Rasa yang tak kasat mata

18 0 0
                                    

Kelas terlihat sepi, hanya ada Ferdinan yang memasukinya sepersekian menit sebelum Wawan tadi. Sekarang terlihat Ferdinan setengah tidur dengan posisi berbaring diatas susunan kursi. Sedangkan Wawan, sibuk dengan secarik kertas dan pulpen. Entah apa yang sedang dibuatnya.

"Ehem," terdengar suara seseorang berdehem. Direbutnya oleh orang itu kertas yang sedang diperbuat Wawan.

"Ngapain si lo? udah sono tidur aja. Dari tadi gue juga gak ngusik lu!" Wawan pun bedecak kesal dengan orang yang dikenal Ferdinan itu, sekarang sedang menyimak apa yang ditorehkan dikertas itu oleh Wawan.

"Oh, jadi tadi lu ngira-ngira kalau gue suka sama Kalla, karna lu suka sama dia?" Sahut Ferdinan tengil, kemudian dikembalikanya lagi kertas yang dipegangnya.

"Dasar bayi bagong, tukang bacot!"

"Kalau lu gak suka sama dia kenapa lu gambar muka dia di kertas itu?" Ucap Ferdinan menunjuk kearah kertas yang baru saja ia letakkan dimeja.

"Gue gak minat berbagi cerita sama lu." Wawan menatap Ferdinan sinis.

"Santai kali, Udahlah gue mau keatap. Ikut gak lu?"

"Kagak, lagian bell juga udah bunyi."

Warga sekolah kembali memasuki ruangannya masing-masing. Berbeda dengan satu manusia, saat ini dirinya berada diatap sekolah seorang diri berpesta dengan sebatang rokok yang terselip diantara kedua bibirnya. Sampai, beberapa laki-laki ikut naik ke atap dimana Ferdinan berada.

"Liat, siapa yang ada disini?" Kata salah satu dari mereka.

"Oh, jadi ini anak yang sok jagoan, yang baru aja masuk ruang BK? " Merekapun mendekati Ferdinan yang sedang berpesta dengan rokok yang dihisapnya.

"Jangan lagi-lagi lo gangguin gue, urus aja hiduplu yang amburadul itu. Udah puas lu kena kroyok kemarin? Seinget gue, kemarin lu berdua kan? Mana yang satu lagi? Mati?" Dia tertawa puas.

Ocehan mereka yang bertele-tele  membuat  Ferdinan menyemburkan sebatang rokok yang sedang dinikmatinya tadi, ke wajah laki-laki brengsek itu sampai membuat tawa kerasnya tersontak langsung berhenti seketika. "Jangan cari ribut, kalo gak mau mati." Ferdinan memincingkan senyum yang menghina, dan pergi meninggalkan mereka.

Flasback on

"Fer, nih minum." dengan tak berdosa ia menyodorkan minuman memabukkan kapada Ferdinan.

"Sejak kapan lu jadi bobrok kek gini? Van" Ferdinan memincingkan tatapanya kepada  Vano yang sudah setengah sadar.

"Alah, jangan sok suci lu Fer. Coba dikit aja kepumpung lagi disini."

"Gue emang bangsat, tapi gue gak bego kayak lo."

"Fer, gue dateng jauh-jauh dari Australi ke Jakarta bukan mau denger ocehan lu yang gak guna itu."

"Yaudah, sono buru-buru balik. Ngapain lu segala nyamperin gue." Ferdinan meninggalkan Vano melangkahkan kaki ke pintu keluar, menuju parkiran. Beranjak memasuki  Ferrari-nya.

Tolong...!

Teriak seorang perempuan berseragam, yang digeromboli oleh sekelompok laki-laki membentuk formasi melingkarinya. Gema suara tersebut mendominasi suasana waktu itu. Orang disekelilingnya tampak acuh, tak menanggapi teriakan anak SMA yang begitu ketakutan.

Ferdinan berdecak kesal mendengar keributan yang membuat gendang telinganya hampir pecah, tak banyak berfikir ia memukuli gerombolan itu satu persatu. Namun jumlah mereka yang terlalu banyak, membuat dirinya agak kewalahan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 27, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Linear JARAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang