Bagian 6

80 11 0
                                    

 "Sudah bertemu dengan Nadia?" Ratih bertanya kepada kekasihnya saat mereka makan malam di salah satu restoran mal Panakukkang.

Arki yang sibuk membaca buku-el di gawainya, memalingkan wajahnya, "sudah, saya juga sudah bicara sama Agni."

"Jadi?"

"Jadi bagaimana maksudnya?"

"Hubungan kalian. Hubunganmu dengan Agni. Sudah selesai?"

Arki diam. Ia menggelengkan kepalanya pelan-pelan.

"Kenapa bisa Arki?"

"Semua butuh proses, Ratih. Saya harus pelan-pelan, semua tidak semudah yang kamu harapkan." Arki menyimpan gawainya. Melipat kedua tangannya di atas meja. Ia melanjutkan, "mengakhiri hubungan itu tidak mudah, Ratih. Memulai hubungan lebih mudah daripada mengakhirinya. Tetapi, manusia pun tidak mudah memulai sebuah hubungan setelah mengakhiri hubungannya dengan sangat pelik. Saya harus memulainya untuk mengakhiri ini dengan sangat hati-hati dan pelan-pelan, Ratih."

"Apakah saya bisa mempercayaimu, Arki?"

"Apakah usahaku mempertahankan hubungan kita dengan mengakhiri segala yang berkaitan dengan hati dan perasaan masih kurang untuk kau percayai, Ratih?"

Ratih tersenyum, ia lalu menggenggam tangan Arki di atas meja. Setelah mereka menghabiskan makanan, Arki dan Ratih pun meninggalkan restoran tempat mereka makan.

"Arki sampai kapan saya harus merelakanmu seperti ini?" tanya Ratih saat di perjalanan.

Sementara Arki yang mengendarai motor, mendengar pertanyaan kekasihnya, ia hanya bisa menjawab, "saya belum bisa menjawab pertanyaanmu, Ratih. Saya belum bisa menentukan jangka waktu yang kamu tanyakan."

Tak ada yang mampu menebak waktu, Ratih. Menebak hatimu pun adalah hal tersulit yang pernah saya lakukan di muka bumi. Meski saya tetap butuh waktu untuk itu, gumam Arki dalam hati. Ratih semakin mempererat pelukannya ke tubuh Arki. Arki segera saja mengusap tangan kekasihnya. Setelah dari mal, mereka pun segera ke kafe Bukabuku.

Kris menyapa Arki dan Ratih yang langsung duduk di mini bar yang kebetulan kosong. Kris menghampiri mereka, "hai, mau minum apa?" Ratih hanya menjawab singkat, "saya mau minum Thai tea saja Kris. Oh iya, bagaimana kabarmu?" Maka langsung dijawab, "saya baik-baik saja, Ratih. Masih seperti hari-hari kemarin dan besok."

Kris lalu melirik ke arah Arki, "Arki?"

Arki yang duduk dan tampak sedang memikirkan sesuatu memalingkan wajahnya ke arah Kris dan Ratih, "saya minum teh hangat saja, Kris."

"Baik," Kris pun berlalu kembali ke dapur.

"Arki ada apa sebenarnya?" Ratih heran melihat tingkah laku kekasihnya.

Arki tersenyum, "tidak ada apa-apa kok, Ratih. Saya baik-baik saja." Saya hanya butuh waktu untuk menentukan memilikimu selamanya atau meninggalkanmu sejenak dan tak tahu kapan akan kembali kepadamu, lagi, gumamnya dalam hati. Pengunjung kafe silih berganti datang dan pergi. Setiap tempat, akan ada suatu masa kedatangan dan kepergian bertemu dalam satu titik yang disebut pintu atau perjumpaan. Perjumpaan adalah perihal tentang bertemu. Jika manusia bertemu dengan manusia lainnya, tak lama, mereka pun akan merelakan manusia lainnya pergi.

Arki mengalaminya sekarang. Ia berada di titik perjumpaan, merelakan segala yang telah dijaganya dengan baik atau mendatangi kembali tempat yang dulu ia tinggalkan.

"Arki? Arki?" tanya Ratih yang mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Arki.

Arki segera sadar dari lamunannya, "tidak apa-apa, Ratih. Saya baik-baik saja." Ratih lalu merespons, "tapi kenapa hari ini kamu seperti sedang memikirkan sesuatu?"

ArahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang