BAB 8 - Kebahagiaan dan Bertubi Ujian

55 31 2
                                    


Hamzah benar-benar sudah kembali. Dia benar-benar memproritaskan keluarga. Dia berjanji akan memperbaiki semuanya. Kali ini aku yakin dia sungguh-sungguh.

Hamzah juga selalu pulang tepat waktu, dia selalu menyisihkan waktu untuk keluarga.

"Besok kita liburan ke puncak yuk." Hamzah mengajak anak-anak.

"Asyik. Ayo kita siap-siap." Hakim bersorak gembira.

Alhamdulillah sejak hubunganku dan Hamzah membaik, kondisi kesehatanku juga stabil. Aku tak lagi lemah seperti dulu, harus ku akui Hamzah yang membuatku seperti ini.

"Hati-hati mainnya." Aku mengingkatkan anak-anak.

"Makasih ya, Sayang." Hamzah menggenggam tanganku.

"Makasih untuk?" Tanyaku bingung.

"Makasih buat kesempatan kedua yang kamu beri, aku janji aku nggak akan menyia-nyiakan kesempatan ini." Hamzah mengecup keningku.

Telepon di malam hari itu membuat dadaku sesak, gelas yang aku pegang pecah. Tetangga Mama mengabarkan kalau Mama masuk rumah sakit dan keadaannya kritis.

Kabar itu membuat aku terjatuh lemas.

"Kenapa, Sayang? Siapa yang telepon?" Tanya Hamzah cemas.

"Mama masuk rumah sakit, Kak. Kondisinya kritis." Jawabku.

Malam itu juga aku, Hamzah dan anak-anak meluncur ke rumah sakit.

Sesampainya di sana, aku langsung ke ruang rawat Mama. Dokter masih di dalam. Di depan ruangan ada tetangga yang mengantar, katanya Mama terjatuh lalu pingsan.

"Gimana kondisi Mama saya, Dok?" Tanyaku saat dokter keluar dari ruang periksa.

"Mama Anda kritis akibat benturan keras di kepalanya." Jawab dokter.

Mendengar jawaban dokter, badanku kembali lemas. Aku langsung terjatuh duduk ke kursi seketika airmataku tumpah.

"Makan dulu ya, Sayang. Dari tadi pagi kamu belum makan." Kata Hamzah.

"Aku nggak lapar, Kak. Aku mual banget." Keluhku. Sejak mendengar kondisi Mama, badanku langsung drop tapi aku berusaha kuat demi Mama.

"Kalau kamu sakit, siapa yang akan merawat Mama. Pelan-pelan dipaksa makan." Bujuk Hamzah.

Pelan-pelan aku paksa makan, Hamzah benar, kalau aku sakit siapa yang merawat Mama? Aku harus sehat.

Sampai malam hari, kondisi Mama belum juga membaik. Mama belum juga melewati masa kritisnya.

Hingga tengah malam, suatu hal buruk terjadi pada Mama. Nafasnya tidak beraturan. Membuatku panik. Saat itu juga aku keluar mencari dokter. Dokter memintaku menunggu di luar agar dokter leluasa melakukan tindakan.

Aku segera menghubungi Hamzah. Hamzah detik itu juga langsung meluncur ke rumah sakit.

Sudah hampir setengah jam dokter memeriksa Mama, mengapa lama sekali? Mama kenapa sebenarnya?

Hamzah datang bersama Bunda. Bunda langsung menenangkanku.

Akhirnya dokter keluar setelah lama memeriksa Mama. Dokter menyampaikan kabar duka, Mama meninggal dunia.

Allah mohon bukakan pintu surga untuk Mama. Aku tak kuasa menahan tangis. Aku memeluk erat jasad Mama untuk terakhir kalinya.

Hari ini aku memakamkan jasad Mama. Dulu Mama berpesan, ingin dimakamkan di samping Papa. Alhamdulillah aku bisa memenuhi keinginan terakhirnya.

TAKDIR CINTA [DALAM PROSES]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang