BAB 2 - Dia Benar Benar Serius

70 39 5
                                    


Sudah seminggu yang lalu aku menyelesaikan tugas di Bandung, dosen pembimbing puas dengan paparanku. Beliau juga langsung memberitahu jadwal sidang.

Bulan depan aku sudah bisa sidang, para pihak sudah menyetujuiya.

Aku begitu gigih mempersiapkan diri, aku setiap hari latihan di depan kaca.

Mama terus menyemangatiku.

"Semangat sayang.."

Dan hari itupun tiba.

Hari itu, aku ditemani Fatimah dan Mama.

Diruang sidang sudah siap 4 dosen yang akan siap mengujiku. Salah satunya dosen pembimbingku. Dengan perasaan tegang aku memulainya.

Alhamdulillah, semua berjalan dengan lancar. Para dosen puas dengan penjelasanku. Mereka menutup sidang ini dengan memberiku tepuk tangan.

Setelah itu aku diminta untuk menunggu diluar. Mereka hendak berdiskusi mengenai kelulusanku.

15 menit kemudian, aku diminta untuk masuk kembali.

"Selamat kamu lulus dengan nilai A!" dosen pembimbing memelukku. Dosen yang lainnya menyalamiku.

"Bunda.. aku lulus!" Aku menghampiri Bunda layaknya anak kecil yang baru saja mendapat mainan baru.

Bundapun tak bisa berkata-kata selain menangis haru.

Begitu lulus aku langsung mencari pekerjaan. Tak mudah mencari pekerjaan sesuai bidangku. Beberapa kali melakukan interview, beberapa kali ditolak.

"Memang tak mudah mencari pekerjaan, Nak." Bunda mengusap kepalaku.

Aku hampir menyerah. Tapi setiap kali aku mau menyerah, terbesit di pikiran, kalau aku tidak bekerja siapa yang akan menanggung hidup kami. Dulu Mama sudah mencukupi kebutuhanku, sekarang saatnya aku yang menanggung kehidupannya.

Setelah 2 bulan kesana kemari mencari pekerjaan, alhamdulillah aku mendapat panggilan interview dan langsung diterima. Aku bekerja sebagai asisten pengacara yang bisa dikerjakan di rumah. Aku hanya perlu ke kantor seminggu sekali pada saat rapat.

Sebulan sudah aku tak bertukar kabar dengan Hamzah. Apa dia hanya main-main dengan ucapannya sebulan yang lalu? Ah aku tak ingin menciptakan luka dengan terlalu berharap dengannya.

Aku banyak menceritakan tentang Hamzah pada Mama. Mama sangat antusias mendengarnya, beliau juga salut dengan kegigihan Hamzah. Aku juga bercerita bahwa Hamzah berniat datang ke rumah.

"Siapa tahu dia akan melamarmu." Goda Mama.

"Aku tak ingin berharap lebih, Mah." Sahutku.

Tak lama setelah mengobrol dengan Mama, ponselku berdering. Ya benar sekali, Hamzah mengirim WhatsApp.

Hamzah:

Husnul:

]\

Hamzah:

Deg! Niat baik? Ada perasaan bahagia yang mengalir deras dihatiku. Dengan tubuh bergemetar aku membalas pesannya.

Husnul:

Aku hanya menjawab singkat. Aku tak tak tahu lagi harus balas apa.

Hamzah:

Husnul:

Hamzah:

Husnul:

;

Aku dengan semangat sekaligus deg deg-an menyampaikan berita ini pada Mama. Mama sangat bahagia mendengarnya.

TAKDIR CINTA [DALAM PROSES]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang