0.4

6.3K 319 2
                                    

   Sooyoung membantu sang ibu turun dari atas brakar. Ia berniat mengajak sang ibu untuk berjalan jalan di sekitar taman rumah sakit. Ibunya terlihat bahagia, karena mendapatkan kabar Sooyoung adalah kekasih dari seorang Jeon Jeongguk.

  "Jeongguk bekerja dimana?" Tanya Ibunya. Sooyoung menghentikan langkah, membuat kursi roda yang diduduki sang ibu ikut berhenti pula.

  "Eum... Kepolisian?" Jawabnya asal .

  Entah kenapa ia menjawab seperti itu. Padahal ia tidak tahu pasti pekerjaan Jeongguk.

  "Benarkah?" Ibunya nampak senang. "Sangat luar biasa, sudah tampan seorang polisi lagi." Senyum bahagia tercipta di bibir wanita paruh baya itu.

  Sooyoung hanya tersenyum tipis, bahkan sangat tipis. Ia tidak tahu jika rencana yang awalnya hanya sekedar untuk meminjam uang akan menjadi seperti ini. Ia sudah berpikir bagaimana jika ibunya tahu jika ia melakukan itu dengan Jeongguk hanya karena uang.

  Terlebih Jeongguk sangat menuntut dan lebih mendominasi. Ia tidak menyangka jika Jeongguk adalah seorang yang berbeda saat melakukan itu. Penuntut, pendominasi dan sangat lembut secara bersamaan. Membayangkan Jeongguk dengan bertelanjang dada memperlihatkan 8 buntalan seperti roti di perut, membuatnya sudah lemah. Apalagi benar-benar melihat.

  "Young-a, lain kali ajaklah Jeongguk kerumah." Ujar sang ibu membuatnya sadar akan lamunan bodohnya.

Ia menganggukkan kepala dan berdehem.

  Jeongguk tengah berada di kantor, ia baru saja membaca beberapa laporan yang masuk dari salah satu penyidik. Ia memijit pelipis. Merasa pening dan jengah dengan beberapa laporan. Ucapan Hoseok tempo hari masih terngiang di kepala. Menjenguk ayah tirinya bukanlah hal yang buruk sepertinya. Ia lantas beranjak dari kursi dan bergegas ke kediaman orang tuanya.

  Setelah mengendarai mobil selama hampir 45 menit, ia sampai di sebuah rumah bernuasa tradisional korea dan modern. Ia lantas menekan tombol dan ada seorang mate membukakan pintu.

  "Ayah ada?" Tanya Jeongguk yang juga merasa aneh saat memanggil pria itu dengan embel embel ayah.

  "Ada tuan, mari masuk." Maid itu mempersilahkan Jeongguk masuk kedalam.

  Jeongguk menuju kamar sang ayah dengan diantar oleh pengawal sang ayah. Karena mate yang membukakan pintu harus ke belakang rumah. Pengawal itu membuka pintu, dan mempersilahkan Jeongguk masuk kedalan kamar. Hal pertama yang dilihat oleh matanya adalah sang ayah yang tengah membaca koran dengan kacamata yang bertengger diatas tulang hidung.

   "apa koran jauh lebih baik dibandingkan ponsel?" Jeongguk masuk dan langsung mendapatkan perhatian atensi sang ayah. Kekehan pelan pria itu terdengar.

  "Ya, ayah rasa seperti itu. Ada apa? Tumben datang?" Jawab sang ayah setelah tergelak beberapa saat.

  "Tidak, hanya ingin berkunjung saja. Sudah lama aku tidak datang kemari." Sahut Jeongguk duduk diatas single chair itu. "Ada banyak hal yang kau ingin tanyakan." Bukan pertanyaan melainkan pernyataan.

  Jeongguk hanya diam karena memang itu yang sebenarnya tujuannya datang kerumah megah itu.

  "Ayahmu meninggal memang karena kecelakaan. Namun..." Atensinya teralih."bukan murni kecelakaan." Sambung sang ayah.

  "Maksudmu?" Bukan marah. Hanya saja ia sedikit menekankan pertanyaannya. "Ya, bukan kecelakaan biasa. Kecelakaan itu sudah murdi di rancang." Jawab sang ayah.

  "Bagaimana kau bisa tahu? Jika kau mengatakan kau bukan tersangkanya." Jeongguk menatap tajam pria paruh baya itu.

  Gelak tawa pria itu terdengar sedikit sumbang. "Aku tahu karena aku saksi matanya. Ada orang lain yang melakukannya, Jeon. Bahkan kau tidak akan percaya jika aku menyebutkan namanya." Pria itu menatap serius Jeongguk.

  Helaan nafas pria itu terhembus. Beliau melangkah menjauhi sofa dan menuju ranjang.

"Kau akan tahu saat aku benar-benar sudah menghembuskan nafas terakhir, Jeon." Perkataan sang ayah membuatnya membulatkan mata.

Tepat pukul 10 malam, Jeongguk baru kembali dari kediaman orang tuanya. Ia memasuki apartemen. Meletakkan asal ponsel yang baru saja ia keluarkan dari dalam saku karena Hoseok menelfon. Diliriknya ponsel berwarna hitam itu, menghubungi Sooyoung bukanlah hal yang buruk.

   Pukul 10 lewat 45 menit, Sooyoung datang membawa ayam dan soju. Jeongguk tidak memesannya, hanya saja gadis itu yang ingin membelinya.

  "Kenapa tidak bisa besok saja? Apa malam malam harus mengganggu seseorang?" Tanya Sooyoung yang nampak kesal.

  "Kau calon istriku, seharusnya sudah mulai hafal dengan tabiatku." Jawab Jeongguk membuka satu kaleng soju.

  "Tetap saja, kau mengganggu malamku Jeon. Kau tahu aku meninggalkan ibuku, hanya karena dirimu yang merengek memintaku kemari." Sungut Sooyoung mendapatkan kekehan dari Jeongguk.

  "Maafkan aku, hem. Sudah, makanlah setelah itu tidur." Ujar Jeongguk masuk kedalam kamar.

  Setelah menghabiskan hampir sepuluh potong paha ayam, dan menghabiskan satu kaleng soju. Sooyoung lantas beranjak dan menuju kamar Jeongguk. Ia merebahkan tubuh diatas ranjang berukuran king size itu. Ia mendengar Jeongguk tengah mandi didalam kamar mandi. Matanya mulai memberata dan terlelap.

  Jeongguk keluar dari dalam kamar mandi dengan handuk yang melilit pinggang kebawah. Ia menangkap torso Sooyoung yang sudah terlelap diatas ranjang.

  Setelah memakai pakaiannya namun tidak mengenakan atasan. Ia lantas naik keatas ranjang dan menghadapkan tubuhnya kearah Sooyoung yang tidur menghadapnya. Gadis itu sangat tenang saat tidur. Bahkan kecantikan gadis itu tidak berkurang. Bibir yang sedikit terbuka tidak mengurangi kecantikannya.

  Tangannya terulur mengusap pipi kanan Sooyoung. Menyalurkan kehangatan, membuat gadis itu menggeliat pelan mencari kenyamanan. Tanpa Jeongguk sadari, bibirnya tersenyum tipis.

   Jeongguk menarik pangguk Sooyoung agar tubuh gadis itu sedikit lebih mendekat. Diletakkannya kepala Sooyoung keatas bantal yang juga dikenakannya. Menarik selimut agar tubuh Sooyoung tidak kedinginan. Walaupun sebenarnya ia tahu, Sooyoung lebih memerlukan pelukan dibandingkan selimut.

  Sooyoung menggeliat pelan. Ia sedikit merasa aneh karena merasa tengah didekap seseorang. Dan benar saja, ia tengah berada di dalam pelukan hangat Jeongguk. Ia tidak mencoba berteriak, padahal ingin. Bibirnya seolah terkunci akibat melihat ketampanan Jeongguk yang saat tertidur. Wajah bayi pria itu membuatnya tersenyum.

  Mungkin sudah hampir satu jam lebih ia tidak menggerakkan badan. Hanya menatap setia kearah Jeongguk. Tak berniat bangun. Wajar saja, sekarang hari libur. Sooyoung mengangkat tangannya dan mengusap pipi kiri Jeongguk. Mengulas senyum hangat disana. Jeongguk bangun kala merasakan ada yang mengusap pipinya. Dan benar saja dugaannya. Disaat Sooyoung akan menarik kembali tangannya, Jeongguk malah menahannya.

  "Berikan aku morning kiss." Mata Sooyoung membulat. Pria itu terlihat sangat berwibawa, namun tetap saja bagi Sooyoung Jeongguk adalah the sexy bastard yang menyebalkan. Bahkan sangat.

  "Tidak mau." Tungkasnya. "Baiklah, biarkan aku saja kalau begitu." Jeongguk lantas segera memajukan bibirnya. Mencium bibir tipis Sooyoung. Menyalurkan kehangatan dipagi hari. Bahkan sekarang tidak lagi sebuah ciuman biasa. Namun sebuah ciuman yang menuntut. Jeongguk tersenyum kala Sooyoung membalas ciumannya. Ia baru menyadari jika bibir Sooyoung itu sangatlah manis dan memiliki sensasi tersendiri saat menciumnya.

The Sexy Bastard || Jeon Jeongguk[Slow Update] [On GOING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang