapur.
"Sudah, Non. Itu di atas meja."
"Makasih, Bi. Aku--"
"Non Khansa." Khansa menghentikan langkahnya. "Non Khansa bukannya dilarang sama Bu Ziefa buat keluar? Kan baru sembuh, Non."
"Aku tahu," desah Khansa pelan. Paper bag berisi tempat makan di tangannya dia pegang erat. "Bibi jangan bilang ke Mama. Aku cuma sebentar, kok."
"Tapi Non--"
"Pliss." Matanya mengedip-ngedip. "Aku janji cuma satu jam. Plis bantuin aku ya, Bi."
Wanita paruh baya itu mengalah. Dia mengangguk pelan. Sebelum pergi, Khansa menyempatkan melemparkan ciuman di udara dan melompat-lompat riang ke luar rumah. "Makasih bi," serunya dari ruang tengah.
Grab pesanan Khansa sudah datang. Dia sengaja memesan grab karena sudah tahu tidak ada supir di rumahnya. Hanya membutuhkan waktu setengah jam Khansa sampai di rumah Khalil. Dia menatap rumah bercat putih gading di balik pagar hitam itu.
Karena sepertinya tidak ada satpam yang menjaga rumah ini, Khansa segera masuk. Toh, pagarnya juga tidak dikunci. "Assalamu'alaikum," ucapnya mengetuk pintu. Tidak ada sahutan. Padahal Khansa yakun sekali ada orang di dalam.
"Assalamu'alaikum." Dia memberi salam lagi.
"Wa'alaikumussalam. Sebentar!" Khansa menunggu dengan sabar pintu di hadapannya terbuka.
"Siapa-- Khansa?" Indah nampak terkejut dengan kedatangannya. "Ayo masuk! Tante pikir siapa tadi yang datang."
"Iya, Tante," cengirnya.
"Duduk dulu, Khansa! Tante buatkan minum."
"Nggak usah, Tante. Aku cuma mau--"
"Ketemu Khalil?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Khalil dan Khansa
Teen FictionStart : 29 September 2019 Republish : 29 September 2021 Muhammad Khalil Yusuf telah kehilangan harapan hidupnya setelah kepergian Bunda. Ditambah lagi setelah Ayahnya memutuskan menikah lagi dengan wanita yang tak pernah bisa Khalil terima kehadiran...