Hari ini Jisung sudah bisa pulang dari rumah sakit, setelah empat hari ia dituntut untuk istirahat di bangkar tanpa kemana-mana membuat badan Jisung menjadi sedikit kaku.
Sekarang Jisung sedang dalam perjalanan pulang menuju rumahnya, ia duduk di halte yang lumayan ramai karena jam pulang kerja. Jisung merapatkan mantelnya karena musim dingin tahun ini suhunya menurun dibandingkan tahun kemarin yang membuatnya berkali lipat lebih dingin.
Bis nomor 332 melaju mendekati halte, sebagian orang bersiap mendekat untuk masuk ke bis tersebut. Jisung menatap nomor bis itu. Bukan, bis menuju rumah Jisung bukan itu. Bis tersebut menuju apartemen Jeno dan Renjun.
Orang-orang mulai naik, Jisung masih berdebat dengan pikirannya. Apakah ia harus ke apartemen Jeno dan mendapatkan babak belur yang baru atau kembali ke rumah dan menyeduh teh hangat.
Pintu bis mulai tertutup, Jisung berlari dan mengarahkan lengannya ke tengah-tengah pintu bis sampai akhirnya pintu bis tersebur tidak jadi tertutup. Jisung naik lalu membungkuk sedikit untuk minta maaf kepada supir, ia menempelkan kartu lalu mencari tempat duduk. Jisung lebih memilih untuk ke apartemen Jeno, entah apa yang akan terjadi di sana. Jisung tidak tau, setidaknya ia ingin bertemu dengan Renjun walaupun nantinya ia akan terluka kembali.
°too much°
Jeno menggandeng tangan Renjun menyusuri trotoar yang dipenuhi salju, onyxnya menangkap gerak-gerik Renjun yang menggigil. Jeno menarik tangan Renjun menuju salah satu kedai, "Ingin minum teh? Atau makan odeng?" Tanya Jeno.
Berbelanja bulanan dimusim dingin memang menyusahkan, apalagi jika tidak punya kendaraan pribadi. Itu membuat belanja bulanan terasa seperti rintangan.
Renjun menatap kedai yang ada di depannya sekilas lalu mengangguk dengan bibir yang bergetar. Jeno mengambil plastik yang Renjun bawa dan tersenyum lalu menarik tangan Renjun untuk masuk ke dalam tenda kedai tersebut.
Setelah mencari tempat duduk, mereka memesan beberapa makanan dan minuman hangat yang bisa meredakan rasa menggigil.
"Aku jadi kepikiran soal Ten" Renjun membuka percakapan.
"Ada apa?"
"Dari mana dia tau kalau aku yang membantai seluruh perawat di rumah sakit jiwa itu. Apakah ada orang lain yang mengetahuinya juga?" Renjun mengaduk-ngaduk tteokpokki yang ia pesan tanpa minat untuk melahapnya.
"Ten itu istrinya Dokter Taeyong. Menurutku wajar kalau Ten tau soal kematian suaminya sendiri, tidak ada istri yang rela suaminya dibunuh" Jeno mengusap punggung sempit Renjun, berusaha menenangkan kekasih mungilnya.
"Walaupun Jen, seharusnya memang tidak ada yang tau siapa pelaku dibalik pembantaian tersebut. Bagaimana kalau aku terungkap dan ditangkap, dipenjara atau bahkan dihukum maㅡ"
"Shh. Tidak ada yang akan mati, kamu tidak boleh meninggalkan ku, ingat?"
Renjun mengangguk kecil.
"Bagus. Karena kamu tidak boleh mati, tidak jika bukan aku yang membunuhmu sendiri" Jeno tersenyum hingga matanya pun ikut lalu mengecup dahi Renjun.
"Sekarang makan lah"
Renjun tersenyum kecil lalu mulai melahap makanannya.
°too much°
tok tok tok.
"Masuk"
cklek.
KAMU SEDANG MEMBACA
ɴᴇғᴀʀɪᴏᴜs: [1] too much °noren ✔
أدب الهواةɴᴇғᴀʀɪᴏᴜs series; "i loved you too much. sorry" warning! • buku ini bertema boyxboy. • ada adegan kekerasan dalam buku ini. • semua tokoh dalam buku ini hanya milik tuhan dan tokoh itu sendiri. • jangan termakan mentah - mentah watak dari tokoh yang...