11. The Power of Love

14 3 0
                                    

Akhirnya waktu yang dinanti Azelvin tiba. Waktu di mana ia akan memeriksakan kandungan Valencia yang berarti ia akan melihat langsung bayi yang dikandung Valencia melalui USG. Sejak pagi Azelvin sudah repot menyiapkan segala macam. Padahal tinggal membawa badan dan berkas administrasi saja sudah cukup. Lily dan Franc yang melihat kelakuan anaknya hanya geleng kepala saja.

"Calm boy, ini hanya memeriksakan Valencia dan kandungannya bukan mau melahirkan. Kenapa kamu repot untuk hal yang tak penting?"
"Come on Dad, kamu kan pernah berada di posisiku kenapa tak mengerti keadaanku?"
"Aku tak segugup kamu Son saat Lily dulu mengandungmu. Kita bahkan sangat santai, benar kan Lily?"
"Apa yang dibilang Frank memang benar, santai saja ini cuma pemeriksaan. Tenangkan dirimu, kamu tak mau kan terjadi sesuatu pada anak kalian atau Valencia karna kamu tidak fokus menyetir?"
"Big No Mom, oke aku akan menenangkan diriku."

Azelvin melihat Valencia yang sedang duduk sambil tersenyum kecil. Mungkin wanita itu juga menertawakan kelakuannya, begitu pikirnya. Azelvin pun mendekati Valencia dan melingkarkan tangannya di bahu wanita itu.

"Apa kamu juga menertawakanku Cia?"
"Tidak aku hanya heran, kamu kan dulu songong sekali kenapa sekarang jadi perhatian gini?"
"Huh, aku mau bertemu anakku, selama ini kan kita terpisah jauh. Kamu pergi dariku tiba-tiba."

Valencia tiba-tiba menundukkan kepalanya merasa bersalah karena pergi begitu saja. Dia tak menyangka bahwa Azelvin tak seburuk pemikirannya. Laki-laki ini bahkan sangat menyayangi anak yang sedang dikandungnya meskipun baru kali ini bertemu.

"Aku minta maaf sudah seperti itu."
"Hei, ini bukan salahmu. Ini cuma masalah waktu saja yang memisahkan kita kemarin. Semua akan baik-baik saja."

Azelvin menempelkan keningnya di kening Valencia. Bahkan hanya bertatap mata seperti itu mereka merasa sangat dekat. Keduanya bisa merasakan kerinduan yang terlihat di mata masing-masing.

"Get a room love birds. Kalian pagi-pagi sudah membuat kami envy saja."
"Mom, kamu mengganggu sekali sih. Aku kan sedang kangen-kangenan sama Cia."
"Sudahlah kalian berangkat sana untuk bertemu dokter itu!"
"Baiklah Mom kita akan berangkat."
"Kalo begitu kami pergi dulu Lily, Franc."

Keduanya pun berjalan keluar rumah dan menuju mobil untuk menemui dokter. Sejenak suasana di mobil hening tanpa pembicaraan satu sama lainnya. Valencia merasa gugup hanya bersama Azelvin dan pria itu juga bingung harus memulai percakapan seperti apa. Akhirnya Azelvin memutuskan untuk memulai obrolan agar tak canggung.

"Apa bayi kita rewel hari ini?"
"Eum tidak, sejak semalam setelah kamu memijatku dia tenang-tenang saja."
"Bagus lah. Kalo gitu setelah ke dokter bagaimana kalo kita jalan-jalan?"
"Kemana?"
"Kamu mau ke mana?"
"Terserah saja, aku ikut ke mana pun."

Mereka pun masih mengobrol ringan sampai mereka tiba di halaman rumah sakit. Azelvin keluar lebih dulu dan memutari sisi mobil yang lain untuk membantu Valencia turun. Mereka pun segera menuju ke ruangan dokter yang akan memeriksa.

"Dokternya pria atau wanita?"
"Kenapa?"
"Jawab saja."
"Wanita, tapi dia terlihat judes padahal dia yang direkomendasi manajer di perusahaan Franc."
"Kita ganti dokter kalo kamu mau."
"Buat apa toh sebentar lagi dia lahir?"
"Aku hanya ingin membuatmu nyaman."
"Thanks Hugo."
"Apa pun akan aku lakukan asal kamu nyaman. Kamu bisa mengatakannya padaku."
"Tidak perlu berlebihan katamu semua akan baik-baik saja."
"Karna aku akan ada untukmu terus Cia. Dan terima kasih untuk hadiah ini. Ini yang terbaik dalam hidupku."
"Sama-sama Hugo. Oh ya ngomong-ngomong kenapa kamu memintaku memanggil Hugo sedangkan yang lain memanggilmu Azelvin?"
"Aku hanya ingin merasa spesial saja. Aku senang mendengar kamu memanggilku seperti itu. Apalagi saat kamu berada di bawahku seperti dulu."
"Pervert."

Wajah Valencia langsung merona merah mendengar ucapan Azelvin itu. Sedangkan Azelvin menyeringai mendapati wanitanya merona merah karena ulahnya. Ya Valencia memang wanitanya karena ia lah yang menjadikan Valencia wanita seenuhnya malam itu. Kembali ia terbayang kejadian malam itu yang membuatnya tersenyum sendiri.

"Kenapa senyum begitu? Ayo kita masuk, namaku sudah dipanggil!"
"Tidak, ayo kita masuk."

Mereka diinstruksikan masuk ke sebuah ruangan praktek oleh seorang perawat yang memanggil nama Valencia tadi. Dokter kandungannya menatap datar Valencia namun tiba-tiba jadi berbinar saat berjabat tangan dengan Azelvin. Terlihat sekali dokter itu menaruh minat pada ayah bayinya. Melihat itu Valencia berdehem agar dokter wanita itu melepaskan jabatan tangannya pada Azelvin.

"Ehem." Valencia sengaja berdehem keras.
"Ehm, maaf saya dokter Victoria. Silakan duduk."
"Saya ke sini mengantarkan istri saya untuk melihat perkembangan anak kami."
"Istri?"
"Ya, Valencia adalah istri saya. Apa ada masalah Dokter?"
"Oh tidak silakan berbaring di sini Nyonya!"

Terlihat sekali perubahan wajah Dokter Victoria mendengar bahwa Azelvin mengatakan seperti itu. Tapi biarlah itu bukan urusannya, pikir Valencia. Azelvin bahkan menggenggam erat tangan Valencia saat dokter itu mulai memeriksa janin Valencia.

"Bayinya tumbuh sehat, semua perkembangannya normal."
"Boleh saya tau jenis kelaminnya Dokter?"
"Baiklah Pak."

Dokter itu menggerakkan panel pada titik di mana jenis kelamin bisa terlihat.

"Bayinya laki-laki. Selama ini Nyonya Valencia tidak pernah bertanya."
"Karna kami ingin mengetahuinya bersama seperti ini. Benarkan sayang?"

Valencia hanya tersenyum dengan wajah merah merona lagi mendengar panggilan Azelvin. Setelah membersihkan perut dari gel Azelvin membantu Valencia turun dari brankar.

"Saya sudah resepkan vitamin untuk ibunya."
"Kalo begitu kami permisi dan terima kasih."

Azelvin bergegas keluar dari ruangan dokter itu. Ia merasa tak nyaman mendapati tatapan memuja dokter tersebut tapi menatap sinis pada Valencia. Profesionalisme macam apa itu, pikir Azelvin sebal.

"Dokter tadi sepertinya menyukaimu."
"Biarkan saja, aku tak peduli."
"Jangan begitu."
"Aku hanya peduli pada kalian. Dia bukan siapa-siapa ku."
"Aku dan bayi ini juga bukan siapa-siapamu."
"Kalo begitu menikah denganku dan kita jadi keluarga. Aku suamimu dan kamu jadi istriku dan menanti kelahiran anak kita."

Valencia terdiam mendengar ucapan Azelvin. Dia benar-benar kaget mendengar ucapan yang tiba-tiba begitu. Bahkan itu tak pernah ada di mimpinya sekali pun. Ia bimbang namun ia juga tak menampik kalau menginginkan Azelvin untuknya.

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang