Bab 12

158 18 9
                                    

TOK TOK TOK

Seokjin dan Jackson sekarang sudah berada di depan rumah keluarga korban pembunuhan yang ditemukan kemarin pagi. Beberapa detik setelahnya, wanita paruh baya membuka pintu. Tadinya wajah wanita itu terlihat lesuh, namun seketika berubah terkejut saat mendapati bahwa rumahnya kini sedang kedatangan polisi.

"Pak polisi? Bagaimana, Pak? Apa ada kabar dari anak saya?" Sentak wanita itu yang memang terlihat sangat gelisah.

Sudah bisa diduga kalau pertanyaan itu akan keluar dari mulut wanita tersebut. Sebelumnya, kemarin rekan Seokjin yang lain juga sempat mendatangi rumah ini untuk meminta data riwayat dari putri sang pemilik rumah yang dilaporkan hilang beberapa hari yang lalu. Sebagai proses antemortem yang akan dilakukan oleh tim forensik rumah sakit atas ditemukannya mayat perempuan kemarin.

Seokjin dan Jackson kini saling pandang lalu mengalihkan netranya kembali menatap wanita paruh baya yang sudah beberapa hari ini berharap-harap medapat kabar baik dari anaknya yang hilang.

"Pak, kenapa Bapak diam saja? Mana anak saya, Pak? Mana Jennie? Anak saya sudah ditemukan kan? Mana dia? Saya ingin menemuinya." Wanita itu menengok-nengok mencari keberadaan anaknya.

"Nyonya..." Akhirnya keluar sebuah kata dari mulut Seokjin. "Sebelum kami memberitahu, kami ingin mejelaskan sesuatu terlebih dulu pada Nyonya."

"Menjelaskan apa, Pak? Anak saya Jennie tidak apa-apa kan?"

"Siapa Bu?" Ucap seorang pria muncul dari balik gorden merah marun, dan terperanjat menghampiri saat melihat siapa tamu yang datang. "Pak polisi, bagaimana kelanjutan dari kabar putri saya, Pak?"

"Ehmm begini, Pak. Jadi kemarin kita..." Seokjin sedikit tak tega untuk melanjutkan kalimatnya.

Sepasang suami istri itu nampak khawatir melihat gerak-gerik Seokjin. Sorotan matanya menjelaskan bahwa mereka sudah bisa menebak apa yang sudah terjadi, namun keyakinan bahwa anak gadis mereka akan kembali membuat mereka memiliki harapan, walau mau tidak mau harus siap menerima kabar buruk yang bisa saja terjadi.

"Kemarin kita menemukan mayat seorang perempuan... dan..."
"Tidak... tidak-tidak... jangan bilang itu Jennie anak saya, Pak." Sela wanita paruh baya tersebut.

Untuk lima detik pertama Seokjin terdiam, lalu berkata, "Kami mohon maaf sebelumnya, tapi berdasarkan hasil identifikasi forensik, mayat yang ditemukan tersebut memanglah Jennie anak Bapak dan Ibu."

Sontak wanita itu runtuh dan menjerit histeris. Secercah cahaya yang tadi sempat terpancar seketika redup. Kini hanya gelap. Gelap yang kosong. Seperti ruang hampa yang hanya menggemakan tangis di dalamnya. Tangisannya terdengar pilu. Begitu pilu hingga menyayat hati Seokjin. Sedangkan suaminya yang turut hancur langsung duduk di kursi ruang tamu sambil menatap kosong. Inilah satu-satunya alasan yang tidak Seokjin sukai dalam pekerjaannya. Menyampaikan kabar buruk. Memang ini bukan yang pertama kalinya ia harus menyampai sebuah kabar buruk, tapi rasanya selalu saja berat untuk melakukannya. Jika disuruh memilih, ia lebih memilih melihat mayat yang tak berbentuk terlindas truk daripada harus melakukan tugas yang menyakitkan ini.

"Kenapa tiap di posisi seperti ini, kita selalu terdiam? Seperti polisi bodoh yang tidak memiliki pengalaman." Bisik Jackson.

"Ketahuilah, selama ini aku juga tidak tahu jawaban dari pertanyaanmu itu."

Tanpa Seokjin sadari matanya pun berembun. Menyaksikan sosok wanita di hadapannya kini berubah menjadi sosok yang menyerupai Ibunya. Benar, matanya berhalusinasi. Yang ia lihat saat ini adalah seorang Ibu yang jiwanya hancur bahkan mungkin sudah tak berbentuk atas kepergian anak perempuannya yang meninggalkan keluarganya untuk selamanya.

Sweet But PsychoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang