"Langsung aja ya kita mulai penilaiannya?"
Beberapa wajah di ruangan itu mengangguk seirama. Beberapa lainnya sibuk memindahkan berkas-berkas yang ada untuk dipisahkan sesuai dengan label keterangan.
Di depan layar proyektor duduk seorang laki-laki dengan rompi cokelat yang akrab dengan panggilan Mas Ilham, juri untuk lomba fotografi SMA Adibrata tahun ini. Senyum ramah dan bingkai kacamata yang menghiasi wajahnya sudah familiar di kalangan pecinta fotografi. Pengalamannya sebagai photojournalist selama lebih dari 10 tahun memang tidak perlu diragukan lagi, karya-karyanya bahkan sudah tidak lagi hanya mejeng di pameran lokal tetapi hingga internasional.
Terima kasih tentunya untuk salah satu anggota klub fotografi kesayangan kita semua kecuali satu orang yang kemarin baru aja berantem, sehingga nama laki-laki itu sedang dilarang untuk disebut saat ini meskipun nggak ada hubungannya sama Voldemort, karena berkat koneksinya klub fotografi kita bisa mendatangkan seorang photojournalist yang sangat prestisius.
"Oke, foto pertama." Layar proyektor seketika menampilkan gambar dari pasangan yang saling tertawa saat menghadap satu sama lain. Pakaian adat Jawa yang dominan berwarna putih mengindikasikan bahwa potret mereka ini diambil pada saat acara pernikahan.
Mas Ilham masih menopang dagu sembari menatap layar proyektor. Menatap dengan teliti dan mungkin sedang menilai sesuatu yang tidak terlihat dari mata para anggota klub. Pastinya penilaian beliau berbeda dengan penilaian siswi bermata sipit satu ini.
"Pasti ni abis dapet job di kondangan terus kesempatan hasilnya dilombain ke kita. Agak irit ya anaknya." Bisik Gita setelah menyiku pinggang sahabatnya.
Anggi yang mendengarnya cuma bisa menatap cewek itu dengan kening mengernyit.
"Foto pertama udah sesuai ya sama temanya, dari teknik pengambilan gambarnya juga udah cukup bagus." Mas Ilhan berhenti sebentar sebelum kembali berbicara. "Sebenarnya untuk menilai sebuah foto ini bagus atau tidak kita perlu tiga hal ya, teknik pengambilan foto, ide dan penyampaiannya. Jadi, saya nggak bisa menilai lebih jauh dulu untuk foto pertama ini karena saya perlu bandingin juga dengan foto-foto lainnya," jelas Mas Ilham kepada para anggota.
Mendengar itu Anggi sebagai salah satu pengurus klub langsung merespon, "Oh iya, Mas. Nggak apa-apa. Mungkin untuk setiap foto kita dikomentarin sedikit aja sesuai apa yang Mas Ilham lihat."
"Oke, sip, Nggi." Mas Ilham mengacungkan jempolnya. "Foto pertama ini menampilkan kebahagiaan khususnya dari sudut pandang cinta di antara pasangan saat prosesi pernikahan. Ekspresi dari kedua pasangan juga jelas tergambar."
Tema dari photo contest yang diadakan tahun ini memang berjudul "Happiness in Frame" jadi tidak heran berbagai macam foto yang ditampilkan oleh layar proyektor ikut menyebabkan seisi ruangan dipenuhi dengan dengan wajah bahagia dan menghangatkan hati. Mulai dari potret yang ada di antara pasangan, keluarga, teman sebaya, bahkan kebahagiaan yang dirasakan saat sendirian.
"Gila keren-keren banget ya foto-fotonya. Si David yang tahun kemarin menang juga ikutan lagi tahun ini," ujar Anggi sembari menatap lagi layar proyektor yang kini menampilkan potret seorang ibu dengan anaknya yang baru bisa berjalan. "Dari sekolah kita ada yang daftar nggak sih? Gue belom sempet liat berkas-berkasnya."
"Ada," jawab Gita. "Tadi tuh si Fariz yang pake foto adeknya lagi ketawa pake daster pura-pura jadi Miss Indonesia. Parah ya tuh anak mentang-mentang setiap foto yang disubmit bakalan dipajang pas pensi. Dia malah ngerjain Rhesa."
"Kasian banget Rhesa punya abang kayak Fariz," Anggi menggelengkan kepalanya tak percaya. "Selain Fariz?" tanyanya lagi.
"Yoga."
KAMU SEDANG MEMBACA
KUMPARAN
Teen FictionKumparan dalam kelistrikan dan elektronika adalah gulungan lilitan kabel atau kawat yang berfungsi untuk menimbulkan medan magnet. Di SMA Adibrata, Kumparan adalah sebutan yang digunakan untuk sekumpulan laki-laki berparas tampan dan juga rupawan. K...