Part 2

4.5K 99 8
                                    

Flashback on

Pagi itu aku berlari sambil menyemprotkan pistol yang berisi sabun cair hingga terbentuk gelembung-gelembung balon. Mengikuti arah gerakan adik ku, Nabila. Dia terlihat gembira.

"Kakak lebih banyak lagi balon nya. Aaaa aku suka balonnya, Kak." pintanya sambil tak henti berlari mengejar balon-balon yang terbang. Senyum dan tawa nya lepas membuat ku ikut gembira.

"Tentu saja, Princess." Ku semprotkan lebih banyak balon lagi ke arah nya.

Kami bermain di dekat danau belakang rumah ku. Danau nya indah di kelilingi dengan pepohonan dan tanaman bunga yang warna-warni. Suasana kala itu sejuk ditambah dengan kicauan burung yang terdengar merdu.

Tak lama air sabun untuk semprotan balon nya habis. Aku memintanya beristirahat sambil memakan snack yang kami bawa dari rumah. Mama yang menyiapkannya di dalam kotak bekal kami.

Setelah perut terisi, aku menyiapkan peralatan melukis kami yang kami bawa dari rumah.

"Painting tools is ready. Lets paint now." Ajak ku.

"Baiklah Kakak ku yang paling tampan."

"Ck. Tentu saja kakak paling tampan. Karena aku satu-satunya kakak mu." gurau ku. Kami tertawa bersama.

Aku mulai melukis pemandangan di danau. Kami memang memiliki hobi yang sama. Sama-sama senang melukis. Tapi ku rasa Nabila jauh lebih berbakat dibandingkan aku. Dia memang seniman kecil berbakat.

Ku lirik arloji ditangan kanan ku sudah menunjukan pukul 11 pagi. Tak terasa waktu sudah siang. Padahal kami berangkat pukul 7 pagi. Kami memutuskan untuk kembali ke rumah.

Kami berjalan bersama menyusuri jalanan yang lengang. Jarak dari rumah ku ke danau tidak terlalu jauh. Maka dari itu kami lebih senang menempuhnya dengan berjalan kaki.

Nabila menggandeng tangan ku sambil bersenandung riang menyanyikan lagu favoritnya. Nabila memang pandai segala hal, mulai dari bernyanyi, bermain piano, menari, dan melukis. Jika sudah besar nanti, aku akan membuatkannya galeri seni. Tak hanya itu dia juga amat periang, mudah bergaul, dan sangat suka menolong. Tak heran banyak orang yang menyayangi nya. Aku pun amat menyayangi adik kecil ku ini.

Tiba-tiba dari arah depan ada mobil yang lepas kendali melaju kencang ke arah kami. Aku terkejut dan tak sempat menghindar.

"Kakak awas!!!" teriak Nabila sambil mendorong ku menjauhi mobil.

"Nabilaaaaa!!!"

Bruk.

"Aaaaaaaaaaaaa.." teriak Nabila

Tabrakan pun tak terhindarkan lagi. Dentuman berbunyi amat keras. Tubuhku sedikit membentur pinggiran badan mobil. Aku terlempar ke kiri membentur batu di pinggir jalan. Kepala ku berdenyut hebat, namun aku tetap berusaha bangkit melihat Nabila.

Ku lihat adik ku sudah terbaring di badan jalan dengan jarak 3 meter dari mobil itu. Dengan tertatih aku berjalan mendekatinya.

"Nabila bangun, Princess. Buka mata mu." ucap ku sambil menepuk-nepuk pipi nya yang sudah basah dengan darah yang keluar dari kepalanya.

"Nabila sayang, ini Kakak. Buka mata mu. Kita ke rumab sakit sekarang."

"Ka.. Kak.. A. Ku. sa.. yang..ka..kak" Jawabnya membuka mata kemudian tak sadarkan diri lagi.

Warga setempat yang melihat kejadian berdatangan menolong. Kami di bawa ke rumah sakit.

Aku sempat terlelap di ruang IGD rumah sakit. Entah karena obat atau kelelahan. Saat terbangun Papa sudah ada di samping ku.

The Devil BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang