Part 4

6K 289 10
                                    


Setelah pagi tadi menghadapi sikap dingin Kak Andra, aku memilih kembali ke kamar. Bertanya-tanya di dalam hati, apa yang terjadi dengan Kak Andra semalam hingga pulang dalam keadaan yang kacau.

Mungkinkah semua itu ada hubungannya dengan Kak Sarah? Atau mungkin saja karena pekerjaan yang begitu menuntut Kak Andra hingga membuat Kak Andra harus lembur dan pulang dalam keadaan yang lelah.

Memikirkan hal itu, aku cepat-cepat keluar dari kamar lalu menuju dapur. Di sana Bi Tati sudah berkutat di depan kompor, lalu menoleh  saat aku menghampiri.

“Pagi, non.” sapa Bi Tati dengan wajah cerah.

“Pagi, bi. Bibi lagi masak apa?” tanyaku sambil melirik ke arah wajan penggorengan begitu mencium aroma bumbu masakan yang menguar harum.

“Ini non, Bibi masakin nasi goreng sama ayam bumbu buat non Reyna dan den Andra sarapan. Sebentar lagi nasi gorengnya jadi. Non Reyna tunggu sebentar, ya.”

“Biar Reyna bantuin ya, Bi.”

“Ndak usah, non. Ini udah mau selesai, kok. Non sebaiknya nunggu di meja makan aja, ya. Biar bibi aja yang siapin,”

“Kalau  gitu Reyna bantuin bawa ke meja makan aja ya, piring-piringnya.”

Kali ini Bi Tati mengangguk sambil tersenyum. Dengan sangat bersemangat aku mengangkat beberapa piring dan gelas menuju meja makan.

Namun, baru saja beberapa langkah lagi hendak sampai ke meja makan, tubuhku tiba-tiba kehilangan keseimbangan hingga tanpa bisa aku hindari piring-piring dan gelas yang ku bawa berjatuhan ke lantai menimbulkan suara pecahan kaca yang terdengar nyaring.

Aku nyaris terjatuh jika seseorang tidak menangkap tubuhku lebih dulu sebelum terjerembab ke lantai. Saat itulah aku lihat Bi Tati muncul dengan wajah kawatir dari arah dapur.

“Gusti Allah, non Reyna…”

Aku tercekat shock dengan nafas yang memburu. Begitu merasakan lengan kekar seseorang menahan punggungku, aku baru menyadari sosok yang baru saja menyelamatkanku ternyata Kak Andra.

“Reyna, kamu kenapa bisa seceroboh ini, sih?” raut wajah Kak Andra tampak kesal bercampur kawatir, lalu menarikku secepatnya menjauhi pecahan kaca yang sudah bertebaran di lantai.

“Maaf, den Andra.” ujar Bi Tati merasa bersalah, padahal bukan salah Bi Tati sama sekali, “Non Reyna nggak papa, kan? Ndak ada yang luka kan, non?” tanya Bi Tati menatapku kawatir.

“Ng-nggak papa kok, Bi. Ini bukan salah bibi kok,” ujarku tidak enak pada Bi Tati. Lalu menatap pada Kak Andra yang masih tampak kesal.

“Bi, tolong beresin pecahan kacanya, ya. Saya nggak mau kalau nanti sampai melukai Reyna. Dan saya minta tolong, untuk kedepannya jangan dulu biarin Reyna membantu pekerjaan bibi. Bukannya saya melarang, tapi untuk saat ini Reyna sedang hamil muda, kejadian seperti tadi sangat berakibat fatal untuknya kalau tadi saya tidak ada. Maaf ya, bi. Saya mengatakan ini  bukan menyalahkan bibi. Tapi, saya tahu dia sangat ceroboh karena sebelumnya dia tidak pernah melakukan pekerjaan di dapur. Saya mohon pada bibi ya, bi.” ujar Kak Andra dengan wajah memelas yang tampak sungkan dan sopan.

Terdengar dari nada ucapannya, Kak Andra mengatakannya dengan sangat lembut sekali seakan takut melukai hati Bi Tati.

Bi Tati tersenyum lalu mengangguk, “Iya, den. Sekali lagi maafin bibi, ya. Lain kali bibi akan lebih hati-hati lagi demi keamanan calon bayi non Reyna, den.” ujar Bi Tati  yang di jawab anggukan Kak Andra.

Bi Tati lalu berlalu dari hadapan kami, mungkin mengambil sapu dan sekop sampah untuk menyapu pecahan kaca yang masih bertebaran.

“Kak Andra, apa yang terjadi tadi salah Reyna yang nggak hati-hati. Bukan salah bibi kok, Kak.”

TERNODA SEBELUM MALAM PERTAMA [Open PO Hingga 14 Juni 2020]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang