Nadia dan Ratih serta Ibunda Arki menunggu di depan kamar tempat Arki dirawat. Sementara itu, Arki sedang ditangani oleh tim dokter. Mereka berusaha untuk menghidupkan kembali Arki Manjurungi—seorang pasien yang hidupnya jauh dari kebahagiaan dan lebih dekat kepada kematian. Hujan masih turun sejak satu jam yang lalu dan dokter yang sejak tadi lalu-lalang dari dalam kamar. Sementara tiga perempuan yang sejak tadi menunggu bergantian duduk dan berdiri dengan harap-harap cemas.
Nadia yang sejak tadi kehilangan kata dari dalam mulutnya, mencoba untuk membuka suara, "Sebenarnya, apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba Kak Arki bisa begini?"
Mendengar pertanyaan Nadia, Ratih memalingkan wajahnya menatap Ibunda Arki yang duduk dan tak henti menangis. Karena merasa tak enak, Ratih menggelengkan kepalanya memberi tanda kepada Nadia untuk tidak bertanya seperti itu lagi. Sementara itu, Nadia yang merasa bersalah atas pertanyaannya memilih menatap langit Makassar melalui jendela rumah sakit.
Di luar sana, Nadia melihat beberapa motor masih sibuk menembus hujan. Begitu pula mobil yang satu-dua dilihatnya seperti sedang mencari penumpang.
Satu dokter keluar dari dalam kamar dan langsung menghampiri Ibunda Arki yang duduk. Melihat ia dihampiri, Ibunda Arki pun berdiri dan menyambut dokter tersebut, "Bagaimana keadaan anaknya saya, Dok? Arki masih bisa selamat, kan? Dokter harus bisa menolong anak saya agar bisa sembuh dan selamat. Dok!"
Dokter yang datang dengan mengenakan pakaian operasi berwarna hijau itu pun diam dan tidak merespons atas pertanyaan-pertanyaan Ibunda Arki dan hanya bisa tertunduk. Setelah menghela napas dalam-dalam, dokter itu pun membuka suara, "Saya ingin bertanya kepada Ibu, siapa yang terakhir kali memeriksa keadaan Arki ketika pertama kali dirawat?"
Ratih melirik kepada dokter tersebut, Ibunda Arki pun bergumam, "Saya tidak tahu, Dok. Saya lupa siapa yang memeriksa Arki saat itu. Jelasnya, orang yang memeriksa itu mengatakan kalau dia menggantikan dokter yang kebetulan hari itu tidak masuk. Lalu perempuan itu langsung memeriksa Arki."
Dokter yang mendengar jawaban Ibunda Arki pun terkejut mendengarnya, "Kapan itu, Bu? Ibu masih ingat kapan orang itu masuk dan langsung memeriksa Arki?"
"Saya lupa. Mungkin hari pertama atau kedua Arki dirawat. Kenapa memangnya Dok?" Tanya Ibunda Arki yang semakin khawatir dengan keadaan anaknya.
Sementara itu, Nadia berjalan mendekat. Begitu pula Ratih yang mendekat dan ingin mendengar lebih jelas lagi perkataan salah satu dokter yang menangani Arki.
"Ada apa, Dok? Apa yang terjadi sebenarnya dengan Arki?" Tanya Ratih yang sudah tidak mampu menahan rasa penasarannya.
Dokter itu pun menatap Ratih dan Nadia, "Kalian siapa?"
"Saya temannya Arki, Dok," jawab Ratih.
"Saya juga temannya, Dok," jawab singkat Nadia saat dokter menatap wajahnya.
"Sejak kapan kalian menjaga Arki?" Tanya dokter tersebut.
"Sejak Arki masuk pertama kali, Dok. Kalau soal orang yang masuk memeriksa Arki, saya tidak tahu siapa orangnya. Karena saya sudah lupa karena saya tidak setiap saat berjaga," jawab Ratih seperti yang sebenarnya terjadi. Lalu, setelah mendengar jawaban Ratih, Nadia pun menjawab seadanya, "Kalau saya lebih jarang lagi, Dok. Karena saya harus mengurus kegiatan di sekolah menggantikan peran Arki. Makanya saya jarang ke rumah sakit."
"Selama kalian di rumah sakit. Apakah kalian pernah mencurigai seseorang yang masuk ke dalam kamar perawatan?" Tanya dokter tersebut serupa polisi yang menginterogasi saksi mata.
Ratih dan Nadia saling berpandangan. Seperti diberi tanda sebelumnya, mereka pun dengan kompak menggelengkan kepala sebagai tanda bahwa mereka tidak tahu apa-apa selain menjaga Arki hingga ia sadarkan diri seperti sedia kala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arah
Teen FictionArah, ke mana kau akan berlabuh untuk cinta yang belum meninggalkanmu? Masa depan atau masa lalu yang kau tinggalkan? Percayalah, cinta tidak akan tersesat.