38. Surai Hitam

7K 247 7
                                    

Bayu baru selesai mandi, di atas meja rias milik Dara sudah tersedia secangkir teh, obat-obat yang sudah ditata di atas piring kecil siap ditelan, dan dua buah donat di piring. Setelah menyisir rambutnya, Bayu mengambil cangkir tersebut dan membawanya duduk di ranjang. Menikmati tehnya sembari mengecek ponselnya, semalam dia lupa mengabari orangtuanya. Benar saja, beberapa panggilan tak terjawab dan pesan memenuhi layar kunci ponselnya.

Setelah mengirim pesan, Bayu memperhatikan kamar yang semalam dia gunakan untuk tidur. Baru pagi ini Bayu sempat melihat sekeliling, semalam terlalu lelah.

Hanya ada ranjang, lemari dua pintu ukuran sedang, meja rias berisi hal-hal yang tidak Bayu pahami, kursi rias, gantungan baju. Di lantai sisi kanan ruangan sebelah jendela ada meja kecil berisi mukena, sajadah, dan mushaf, serta tergelar karpet untuk shalat. Sederhana. Tidak ada hiasan, hanya ada beberapa figura yang tertempel di dinding. Foto kelulusan Dara saat SMA, foto keluarga, juga foto pernikahan mereka. Sepertinya, perempuan itu sengaja meletakan foto pernikahan di kamarnya baik itu di Solo maupun di Bandung.

Bayu meletakan cangkirnya yang tersisa sedikit, dia bangkit dan sebisa mungkin membereskan tempat tidur. Setelahnya dia membuka jendela. Dari jendela kamar, Bayu hanya disuguhi jalan setapak ke arah belakang rumah. Setelah itu rumah tetangga.

Bayu keluar kamar tanpa berniat memakan donat dan meminum obat terlebih dahulu. Sepi. Itu definisi suasana saat Bayu sudah berada di ruang tamu. Sepertinya semua orang sedang berada di warung. Padahal ini baru jam 6 lebih sedikit. Tadi setelah subuh di masjid yang tidak jauh dari rumah, laki-laki itu memang kembali tidur. Karena badannya benar-benar tidak enak. Sedangkan dia tau istrinya sejak dini hari sudah membantu ibu mertuanya di dapur. Semoga saja ibu mertuanya tidak menganggapnya menantu yang malas.

Ternyata warung mertuanya sudah ramai, terdapat beberapa motor dan sepeda yang terparkir. Saat masuk ke dalam, terdapat beberapa laki-laki yang sudah berumur sedang memakan gorengan dan minum kopi. Mereka sedang mengobrol, dan Bayu tidak paham. Begitunya beberapa Ibu-ibu yang terlihat sedang menunggu mertuanya yang berada di balik etalase menyiapkan pesanannya.

Sekarang, dia seperti ada di tempat asing. Seperti di luar bumi. Dia tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan di sana. Semua menggunakan bahasa Jawa.

"Loh Bu Imah, iku mantune yo?
(itu menantunya ya?)" ujar salah satu laki-laki yang melihat Bayu masuk ke warung. Semua pembeli langsung menoleh ke arah Bayu yang berdiri. Sekarang laki-laki itu sedang mengangguk dan tersenyum kepada pelangan mertuanya.

"Mas Bayu?!..." ujar Ibu saat melihat Bayu.

Ibu kemudian melihat ke arah pembelinya, memberikan senyum bangga. "Iyo, lagi prei. Dadi mangkate nyusul Mba Dara.. Mas Bayu duduk aja nggak pa-pa."
(Iya, baru libur. Jadi berangkatnya nyusul)

Ibu menyerahkan pesanan kepada Ibu-Ibu yang sudah menunggu, Bayu pun duduk di salah satu kursi. Di meja ada toples kerupuk, peyek, juga beberapa kue tradisional. Bahkan ada donat yang ada di kamarnya. Apakah istrinya mengambilnya dari warung Ibu?

Bayu mengangkat wajahnya saat Tari sudah duduk di sampingnya. Gadis itu tersenyum sembari membawa nampan berisi puluhan sendok.

"Mau Mas bantu?" Bayu menawarkan diri, sejujurnya dia bingung harus berbuat apa. Masak dia duduk saja melihat lalu lalang pembeli.

Tari mengangguk, "Tari ambil lap lagi dulu.." gadis itu sudah berlalu ke arah area kerja Ibunya.

"Ganteng ngono mantumu Mba...
(Ganteng begitu menantumu, Mba)" ujar salah satu Ibu sembari melirik Bayu.

Ibu Dara hanya tersenyum, Bapak-bapak yang sedang ngopi dan sarapan sebelum ke sawahpun ikut menyahut.

"Lha Mba Dara ki yo ayu kok, mosok bojone elek tho... (Lha Mba Dara kan ya cantik, masak suaminya jelek) " ujar laki-laki berkaos salah satu partai sembari menggigit bakwan.

bukan PERNIKAHAN IMPIAN √(PINDAH KE DREAME)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang