34. Lenggang

53 9 0
                                    

Selamat membaca🌞

Siap buat di aduk-aduk sama Ardea-Nayaka?

Langsung cussss aja yokkk!
I luh ya💕


Ardea sedang menyiram tanaman hias dipekarangan rumah ketika sebuah kendaraan dengan suara yang cukup berisik mendekat sebelum berhenti tepat di depan gerbang rumahnya.

"Selamat pagi Ardea!"


Yang ditanya menoleh dengan wajah kaget. Kenapa polisi bernama Gibran ini sudah ada dihadapannya.

Ardea sontak mematikan air pada kran yang ia gunakan untuk menyirami bunga. Melangkah membukakan pintu gerbang dengan satu sennyum merekah.

"Selamat pagi."

"Boleh masuk?"

Ardea terkekeh.

"Boleh kok, silahkan."

Gibran melangkah masuk setelah memarkirkan motor miliknya didepan gerbang.

"Tadi saya mampir ke kedai, tapi pegawai kamu bilang kalo bosnya lagi cuti."

Keduanya sudah ada diteras ketika Gibran memutuskan untuk memilih topik membosankan sebagai permulaan mereka mengobrol.

"Lagu fokus sama tesisis." jawab Dea berusaha ramah meski sebenarnya, dalam hati ia mengutuk.

Kenapa harus bertamu sepagi ini sih. Jujur, Dea amat sangat membenci orang yang dengan mudahnya bertandang ke kediaman orang lain di waktu pagi, seperti tak tahu etika saja. Padahal, pagi hari adalah pagi yang sibuk untuk melakukan berbagai aktivitas rumah tangga, terlebih lagi Ardea seorang wanita. Sudah bisa ditebak, pekerjaan yang menunggunya untuk segera diselesaikan tak terhitung lagi banyaknya.

Coba saja Gibran tidak datang. Pasti pekerjaan menyiram bunga sudah selesai sejak tadi. Ah menyebalkan, Dea tak suka menunda pekerjaan.

"Mau minum apa?!" tanya Dea masih dengan aura ramah.

Gibran tampak menimang dan menatap Dea sekilas. Seolah tengah meminta persetujuan, tapi Dea acuh dan memilih tak perduli. Sebenarnya ia paham dengan betul maksut tatapan mata itu.

"Air putih aja gak papa."

"Oke." ujar Dea mengangguk, segera setelahnya melenggang masuk kedalam rumah. Meninggalkan Gibran yang tampak sibuk menganduk isi dalam tas yang dibawanya.

Kenapa pula mampir. Apa perkerjaan seorang polisi begitu senggang hingga bisa membuatnya leluasa pergi kesana kemari. Heran Dea sekaligus menggerutu dalam hati.

"Siapa tamunya?"

"Pak polisi Oma." jawab Dea acuh, menuang air putih kedalaam gelas putih.

Dea lupa menanyakan, airnya dingin atau panas. Ah biarlah, ambilkan yang hangat saja. Udara Bandung pagi ini cukup lembab, sepertinya minuman hangat cocok.

"Kok cuma air putih?!" tanya Oma yang mungkin heran atau bingung dengan minuman yang hendak Dea suguhkan.

Wanita paruh baya itu berhenti dari acara memasak demi memastikan jika benar air putih yang hendak cucunya suguhkan kepada tamu.

"Kan mintanya air putih "

Oma menatap Dea dengan mata sedikit melotot. Tak percaya dengan apa yang baru telinganya dengar.

Wanita itu mendesah. "Itu bahasa kiasan Dea, artinya ia ingin sesuatu kecuali air putih. Hanya saja terlalu sungkan untuk meminta. Bikinin kopi gih!"

Titik Pertama [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang