Praduga Tak Bersalah✔

27.5K 1.5K 66
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


3

"Miris! Masa lalu telah membunuh lo!"

Untuk pertama kalinya dalam sejarah hidup Shalsa Senja Arunika, dia berpenampilan begitu menawan. Rambutnya bergelombang jatuh menutupi punggung, polesan bedak dan sedikit blush on sudah cukup membuat dia tampak seperti ratu. Tapi tetap saja raut wajahnya tak berubah datar bahkan tidak menyukai dirinya sekarang.

Ini bukan kamu sa, mana ada cewek cupu kayak kamu bisa tampil cantik.

Yasudah, demi Kenan kamu harus berubah. Siapa tahu kamu bisa masuk surga karena membantu emosi dia kembali stabil.

Shalsa mengatur nafasnya, mungkin memang saatnya dia berubah. Hidup tidak hanya soal ambisi untuk menjadi terbaik, tapi juga pencarian cinta sejati. Satu rasa yang membuat hidup lebih bermakna. Dengan langkah ragu dia keluar dari kamarnya, dia juga siap menerima segala pernyataan yang pasti saja dilayangkan untuknya.

"Masya Allah, ini anak papa?" Roy memegang kedua pundak Shalsa, lalu memutar tubuh Shalsa hingga 360°

Mendengar sedikit sorakan dari suami, Fani bergegas menghampiri ke sumber suara. Dia tidak kalah kaget, kain lap yang dia pengang pun terjatuh.  "Ya tuhan anak mama cakep banget, kamu kenapa akhirnya mau merubah penampilan kamu sayang?  Mama suka," pujinya mengecup kening Shalsa.

Shalsa melangkah mundur, perkataan papa mamanya seakan menyatakan jika dulu dia sangat tak menarik. "Apa kamu sedang jatuh cinta ya?" tebak Roy berhasil membuat mata Shalsa terbelalak.

"Apaan sih pa," ucapnya risih.

"Udah ah, sasa mau berangkat dulu," sambungnya berlari meninggakan kedua orang tuanya.

"Biar papa anter ya Sa?" tawar Roy setengah berteriak.

Tak ada jawaban, begitulah selalu. Shalsa tak mau diantar jemput oleh kedua orang tuanya, bukan tak ingin tapi dia sadar bahwa mereka punya pekerjaan masing-masing yang tak bisa di tinggalkan.  Biasanya Shalsa berjalan menuju halte yang jaraknya sekitar 500 meteran, lalu naik bus dan berhenti di halte sekolah. Belum cukup sampai disitu dia harus berjalan dulu dari halte sekolah ke gerbang sekolah sejauh 100 meteran. Itu rutinitas Shalsa, dia menikmati hingga saat ini.

Kring... Kring... Kring...
Suara memekakan telinga makin mendekat, Shalsa mendengus kesal. Itu teman komplek rumahnya, hobi banget pakai sepeda kesekolan. Dia memutar bola mata sebal,  sebentar lagi huffft, bisiknya dalam hati.

"Minggir jomblo lewat," teriak pria tersebut, selalu begitu.

Eh eh eh

She is Mine [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang