Melepas rindu sejenak, Tuhan merestui hujan malam ini -,
Nayaka Chandrakanta
Happy Reading
⚡☔💧
"Semoga aja rasanya enak. Seringnya sih hambar hehe."
Suara dengung itu mengalun indah. Ketika suara merdu bercampur menjadi satu dengan guntur yang sesekali mengaung murka.
Denting dari jarum jam mengisi keheningan yang ada. Seolah tengah merestui keduanya untuk kembali mengenang berjuta memori indah yang telah lama berlalu.
Sedikit usang, tertimbun rindu juga asa yang semakin tebal setiap detiknya.
Tidak, cerita keduanya betlum berakhir apalagi happy ending. Bahkan separuh bagian intriknya saja belum dimulai.
Mimpi itu kini saling berhadapan. Menunggu lanjutan kisah untuk kembali ditorehkan. Entah bagaiamana akhirnya, tapi dua denyut itu seakan bisu.
Entah karena terlalu sibuk atau memang tak ada dambaan untuk kembali bersuara, membuka nada yang lama hilang untuk satu nyanyian yang indah.
Lalu lalang kendaraan di sekitar Dago masih tampak padat. Meraung dengan mesin baja yang basah dan berasap ketika di adu dengan jalanan yang tergenang air.
Beberapa titik tampak menyala lampunya. Sinar dengan sorot kuning pucat itu seolah jadi jawaban betapa angkuh semesta malam itu.
Berpindah haluaan sedikit, sudut-sudut persimpangan dengan lampu menyala menjadi pertanda jika kehidupan tetap berlanjut.
Beberapa mobil menepi di lampu merah. Bersaingan dengan si raga tua roda dua.
Entah kemana perginya, satu tujuan yang sama. Pulang atau pergi.
Bisa saja ke rumah atau tempat-tempat beratap lainya. Yang dihuni atau juga tak dihuni.
Sekedar beteduh atau hanya singgah berujung satu kunjungan malam. Yah, karena sepertinya hujan akan bertahan menaungi Bandung. Untuk waktu lama, tidak singkat seperti malam sebelumnya.
Maalam berlanjut. Kenangan tak ada perubahan berarti, masih sama. Tak ada kemajuan pula, tak kunjung menemukan titik terang dan malah mulai menyulut bosan.
Angin berhembus sedikit kencang. Menerbangkan beberapa luapan rasa yang suci dan putih.
Hening.
Tak ada lagi derap yang menguar. Hanya ada gemeletuk gigi yang hendak menyahut jadi satu cerita.
Tapi lagi-lagi. Mirip sebuah gembok berkarat yang kehilangan kuncinya. Sepi, merayap kedalam nurani. Menusuk kalbu yang menggigil bagai salju bulan Desember.
"Minuman terbaik dari nona cantik." lirih Nayaka memindahkan gelas kaca dari meja.
Sementara diujung kursi bar, Ardea Hanya diam dengan senyum dikulum. Bibir itu, ternyata masih sama seperti dulu.
Renyah dan hangat.Tutur katanya begitu bersahaja. Perlambangan dari sosok mulai, seorang Chandrakanta yang mulia.
Benar -benar sosok yang mendamba.
Tak ada suara kecuali decak nikmat dari Naayaka. Sudah Dea duga, tak ada yang bisa mengalahkan nikmatnya matcha racikan tangan mungilnya.
"Minuman yang lezat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Pertama [TAMAT]
RomanceJadi cerita hebat apa yang berhasil kalian dapat dari kisah unik Ardea juga Nayaka? Ku perkenalkan kepada kalian yang sedang singgah untuk membaca Titik Pertama. Selamat bertemu dengan mereka, titip salam ya!