Disinilah Jimin dan Sooyoung berada. Duduk disebuah bangku taman yang terletak tepat disamping gedung rumah sakit. Sekarang sudah pukul 2 siang, ibunya baru saja selesai melakukan operasi. Dan sekarang masih didalam ruang intensif. Selagi menunggu kondisi ibunya, ia dan Jimin berjalan jalan dan duduk ditaman itu. Keduanya masih diame, enggan mengeluarkan sepatah katapun. Soal Jeongguk, pria itu sudah pulang sejak jam 10 pagi karena harus bekerja.
Jimin melirik Sooyoung yang tengah menatap kosong pohon yang sudah tidam ada daunnya itu. Terssnyum tipis dan kembali menatap lurus kedepan.
"Kau mengenal Jeongguk hyung dimana?" Tanya Jimin antara penasaran dan enggan.
Sooyoung melirik Jimin sekilas. "dia membeli barang ditoko tempatku bekerja." Kilahnya.
Tidak ada lagi percakapan setelahnya. Jimin dan Sooyoung sama-sama diam dan tidak ingin mengatakan apapun lagi.
Langkah kaki itu memasuki ruangan yang cukup besar. Jeongguk baru saja sampai di kantor setelah melakukan pertemuan dengan beberapa dewan pengadilan. Jeongguk seorang kepala kepolisian resort Gangnam.
Ia duduk di kursi kerjanya. Bersamaan dengan itu, pintu ruangannya diketuk oleh sesorang. Jung Hoseok, seorang kepolisian dibagian profiler. Ia masuk bersama seorang wanita.
"Ada apa?" Jeongguk berucap kala Hoseok sudah meninggalkan ruangannya.
"Apa seperti itu caramu saat menyambut kedatangan ibu?" Wanita itu masih berdiri di dekat sofa berwarna coklat itu.
"Jika tidak penting keluar dari ruanganku." Jawabnya dingin.
Wanita itu mendengus kesal, Jeongguk enggan menanggapi wanita itu. Ia lebih memilih membaca dokumen beberapa kasus.
"Ayahmu sakit." Ujar wanita itu membuat Jeongguk menghentikan aktivitasnya. Ia menatap wanita itu beranjak dan berjalan pelan kearah wanita itu. "Sampai kapanpun aku tidak akan sudi menjenguknya." Jeongguk berucap setelah berdiri cukup dekat dengan wanita yang disebut dengan panggilan ibu itu.
"Apa ini balasanmu setelah apa yang ayahmu lakukan?" Suara sang ibu cukup tinggi. "Cukup bu!" Bentak Jeongguk yang marah.
"Apa dia pantas ku sebut ayah setelah merebut segalanya dariku?!" Jeongguk mengeraskan kata terakhir.
"Dia penyebab ayah kandungku meninggal, dan ibu menyuruhku untuk memanggilnya ayah?" Jeongguk menyeringai. "Tidak akan pernah. Dan seharusnya ia membusuk dipenjara. Akan kupastikan, aku menemukan buktinya." Setelah mengatakan hal itu Jeongguk meninggalkan sang ibu didalam ruangan.
Sooyoung kembali kerumah sakit, ia diberitahu ibunya sudah sadar. Dan sekarang ia tengah berada diruang inap VIP yang dipesankan oleh Jeongguk untuk ibu Sooyoung. Ia tidak pernah mengerti apa maksud Jeongguk melakukan semua itu.
Saat masuk kedalam ruangan, ia melihat sang Ibu sudah membuka mata dan tengah menonton tv. Wanita itu masih terlihat lemas setelah melakukan operasi selama hampir 4 jam penuh. Ia melangkah mendekati sang brakar sang ibu. Duduk dikursi yang terlihat tepat dikiri sang ibu.
"Aku sudah ibu sudah sadar." Sooyoung mengusap lengan sang ibu.
"Berkat kekasihmu." Ibunya tersenyum.
Mendengar embel-embel "kekasih" yang tersemat pada nama Jeongguk membuatnya tersenyum tipis. Sooyoung menatap sang ibu dengan pandangan sendu. Apa yang akan dikatakan ibunya jika tahu mengenai uang yang digunakan untuk membiayai operasi? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu berkeliaran sejak ibunya selesai operasi. Terlebih Jimin, pasti pria itu tidak akan tinggal diam jika mengetahui semuanya.
"Sudah sore, kau tidak bekerja?" tanya Ibunya. Ia menggelengkan kepala pelan dan tersenyum tipis. "Tidak bu, aku meminta izin untuk menjaga ibu." Sooyoung menggenggam tangan sang ibu.
Wanita paruh baya itu tersenyum. Sooyoung hanya tersenyum tipis.
Hoseok masih menemani Jeongguk di kedai depan kantor. Keduanya tengah duduk berhadapan. Jeongguk terlihat sedikit berantakan, namun hak tersebut tidak menghilangkan ketampanannya. Disesapnya kopi hitam bersekresi pahit itu. Hoseok hanya menatap kearahnya, masih enggan mengatakan apapun. Terlebih setelah apa yang terjadi, mungkin saja Hoseok masih tidak percaya.
"Jenguklah." Bukan pertanyaan, Hoseok tengah memerintahnya. Walaupun Jeongguk adalah atasannya, namun tetap saja Jeongguk adalah adik baginya. "Untuk apa?" Tanya Jeongguk yang hanya melirik kearahnya.
Hoseok menggelengkan kepala. "Setidaknya temui ayahmu, sebelum menyesal." ia lantas meraih frape yang dipegangnya.
"Dia yang membunuh ayahku, Hyung. Untuk apa aku berbesar hati untuknya?" Jeongguk kini menatap Hoseok.
"Apa kau ingat, Jeon? Dia juga orang yang sama yang berusaha menyelamatkan ayahmu sebelum kecelakaan itu terjadi." Hoseok mencoba mengingatkan Jeongguk.
Kini sudah pukul 8 malam, Jeongguk memasuki sebuah ruang inap rumah sakit. Ia melihat Sooyoung yang tidur disofa, sedangkan sang ibu wanita itu tidur diatas brakar. Sooyoung bangun saat merasakan ada yang duduk disisi tubuhnya. Ia menatap Jeongguk sekilas.
"Eoh?" Ia beranjak dari tidurnya.
"Aku membawa makanan untukmu." Ujar Jeongguk menunjuk kantong makanan dengan dagu. Sooyoung lantas mengikuti arah pandang Jeongguk. "Terimakasih." Jawabnya pelan.
"Tidurlah." Ujar Jeongguk mengusap kepala Sooyoung. Gadis itu mendadak kaku dan membulatkan mata. Perlakuan Jeongguk selalu membuatnya berdebar.
"Jeongguk-ssi, apa kau bersungguh-sungguh dengan perkataanmu?" Jeongguk menghentikan aktivitasnya. Menatap Sooyoung dengan pandangan yang sulit diartikan.
Pria itu mengangguk sekilas."Iya,ada apa memangnya? Kau keberatan?" Tanya Jeongguk menarik tubuh itu kedalam pelukan. Dapat dirasakan, Sooyoung menggelengkan kepala pelan. "Tidak, hanya saja aku masih berkuliah. Butuh waktu jika untuk mengurus semuanya." Jeongguk terkekeh. "Jadi kau setuju menikah dengan ku?" Sooyoung melepaskan pelukan. "Ya!" Wajah gadis itu sudah seperti kepiting rebus.
Jeongguk kembali memeluk tubuh itu membiarkan Sooyoung meletakkan dagu lancipnya keatas bahu. Ia mengusap pelan surai gadis itu, entah kenapa sejak melakukannya dengan gadis itu Jeongguk lebih nyaman.
Pria itu bisa dikatakan tidak seperti orang-orang yang berprofesi sama sepertinya. Ia juga manusia, kapanpun bisa melakukan kesalahan ataupun kesengajaan. Seperti melakukan itu dengan Sooyoung.
Wanita paruh baya itu melempar satu vas bunga kearah kaca riasnya. Gretakan Jeongguk tadi pagi sangat membuatnya kesal. Bisa dikatakan ia kesal dengan apa yang telah dikatakannya.
"Dia sudah mati, namun tetap saja membuatku tidak bisa mendekati putra ku sendiri." Ujarnya sebelum mengeluarkan dengusan kesal.
"Sampai kapanpun kau memang tidak bisa mendekati Jeongguk." bariton berat itu mengitrupsinya."Bahkan kau menutupi kejahatanmu dengan namaku. Beruntung, tidak ada bukti yang mengarah padaku." Tambahnya lagi.
"Kau sama saja dengan Jeongguk, Han." Ujar wanita itu menatap.
"kita lihat saja, kau, aku atau Jeongguk yang kalah." Setelah mengatakan hal itu pria itu meninggalkan ruangan.
Geram beradu dengan marah membuat wanita itu melempar benda yang ada disekitarnya. Marah akan semua usaha yang sia sia.
Hwaaa 😱😭 maaf pendek, lagi stuk sama story ini.
Semoga kalian suka
Kasih saran boleh kok 😁
With luv 💜
AstariRestina aka Reni
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sexy Bastard || Jeon Jeongguk[Slow Update] [On GOING]
Fiksi Penggemar(On going) "I want to hear youre sexy voise..." - Jeongguk "You so bastard bitch..." - Sooyoung Apa jadinya jika seorang kepala kepolisian membuat mu tidak berkutik saat diatas ranjang? Dan kesalahan terbesarmu adalah, dengan lancangnya telah mengg...