Part 2

7.8K 289 6
                                    


Satu jam setelahnya, Kak Andra masuk kedalam kamar perawatanku. Tangannya menenteng satu bungkusan kotak makanan yang kemudian ditaruhnya di atas nakas di samping ranjang tempatku berbaring. Aku menyeka air mata, hanya menatap Kak Andra yang sedang membuka bungkusan kotak makanan itu dalam diamnya.

“Kakak,”

Kak Andra sejenak menoleh padaku, raut wajahnya menggambarkan betapa lelahnya dia dan besarnya emosi yang sedang berusaha ditahannya karena ulahku. Persiapan pernikahannya dengan Kak Sarah yang sudah mendekati hari H  juga menguras energi dan waktunya. Aku tahu semua itu membuat Kak Andra begitu sibuk. Beban fikirannya sudah penuh dengan semua itu, ditambah lagi dengan masalah ini.

“Maafin, Reyna…”

Kak Andra menghela nafas dalam, “Kenapa kamu minta maaf sama kakak?”

“Kalau Kak Andra mau marah atau mau bentak-bentak Reyna, bentak aja. Reyna terima kok. Reyna udah ngecewain Mama, Papa dan juga Kak Andra. Reyna pantas mendapat hukuman.”

Kak Andra menarik kursi di samping tempat tidurku, lalu duduk disana menatapku dengan sorotnya yang masih terlihat kecewa.

“Sejujurnya Kakak sangat kecewa sama kamu, Rey. Kakak ingin marah dan meluapkan kemarahan Kakak ke kamu. Tapi, apa dengan Kakak marah semua akan kembali? Semua sudah terjadi, Rey. Penyesalan kamu juga tidak ada gunanya.”

Kalimat terakhir Kak Andra begitu menohok hati ini. Aku hanya bisa tertunduk dengan air mata yang tak bisa kubendung. Mungkin saat ini kedua mataku sudah seperti bolam  karena menangis sedari tadi.

“Makanlah. Jangan membebani fikiranmu dengan menangis dan menyesali semuanya. Sekarang fikirkan bayi yang ada di dalam perut kamu. Fikirkan dia, Rey.”

Aku menggeleng, “Enggak! Reyna nggak menginginkan anak ini, Kak! Reyna mau dia mati aja!” aku yang kalap langsung memukul-mukul perutku. “Reyna mau dia mati, Kak! Dia mati aja!” jeritku yang terus memukuli perutku, tak kuhiraukan teriakan  Kak Andra yang mencoba menghentikan apa yang aku lakukan.

Aku semakin histeris dan terus memukuli perutku dengan kencang meski Kak Andra terus menahan gerakan tanganku. Hingga sebuah tamparan mendarat kepipiku menghentikan apa yang aku lakukan. Tamparan yang baru saja di layangkan Kak Andra pertama kalinya di dalam hidupku.

Kak Andra menatapku nyalang dengan nafasnya yang tersengal-sengal, setelah sejak tadi berusaha menenangkan aku yang terus mengamuk. Kulihat tangannya yang tadi digunakannya untuk menamparku, tampak bergetar hebat. Kedua netra elangnya berkaca-kaca hingga akhirnya tubuhku ditariknya kedalam pelukannya.

“Kamu tahu, Rey. Jika dibanding Mama dan Papa, Kakaklah yang paling terluka dan hancur melihat kamu seperti ini, Rey. Kakak merasa gagal menjadi seorang Kakak untuk kamu. Kakak merasa tidak berguna, Rey.” ujarnya dengan nada suaranya yang bergetar. Sedangkan aku hanya terisak di dalam pelukannya. “Kamu tahukan, meskipun kita terlahir tidak di dalam ikatan darah yang sama, sejak itulah Kakak selalu berjanji pada diri Kakak sendiri untuk selalu menjaga kamu hingga Kakak bisa menghantarkan kamu keseseorang yang akan Kakak percaya untuk menggantikan tugas Kakak. Seseorang yang akan membuat kamu bahagia nantinya. Tapi, sekarang Kakak gagal melakukannya Rey. Kakak gagal,” suara Kak Andra melirih.

Aku ingin mengatakan pada Kak Andra jika semua itu bukanlah salah Kak Andra. Akulah yang sudah dibutakan oleh janji palsu Evan, hingga mengabaikan semua nasehat dan larangan Mama dan juga Kak Andra.

Aku yang selalu berfikir picik jika selama ini Mama hanya selalu menasehati ini dan itu. Tak pernah memujiku dan selalu membanding-bandingkan aku dan Kak Andra. Kekecewaan itu membuatku terlena oleh perhatian palsu lelaki brengsek itu.

TERNODA SEBELUM MALAM PERTAMA [Open PO Hingga 14 Juni 2020]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang