0.6

382 28 6
                                    

   Sooyoung masih terdiam di tempatnya. Ia tidak menduga jawaban Jungkook akan seperti itu. Bagaimana dengan nasib calon anak yang tengah dikandungnya. Apakah ia harus melakukan hal itu? Tapi calon anaknya tak bersalah. Ia yang bersalah telah terlalu terpesona dengan Jungkook. 

Pikirannya kacau. Saat dia membutuhkan Jimin, sahabatnya itu tak disisinya. 

  Berbeda dengan Sooyoung, Jungkook justru menemui Hoseok di kantor. Pria itu datang setelah Hoseok menelponnya. 

   "Ada apa, Hyung?" Jungkook duduk di hadapan Hoseok. Pria itu menghela nafas dan memberikan beberapa cetakan rekaman cctv. Jungkook lantas meraih beberapa lembar. Menatap satu persatu lembaran itu. 

   "Aku juga tidak yakin, tapi itulah yang ada. Ibumu pelakunya." Hoseok berujar seraya menelisik wajah Jungkook yang berubah. Pria itu diam. Matanya berubah tajam. Helaan nafas berat keluar begitu saja. 

   "Jangan gegabah, ibumu pasti memiliki alasan untuk melakukan itu." Lanjut Hoseok membuat Jungkook menatap. 

   "Bagaimana jika harta?" Tungkas Jungkook. Hoseok menggelengkan kepala. "Jika harta, untuk apa ibumu membunuh ayahmu dengan kecelakaan, bukankah membunuh dengan tangannya sendiri akan lebih mudah? Harta, adalah alasan klise semata, Jeon." Hoseok menjawab seraya berpindah tempat duduk. 

  "Bagaimana jika–" 

   "Ibumu orang baik Jeon. Tidak mungkin hanya karena harta ibumu membunuh ayah kandungmu." Tungkas Hoseok. Jungkook diam. Tidak tahu harus mengatakan apa.

Setelah dari tempat kerja, Jungkook memutuskan untuk pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Jungkook lantas menemui ayahnya yang terbaring. Ayah tirinya itu sudah sering sakit-sakitan. Jungkook merasa iba sebenarnya. Hanya saja ego yang tinggi membuatnya sedikit acuh kepada pria tua itu. Perkataan ibunya saat masih kecil dan pernyataan pria itu membuatnya dendam. 

Akan tetapi ia sedikit aneh, jika ayah tirinya dalang pembunuhan ayah kandungnya. Kenapa polisi tidak menangkapnya dan justru menangkap orang lain. 

   "Aku tahu kau berdiri disana, Jeon." Pria tua itu membuka matanya. Tersenyum teduh menatap torso Jungkook yang berdiri di ambang pintu. 

   "Kau baru pulang. Kebiasaan buruk harus diubah, Jeon. Bahkan sekarang sudah dini hari." Sambung ayah tirinya. Jungkook tersenyum tipis. Ia membuka pintu lebar, dan masuk kedalam kamar. Berjalan pekan dan mendekat ke sisi ranjang. Sepersekon kemudian, ia duduk di tepian ranjang.

 "Ada banyak hal yang harus ku kerjakan." Bariton milik Jungkook menyapa. Pria tua itu tersenyum. "Kau tahu, saat aku masih seusiamu. Aku juga pekerja keras. Bahkan sangat workaholic. Tak ada yang boleh menyamai ataupun yang berada di atasku. Aku tidak suka itu. Namun saat beranjak tua, aku berpikir bekerja hanya untuk mengisi waktu luang saja."

Jungkook tersenyum. Meneliti setiap inci wajah pria tua itu. Wajah dengan begitu banyak keriput, mata panda serta sudah mengenakan kacamata. Pria yang ia rasakan seperti ayah kandungnya sendiri. 

  "Apa aku boleh memanggilmu ayah?" Tanyanya hati-hati. Pria itu tertawa. Lebih dari 10 tahun, Jungkook tidak ingin memanggilnya ayah. Bahkan kesan bicaranya sangat angkuh dan tak peduli. Pria itu lantas menganggukkan kepala. Dengan tanpa pikir panjang, Jungkook memeluk ayah sambungnya itu. Sejak usianya 10 tahun, ia tidak pernah menganggap pria itu sebagai ayahnya. Bahkan begitu sangat membencinya. 

   "Maafkan aku–" Gumam Jungkook yang dapat didengar ayahnya. Sang ayah tersenyum dan mengusap punggung pria tampan itu. "Bukan salah mu, Jeon. Ini salah ayah yang terlalu berdiam diri." Ujar sang ayah melepaskan pelukan. 

   "Katakan padaku–" 

  "Belum saatnya Jeon. Belum saatnya kau tahu. Jika waktunya sudah tepat, aku akan mengatakan semuanya beserta alasannya." Sahut sang ayah. 

  Jungkook tidak menjawab. Sang ayah masih tidak ingin berbicara. 

   "Tidurlah." pinta sang ayah, tanpa membantah Jungkook segera pergi ke kamarnya.

   Pagi sudah menyapa, Sooyoung masih betah disana. Bahkan ia terlelap sejak semalam. Kepalanya pusing akibat terlalu banyak minum. Ia harap-harap tidak terjadi apa-apa pada kandungannya. 

Sudah pukul 8 pagi. 

Ia harus bertemu dengan dokter kandungannya. Jika tidak, dokter kandungan cerewet itu akan memarahinya lagi. 

   Setelah mandi dan bersiap, ia menuju rumah sakit. Ia berniat menjenguk ibunya setelah melakukan pertemuan dengan dokter kandungan. 

   "Beruntung janinmu tidak apa-apa, Young. Kau ini ceroboh sekali. Bagaimana jika terjadi sesuatu padamu dan janinmu–" 

   "Aku baik-baik saja. Kau terlalu cerewet, Oppa." Sahut Sooyoung yang duduk di atas brankar. Dokter bernama Kim Seokjin itu menggelengkan kepala. 

  "Aku akan meresepkan obat, kau harus menebusnya. Jangan sampai kau lupa untuk meminum obat-obatan yang ku berikan padamu." Ujar Seokjin seraya menuliskan resep di atas kertas. 

  Sooyoung menerima kertas pemberian Seokjin, dan memasukkannya kedalam tas. Ia menatap Seokjin seksama."Kau itu cerewet sekali. Aku baik-baik saja." balas Sooyoung membuat Seokjin menggelengkan kepala kembali. "Jika saja kau bukan teman Jimin, aku tidak mau menerima pasien sepertimu." 

Sooyoung memutar bola mata jengah. "Jika kau tidak mau, kau melanggar sumpahmu." Ujarnya seraya beranjak dari kursi. "Sudah, aku harus menemui ibuku. Sampai jumpa, Oppa." 

Sambungnya sebelum meninggalkan Seokjin yang tersenyum. 

Setelah bertemu Seokjin, Sooyoung bergegas keruangan sang ibu. Ruang yang sengaja di sewakan untuk ibunya oleh Jungkook. Kini pikirannya tidak tenang, ia harus mengganti uang Jungkook secepatnya. Walaupun pada kenyataannya, jika ia tidak bisa mengganti ia akan tetap menikah dengan Jungkook. Tapi entahlah. 

   "Ya, ku dengar Yeri tengah mengandung." Samar-samar ia mendengar percakapan seseorang. 

  "Entahlah, Yeri tidak mengatakan apapun. Ia hanya mengatakan jika calon bayinya itu akan dipergunakan untuk memanfaatkan Jungkook." 

Ia dapat melihat seseorang tengah menelpon sekarang. 

  "Tidak, karena Yeri mengatakan bahwa anak itu akan menjadi anak Jungkook." 

Ujar orang itu lagi. Sooyoung membulatkan kedua matanya. Ia berpikir jika anak yang dikandung Yeri bukan anak Jungkook. 

  "Kau berpikir Jungkook pernah meniduri Yeri?" Terdengar gelak dari seberang. "Bahkan memeluk Jungkook saja, Yeri tidak pernah apalagi jika harus tidur dengan Jungkook. Sudah, aku tutup telponnya. Yeri sedang di toilet." 

Sooyoung bergegas pergi dari sana. Detak jantungnya berpacu dua kali. Ia tidak habis pikir dengan rekan kuliahnya itu. Untuk apa membuat sandiwara konyol seperti itu. Siapa sebenarnya Jeon Jungkook? 

Bukankah pria itu seorang Detektif? Atau hanya–

   "Astaga!!" Pekiknya kuat saat seseorang memegang bahunya. 

  "Kau–" 










































Akhirnya setelah sekian purnama, aku bisa meng-update dirinya.. Maafkan aku Detektif Jeon....

Silahkan. Masih anget...

Enteng aja dulu, baru yang berat-berat...

The Sexy Bastard || Jeon Jeongguk[Slow Update] [On GOING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang