Part 7

6K 268 15
                                    


Aku terus memejamkan mata, hingga terdengar derap langkah kaki yang menjauhi ranjang. Setelah langkah kaki itu benar-benar jauh,  kubuka pejaman mata dan mendapati punggung Kak Andra yang membelakangi melangkah ke arah sofa yang berada di sudut kamar.

Kak Andra mungkin tidak tahu kalau saat ini aku memperhatikannya, hingga tubuh itu di rebahkannya ke atas sofa. Kak Andra berbaring di sana, hingga kulihat kedua matanya sudah mulai terpejam.

Aku tidak mengerti apa arti semua ini. Yang pasti setelah Kak Andra mengecup keningku dan mengatakan kalimat tadi, jantung ini langsung berdetak dengan kencang. Semakin kencang, sampai membuatku begitu kawatir dan langsung menggeleng-gelengkan kepala ini dengan kuat.

Aku harus segera menepis perasaan aneh ini. bagaimanapun juga, aku tidak boleh merasakan perasaan seperti ini terhadap Kak Andra. Perasaan terlarang yang bahkan tidak boleh meski hanya terlintas sejenak. 

.
.
.

Seperti yang di sarankan dokter, aku di minta bedrest total selama kurang lebih dua minggu ini. Tidak boleh banyak fikiran apalagi melakukan pekerjaan berat. Semua keperluanku di sediakan oleh Bi Tati yang di pinta Kak Andra untuk memperhatikan aku selama Kak Andra tidak di rumah.

Dua minggu akhirnya aku lalui dengan penuh kesabaran. Setelah kembali memeriksakan kandungan ke dokter di temani Kak Andra, dokter menyatakan bayi yang ku kandung sehat sehingga aku tidak lagi di haruskan menjalani bedrest yang sudah dua minggu lebih aku jalani. Bosan tentu saja, karena aku lebih banyak berbaring di kamar. Tidak boleh banyak bergerak apalagi banyak fikiran.

Kak Andra sendiri jangan di tanya. Perhatiannya tidak pernah berkurang sedikitpun. Bahkan hampir setiap hari, Kak Andra sendiri yang begitu rutin membuatkan  susu hamil untukku. Baik itu pagi ataupun malam hari. Tidak pernah terlewat sekalipun, meski Kak Andra di sibukkan oleh pekerjaannya yang sering di bawa ke rumah.

Kak Andra bahkan selalu memantau lewat telpon melalui Bi Tati apa aku sudah makan atau belum jika dia berada di kantor. Kadang, saat aku mengidam dan ingin makan sesuatu, kak Andra pasti akan langsung membelikan apa yang aku inginkan saat itu meski untuk mendapatkan makanan yang aku idamkan tidak mudah.

Bak seorang suami yang siaga, Kak Andra rela mencari makanan itu untukku meski Kak Andra sampai harus berkeliling kota mencarinya.

Perhatian dan sikapnya yang begitu lembut tanpa sadar menumbuhkan sebuah perasaan yang sudah berusaha aku tepis sekuat mungkin. Kali ini aku merindukannya lebih dari yang aku perkirakan.

Entah sejak kapan, aku jatuh cinta padanya. Tidak bisa menampik rasa ini, jika berada di dekat Kak Andra jantungku selalu berdebar tidak karuan. Rasa yang aku rasakan saat ini jauh lebih parah di banding rasa yang aku rasakan pada Evan dulu.

“Reyna, kenapa melamun?”

Aku tersentak begitu merasakan sentuhan lembut tangan seseorang di puncak kepala. Menoleh ke arah sosok tampan yang kini sudah duduk di sampingku.

“Se-sejak kapan Kakak balik dari kantor?”

“Sejak Kakak merhatiin kamu melamun. Kamu ngelamunin apa, sih? Kakak kan udah bilang, kamu jangan terlalu banyak fikiran, Rey.”

Aku memandang ke arah lain, mencoba menetralkan detak jantung ini. “Reyna nggak melamun, kok. Tadi, cuma lagi menikmati udara sore.” ujarku berbohong.

Untunglah alasanku sangat pas karena saat ini aku sedang menikmati udara sore di gazebo kolam renang.

“Rey, masuk yuk. Udah mau magrib loh. Di sini dingin, Kakak nggak mau kalau kamu sampai sakit.”

Aku mengangguk pelan lalu bangkit. Entah bagaimana bisa terjadi, salah satu kakiku tiba-tiba terjegal oleh kaki meja membuatku hampir saja terjungkal ke depan jika tangan Kak Andra tidak lebih duluan menahan tubuhku hingga aku tertarik ke dalam dekapan dada bidangnya.

TERNODA SEBELUM MALAM PERTAMA [Open PO Hingga 14 Juni 2020]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang