Club Malam

414 2 0
                                    

Ada beberapa pasang mata yang menatap Deni dengan pandangan aneh saat cowok itu baru saja memasuki club malam. Mungkin mereka berpikir, anak masih bau kencur kok berani-berani masuk ke dalam area ini tanpa adanya pengawasan dari orang tua mereka? Yah meskipun mereka semua pada gak tau kalo sebenernya Deni itu udah berusia 21 tahun, yang artinya sah-sah aja masuk ke dalam club malam tanpa adanya pengawasan dari orang tua.

Ia bahkan harus ditodong si algojo pengawas club malam itu supaya menunjukkan KTPnya, untuk memastikan bahwa ia boleh masuk ke dalam atau tidak. Tapi setelah mengetahui bahwa Deni sudah cukup umur untuk memasuki area itu, si algojo-algojo berbadan kekar itu langsung mengizinkan Deni masuk.

Mungkin wajah kekanakan Deni membuat siapa saja yang melihatnya berpikir bahwa Deni masih SMA dan berusia di bawah 20 tahun. Apalagi dia masang wajah super galau saat ia melewati algojo itu, membuatnya nampak seperti anak SMA baru putus cinta yang berniat mengakhiri malamnya di club itu.

Bahkan sebelum ia mencicipi pahitnya minuman alcohol yang bikin pusing, ia sudah merasakan bahwa kini tubuhnya terasa begitu lemas. Langkahnyapun sempoyongan nyaris tak terkendali. Lalu ia memutuskan mendekati seorang bartender untuk menyiapkan segelas alcohol untuk ia minum.

“Lagi putus cinta?” si bartender dengan nametag Geri bertanya. Deni hanya tersenyum kecut menjawabnya. “Siapa yang mutusin?” tanyanya lagi.

“Gak tau. Kayaknya gue deh yang mutusin,” jawab Deni.

“Terus kenapa lo yang galau?”

“Gue ngedapetin dia selingkuh. Terus gue putusin gitu aja. tapi kayaknya dia masih belum tau kalo udah gue putusin.”

“Wah, tragis banget nasib lo,” goda si bartender, membuat Deni kembali menyunggingkan senyum kecut seakan setuju dengan perkataannya. “Nih minuman lo. Jangan langsung dihabisin sekali tegak atau lo bakal berakhir di ruag UGD malem ini,” Geri menyodorkan segelas minuman vodka beralkohol tinggi kepada Deni. Menurut Geri, minuman jenis ini yang pasti bisa meredakan yang namanya patah hati.

Dengan perlahan ia meminum alcohol itu. namun sedetik kemudian ia langsung menyemburkan minuman yang bahkan belum sempat membasahi kerongkongannya itu.

“Minuman apa ini? pahit amat!” seru Deni. Geri menaikkan sebelah alis, namun ia langsung mengangguk-angguk maklum mengetahui bahwa pelanggan di depannya ini rupanya belum pernah sedikitpun mencicipi rasanya minuman beralkohol.

“Kayaknya lo belum pernah ngerasain minuman alcohol. Coba yang ini, rasanya agak pahit sih, tapi mendingan daripada yang sebelumnya,” Gery menyodorkan segelas minuman alcohol lainnya. Walau sempat ragu untuk meminumnya, akhirnya Denipun meneguk minuman itu dengan perlahan. Bener kata Geri, rasanya memang agak pahit. Tapi mendingan daripada vodka yang sebelumnya.

Belum juga habis segelas penuh, Deni udah teller duluan. Geri yang menyadari itu langsung berdecak. Lalu ia berseru, memanggil salah satu temannya.

“Woi, Ton! Ada anak baru nih!”

“APA?!! ANAK BARU?!!” sebuah suara cempreng khas banci perempatan menyahut seruan Geri. Jelas itu bukan suara Toni, melainkan suara Issabella—cewek jadi-jadian yang rajin banget ngunjungin tempat itu untuk selanjutnya nempel terus sama Toni. Dengan sepatu high heels setinggi 15 cm itu, Issabella datang dengan gaya centilnya menghampiri Deni yang udah teller di hadapan Geri.

“Noh. Bawa ke Toni!” kata Geri sambil menuangkan vodka ke dalam gelas untuk pelanggannya yang lain.

“Boleh nih, om?” tanya Isabella seraya mengedipkan kedua bulu matanya pada Geri. Geri bergidik ngeri, namun tak urung mengangguk juga.

“Udah sono bawa! Eits! Tapi langsung kasihin ke Toni. Jangan dibuat maenan! Sono! Sono!” usir Geri dengan sadisnya. Si Issabella menggerutu tak jelas. Lalu ia melepas high heelsnya untuk selanjutnya memapah tubuh Deni yang sudah benar-benar tak sadarkan diri di sampingnya.

“Uh! Ni anak berat bener ya? Cin! Cin! Bantuin gue dong!” dengan nada sumbangnya Issabella berteriak memanggil salah satu teman ceweknya di sudut ruangan. Cewek yang satu ini cewek beneran. Maksudnya ia bukan cewek jadi-jadian semacam Issabella tadi.

“Bantu apaan?” tanya cewek itu yang tau-tau udah nongol di hadapan Issabella.

“Bantuin gue mapah ni anak baru. Aduh. Keliatannya aja badannya kecil, tapi beratnya bikin encok!” Issabella menyampirkan lengan kanan Deni di bahu cewek itu. Si cewek awalnya menggerutu, berniat untuk menolak memberikan bantuan pada Issabella namun gagal saat Issabella buru-buru menyerahkan bebannya pada cewek itu.

“Mau dibawa kemana nih?” tanya si cewek.

“Ke om Toni lah. Ke siapa lagi?” lalu keduanya kembali memapah tubuh Deni menuju sebuah ruangan yang disinyalir merupakan ruangan pribadi milik Toni—si penguasa club malam itu.

Sesampainya di dalam, baik Issabella maupun cewek itu langsung merebahkan tubuh Deni di atas sofa. Keduanya berdecak heran. Kenapa ni cowok kagak bangun-bangun ya? Padahal dari tadi cara mapah kedua makhluk gak jelas itu bener-bener berantakan! Ada juga Issabelle sempet nginjek kaki Deni, tapi sumpah tu cowok kebo amat! Apa emang dia bener-bener mabuk ya?

“Ton, mau lo apain ni cowok?” tanya cewek itu pada Toni. Toni mengeluarkan rokok Grendelnya, lalu menyulut ujungnya dan menyelipkan rokok itu ke dalam bibirnya.

“Lo mau? Kalo mau ambil aja? gue udah kebanyakan stok,” kata Toni seraya menghembuskan asap rokok dari dalam mulutnya. Cewek itu memutar kedua bola matanya. Sementara Issabella langsung berseru protes.

“Om! Mana mau sih Rere sama cowok begituan? Mending buat eke aja? ya? Ya?”

“Eh! Eh! Sapa bilang?! Gue mau kok!” sahut cewek bernama Rere itu bahkan sebelum Toni sempat menjawab pertanyaan si banci kawakan.

Issabella mendengus kesal. Lalu ia berjalan dengan langkah ringan menuju Toni. Dan hal yang membuat Rere pingin muntah saat itu juga adalah ketika melihat Toni dan Issabella saling berdekatan, lalu mereka saling menautkan bibir mereka dan bercumbu dengan mesranya. Rere bergidik jijik. Mungkin jika Toni ciuman sama cewek ‘orisinil’, Rere gak akan sampai segitu jijiknya melihat mereka.

Rerepun memutuskan untuk memalingkan pandangan ke arah cowok mabuk yang sedang berbaring dalam posisi berantakan di atas sofa itu—Deni. ia Nampak sedikit kaget saat melihat Deni tiba-tiba saja bergeliat. Hanya beberapa detik, sebelum akhirnya bergumam tak jelas.

Rere mengernyitkan dahi. Penasaran akan apa yang diucapkan Deni, Rerepun mendekatkan telinganya kea rah Deni.

“Bia.. bia…” lalu tanpa diduga Deni tiba-tiba saja mengulurkan tangannya dan mendekap Rere dengan erat. Karena kaget, Rerepun tak segan-segan mendorong tubuh Deni begitu kuat sampai cowok itu terjungkal dan jatuh dari sofa. Namun tetep aja, dia gak bangun-bangun juga.

“Gila ni anak! Udah mabok sempet-sempetnya cari kesempatan!” gerutu Rere seraya berdiri dan memutuskan keluar dari ruangan jahanam itu.

***

Sakitnya Tuh DisiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang