16. The Heaven

4.8K 460 214
                                    

Pada part ini terdapat adegan dewasa, silakan yang merasa tidak nyaman dengan itu bisa skip part ini.
Terima kasih :)

"They say, all good boys go to heaven

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"They say, all good boys go to heaven. But bad boys bring heaven to you." ―Heaven, Julia Michaels

-oOo-

"Bisa diem gak sih, ketawanya jangan keras-keras!" Nara berseru kesal atas gelegar tawa Damar yang mengisi apartemen mereka.

Nara menceritakan tentang alasannya terburu-buru pulang tadi. Iya, kaburnya Nara dari pasar malam membuat Damar, Rose, dan Javas kepalang bingung. Gadis itu ternyata pulang dulu naik taksi online. Untung saja, ada Rose yang bisa meredam kepanikan Damar. Damar tadinya berniat menelepon detektif dan interpol atas hilangnya sang adik dari pasar malam. Javas sendiri langsung menyarankan agar mereka mencari Nara ke apartemen, mengingat Nara tak punya tujuan lain. Ternyata benar, Nara mengunci diri di kamar mandi apartemennya. Nara tidak mau keluar sebelum Javas dan Rose pergi dari sana. Ancaman Nara berhasil mengusir Javas dan Rose. Well Javas setuju sebab kelewat khawatir, Nara hampir satu jam di dalam kamar mandi.

"Kakak cuma heran, kok bisa kamu kebelet pup waktu dilamar―"

"―Bukan sekedar pup, Kak Damar. Aku diare! Perutku sakit banget. Aku uda lama gak angin-anginan malem-malem gitu. Aku masuk angin," Nara menyergah. Wajahnya memang pucat. Dia memegangi perut yang tetap sakit meskipun sudah empat kali bolak-balik ke kamar mandi.

Masuk angin adalah salah satu alasan. Alasan yang lainnya, Nara yang kelewat gugup karena Javas berlutut di hadapannya, perutnya jadi mules setengah mati. Huhuhuhu. Dia tadi ingin bilang ke Javas kalau sakit perut, hanya saja takut merusak suasana.

Damar tersenyum lalu mengangsurkan obat diare dan segelas air putih. "Kamu harus telepon Javas, jelasin―takutnya dia salah paham―terus marah deh," katanya.

"Javas gak mungkin marah, apalagi kalau tahu aku sakit―"

"―Dia gak tau kamu diare. Kamu tadi ngusir dia kasar banget pake hush hush hush. Kamu kira Javas anjing―walaupun kelakuannya mirip anjing, bukan berarti kamu bisa menyerupakan dia kayak anjing," potong Damar, mengomeli adiknya. Laki-laki jangkung itu duduk di samping Nara, tangannya terlipat. "Kalian itu kayaknya harus berhenti mengira-ngira. Hubungan yang baik itu harus saling komunikasi, Nara. Bukannya sok tahu soal pasangan kamu gini dan gitu," lanjut Damar.

Nara hanya memutar bola mata. "Bukannya sok tahu tapi aku memang kenal lama sama Javas, jadi uda tahu luar dalamnya dia."

"Hm, emang kamu tahu Javas sehari kedip berapa kali?"

"Hah?" Nara menaikkan alis.

"Kamu tahu Javas sehari kentut berapa kali?" Damar menyambar lagi.

[Selesai] Perfectly Imperfect Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang