13: Ema dan rasa bersalahnya

1.1K 104 12
                                    

- Alangkah lebih baiknya untuk vote sebelum baca ya 🤗 -
.
.
.

Seharusnya sejak awal Ema tidak perlu menyapa si malam kelam itu. Jika sudah begini akhirnya, Ema mau tidak mau harus mengambil semua resikonya. Tidak-tidak, bukan hanya resiko, namun ia kini merasa bertanggung jawab atas semua yang terjadi pada Night.

Wajah kusutnya kini sukses membuat Keenan ragu dengan keputusan Ema yang begitu tiba-tiba.

"Em, lo yakin bakal ambil kerjaan ini? Lo yakin bakalan tetep punya muka pas berhadapan sama si nightmare? Lo inget kan gimana seremnya dia waktu argumen sama lo di teje waktu itu?" Pertanyaan Keenan membuat muka Ema semakin kacau.

Keenan jelas tahu semua kronologinya, jika saja sahabat sejak SMAnya itu tidak menegur Night si bule kaku di Transjakarta saat mereka berangkat kerja, Ema tidak akan berakhir keki karena terpaksa dipertemukan kembali dengan Night.

Helaan nafas kasar Ema membuat Keenan semakin sadar bahwa Ema sebenarnya tidak ingin mengambil pekerjaan itu.

"Gue gak tega liat Bu Arum, Nan. Gue gak tau kalo Night itu anaknya Bu Arum. Gue juga ngerasa bersalah banget pas tau kalo Night kecelakaan gara-gara dia gak mau lagi naik teje semenjak gue tegor waktu itu." Ema mencoba menjelaskan kembali alasan kuatnya menerima tawaran Bu Arum tempo hari.

"Tapi itu kan bukan sepenuhnya salah lo, Em! Siapa suruh si Night pake pura-pura tidur segala pas di teje waktu itu. Mana duduknya di kursi prioritas lagi!" Keenan berusaha meyakinkan Ema bahwa itu bukan salah Ema sepenuhnya.

"Bu Arum udah cerita semuanya sama gue, Nan. Night itu gak pura-pura tidur, dia emang tidur beneran. Lo inget gak sama petugas teje pas kejadian waktu itu? Nah dia itu sepupunya Night, dia tau Night lagi gak enak badan makannya dia gak negor si Night pas duduk di kursi prioritas." mendengar penjelasan itu, Keenan hanya bisa ber-o ria.

"Dan persis setelah gue negor dia, si Night nekat bawa motor sendiri padahal dia lagi kurang sehat, dan dia--" Ema tak melanjutkan kalimatnya, kini ia menutup wajah kacaunya dan mencoba menumpahkan kegusarannya.

"It's okay, Em! Khusus hari pertama lo hari ini, gue bakal nemenin lo deh!"

"Tapi kan Nan lo juga perlu--" Keenan jeda ucapan Ema dengan gelengan kepalanya.

"Gue hargain banget keputusan lo buat resign dari kantor demi ngebantu Senior Manager kita, Bu Arum. Bahkan gue tau banget gaji yang dikasih Bu Arum ke lo untuk ngurusin si Night itu gak gede. Dan jujur gue salut banget sama lo yang mau bertanggung jawab atas hal yang sebenernya gak sengaja lo lakuin. Makanya gue rela bolos kantor demi nemenin lo hari ini." ucapan itu membuat Ema mengukir senyum di wajah kacaunya.

"Thanks ya Nan, lo emang sahabat terbaik gue!"  Ema peluk tubuh Keenan erat, ia benar-benar merasa beruntung memiliki sahabat seperti Keenan.

💻💻💻

Night hanya bisa mengumpat kasar begitu memandang kondisi tubuhnya saat ini. Ia bisa lihat gips yang kini ada di kaki kanannya. Jika bukan karena aksi nekatnya minggu lalu untuk mengendarai motor menuju kantornya, Night tidak akan berakhir di rumah sakit dan bertemu kembali dengan dokter dan suster yang biasa menanganinya. Memang, tempat ini bukan lagi tempat asing bagi Night. Tapi tetap saja, waktunya di rumah sakit yang sebelumnya hanya dari pukul 9 pagi hingga 3 sore, kali ini terpaksa menjadi 24 jam.

Night and DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang