TSMP 1

15.6K 364 5
                                    

Aku berusaha menghapus air mata yang sejak tadi tidak berhenti bergulir. Menghela  nafas dalam-dalam mencoba menguatkan hati untuk merelakan apa yang terjadi. Mungkin inilah takdir yang harus aku jalani. Bagaimanapun juga aku tak bisa menyesalinya. Nasi sudah menjadi bubur. Seandainya waktu dapat diputar kembali, aku tak akan melakukannya, hingga menghadirkan benih yang tidak berdosa ini.

Lelaki itu sempat menolak untuk bertanggung jawab. Namun, aku tak menyerah dan mencoba kembali untuk meminta pertanggung jawaban darinya. Hasil yang kuterima kembali membuat kecewa. Dia  menghilang.

Telah aku datangi kontrakan, tempat dimana dia tinggal. Tempat itu kutemukan kosong. Menurut wanita paruh baya pemilik kontrakan, sejak kemarin sore lelaki itu pergi membawa semua barang-barangnya. Tidak ada jejak yang dia tinggalkan. Bahkan semua akses yang terhubung dengan media sosialnya sudah tidak aktif lagi. Nomor ponselnya yang sejak tadi sudah lebih puluhan kali kucoba hubungi juga tidak aktif sama sekali.

Sekarang aku hanya bisa pasrah. Menyesali apa yang terjadi tidak ada gunanya. Kuusap perutku yang semakin lama akan semakin membuncit. Berfikir bagaimana caranya menutupi semua ini dari keluarga  yang sejak dulu begitu menentang hubunganku  dengan pria itu.

Berbagai nasehat diberikan Mama agar aku tidak bergaul dengan Evan, namun aku tidak pernah mengindahkan apa yang dikatakan Mama. Juga Papa dan Kak Andra, aku mengabaikan nasehat mereka.

Andai kejadian malam itu bisa aku hindari, rasanya mungkin tidak akan sesakit ini. Aku yang begitu naif, terbuai oleh rayuan Evan hingga dengan sukarela menyerahkan mahkota yang sudah aku jaga selama ini kepada lelaki itu.

Bukan hanya sekali kami melakukannya. Setiap mengunjungi kontrakannya, Evan pasti akan merayu dengan berbagai bualan dan gombalannya hingga aku luluh dan akhirnya pasrah membiarkan lelaki itu mereguk maduku. Kadang, setelah melakukannya aku selalu dihinggapi rasa bersalah, teringat wajah Mama dan Papa juga Kak Andra yang telah aku kecewakan. Tapi Evan selalu mengatakan semua akan baik-baik saja, bahkan dia juga berjanji akan bertanggung jawab jika aku hamil.

Nyatanya semua janji Evan, bulshit. Kini dia menghilang entah kemana. Mungkin inilah dosa yang harus aku tanggung karena tak menghiraukan larangan Mama saat itu, dan kini aku hanya bisa menyesalinya.

Kulangkahkan kedua kaki memasuki rumah, yang beberapa hari lagi akan menjadi tempat resepsi pernikahan Kak Andra. Beberapa  orang yang merupakan pihak wedding organizer tampak sibuk mendekorasi setiap sudut ruangan.

Aku lihat di sudut sana Mama sedang berbincang dengan Kak Andra. Terlihat binar cerah di wajah tampan itu karena beberapa hari lagi apa yang selama ini begitu diimpikan Kak Andra akan terwujud. Mempersunting sang pujaan hati yang sudah dilamarnya dua bulan lalu.

Perempuan yang menjadi idaman hampir semua pria. Sarah Anatasya, atau yang selalu aku panggil dengan Kak Sarah. Seorang dokter muda yang begitu cantik. Kak Sarah merupakan putri sahabat baik Papa semasa kuliah dan sudah dekat dengan Kak Andra sejak keduanya masih di bangku SMA.

Kak Andra dan Kak Sarah sempat berpacaran hingga akhirnya memutuskan untuk menikah. Jika disandingkan, keduanya memang sangat cocok sekali. Kak Sarah yang cantik dengan posturnya yang tinggi seperti model memang pantas untuk Kak Andra yang tampan dan tinggi, seorang Arsitek yang sangat  sukses di usianya yang masih terbilang muda. Berjarak delapan tahun denganku. Dengan usia Kak Andra yang saat ini sudah 28 tahun.

Kak Andra adalah kebanggaan Papa dan Mama. Meski pada kenyataannya, Kak Andra hanyalah anak angkat dikeluarga ini. Papa dan Mama mengadopsi Kak Andra disebuah panti asuhan saat Kak Andra masih berusia tiga tahun karena Mama yang tak kunjung hamil. Lima tahun setelah itu, akupun lahir. Seperti yang diceritakan Mama padaku dan Kak Andra.

TERNODA SEBELUM MALAM PERTAMA [Open PO Hingga 14 Juni 2020]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang