Tamu

2.6K 42 6
                                    

Teman Lama

(1)

Menikmati alam sore di pinggiran jalan ibukota. Memandang lalu lalang kendaraan bermotor yang tak pernah ada habisnya. Di bawah pohon randu yang rindang, aku berteduh dari sengatan matahari senja yang masih cukup menyengat kulitku. Tak ada tujuan. Aku terpaku di sini.

(2)

Aku hanya rindu pada masa di mana aku mampu tertawa lepas, tanpa ada beban pikiran. Menikmati setiap hembusan angin dan memanjakan mata dengan pemandangan indah di hamparan perkebunan bunga melati yang tumbuh subur. Aku bermain dengan rerumputan dan manja pada tanah berpasir.

(3)

Entahlah, aku tak yakin memiliki masa sedemikian cerianya, hingga aku tak sadar akan ada waktu di mana aku akan menyendiri di tengah hiruk pikuk kehidupan perkotaan. Aku menangis dalam hati, karena terkadang aku iri dengan mereka yang berusia sama dengan aku.

(4)

Mereka yang mampu melalui perjalanan waktu dengan senyuman merekah. Yang terbias dari rona wajah kebahagiaan. Mereka yang berpasang-pasangan tampak senantiasa berseri mengisi hari-hari. Dengan penuh warna-warni. Mereka yang lebih beruntung dengan kehidupan normalnya.

(5)

Aku mencoba terus tersenyum, meskipun terasa getir. Karena harus hidup dalam kepura-puraan. Memakai topeng untuk bersandiwara di tengah masyarakat. Mereka yang tak bisa memahami orang-orang seperti aku. Aku yang berbeda. Orang yang selalu mendambakan makna bahagia sesungguhnya.

(6)

"Herio ..." Sebuah bisikan di kupingku.

Aku mengenal suara itu. Suara tenor sang laki-laki.

"Aa' Iyan," gumanku melihat lelaki bertubuh tinggi besar muncul di hadapanku.

"Sedang apa kamu di sini?" ujarnya dengan mimik keheranan.

"Cuma J-J-S aja, A'," jawabku.

"J-J-S?"

"Jalan-jalan Sore!"

"O, ... Kok, sendirian aja?"

"Iya...." Aku mengangukan kepala.

(7)

"Kamu masih betah menjomblo, Herio?" tanya Aa' Iyan.

"Iya, begitulah, A'," jawabku.

Aa' Iyan terkekeh.

"Gimana kabar anak dan istri Aa' Iyan?"

"Alhamdulillah, semua sehat, Herio."

"Syukurlah kalau begitu ya, A'."

"Iya ... Kamu sendiri bagaimana?"

"Aku baik-baik saja kok, A'."

(8)

Aa'Iyan tersenyum simpul. Matanya menatapku dengan tatapan yang banyak mengandung arti. Namun, aku enggan menerjemahkannya.

"Aa'Iyan kok bisa ada di daerah sini?" tanyaku.

"Iya, Aa' habis mengantarkan barang customer yang tak jauh dari sini."

"O, begitu."

"Iya, Rio!"

(9)

Aku memperhatikan laki-laki ini yang kukenal dari beberapa tahun lalu. Aku memandangnya dengan penuh seksama. Dia tampak lebih tua dari terakhir kali kami bertemu.

"Ngomong-ngomong sudah lama ya, Rio, kita tidak pernah ketemu."

"Iya, Aa' ... mungkin sudah 5 tahunan."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 04, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Coretan Nakal HerioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang