6: Kejadian tak terduga bagi Ema

1.4K 119 13
                                    

- Alangkah lebih baiknya untuk vote sebelum baca ya 🤗 -
.
.
.

Ema berulang kali mengangkat kakinya bergantian saat tengah menunggu bus di halte transjakarta Pemuda Pramuka. Kakinya tentu terasa pegal karena hampir 30 menit ia berdiri menunggu bus. Wajahnya pun terlihat kesal karena bus yang harus ia tumpangi tak kunjung datang.

"Mba, kok tumben sih lama banget buswaynya?" keluh Ema pada petugas jaga halte tersebut.

"Iya Mba, maaf ya ada sedikit gangguan di halte penas, sepertinya ada bus yang mogok." respon petugas itu dengan nametag yang melingkar di lehernya. Saat petugas tengah menjelaskan, ada sepasang mata yang memperhatikan.

Ema melirik jam di tangan kirinya, helaan nafas kasar itu terdengar saat ia menyadari bahwa ia sudah sangat terlambat. Segera ia raih ponselnya dan menghubungi seseorang untuk menanyakan situasi kantor saat ini.

"Nan, Bu Arum udah dateng belum? Aduh gue telat banget nih! Gue kesiangan dan buswaynya juga trouble." curhat Ema pada sahabatnya yang ada di seberang telpon.

"Bu Arum udah dateng, tapi moodnya dia lagi bagus kayanya. Lo santai aja, jangan panik. Kerjaan lo juga udah gue handle kok." suara itu membuat dirinya menghela nafas lega.

"Syukurlah, Bu Arum gak pasang wajah sedih kaya tempo hari lagi kan? Btw, thanks ya Nan! Lo emang sahabat terbaik gue."

Setelah Ema mendengar respon Keenan, ia segera menutup telpon dan bersiap begitu bus yang ia tunggu-tunggu akhirnya datang juga.

"Tujuan akhir sunter kelapa gading. Maaf beri jalan dulu untuk yang turun." mendengar suara petugas, Ema segera memberi ruang.

"Hanya sampai sunter kelapa gading ya. Hati-hati langkahnya, perhatikan bawahnya." jarak dari halte menuju pintu masuk cukup jenjang, hingga Ema harus melebarkan langkahnya. Dan ia cukup terbantu dengan uluran tangan petugas tersebut.

"Terima kasih," ucap Ema sambil memunculkan senyumnya. Segera ia posisikan diri di dekat pintu.

"Tujuan Sunter kelapa gading!" suara itu kembali terdengar, membuat Ema melirik ke arah pintu begitu menemukan sosok yang tidak asing memasuki bus tersebut.

"Lah, itu kan bule ketus yang temppo hari?" tanyanya dalam hati. Meski sebagian wajahnya tertutupi masker, Ema masih bisa mengenali rambut dark brown, alis tebal serta mata laki-laki itu.

Laki-laki itu berjalan pelan menuju bagian belakang bus, karena penasaran Ema memperhatikan gerak gerik laki-laki itu yang terlihat begitu misterius.

"Mba, turun dimana?" pertanyaan itu membuat Ema terpaksa mengalihkan pandangannya dari laki-laki tersebut, segera ia jawab pertanyaan petugas busway yang sempat membantunya tadi.

"Sunter mas,"

"Oh, masih jauh mba, duduk aja, itu di area khusus ada bangku kosong." tunjuk petugas pada kursi bus di area depan.

"E-enggak usah, Mas. Saya masih kuat berdiri." Ema menyunggingkan kembali senyum simpulnya, dan senyum itu segera dibalas petugas busway tersebut.

"Kerja di sunter, Mba?"

"Iya, Mas. Kayanya saya sering liat Mas kalo pagi di bus arah Sunter ya?"

"Iya, kalo pagi saya kebagian arah Sunter, sorenya kadang rolling ke arah--" kalimat petugas itu terjeda saat pemberhentian halte selanjutnya sudah semakin dekat.

"Persiapan Halte Cempaka Mas," suara itu terdengar.

"Halte Cempaka Mas, tolong beri jalan dulu untuk yang turun."

Night and DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang