Part 3

6.6K 284 4
                                    


“Kamu jahat, Ndra, kamu jahat! Tega kamu lakuin ini sama aku! Aku nggak bisa nerima semua ini, Ndra, aku nggak bisa.”

Kak Sarah menangis, meluapkan semua amarahnya sambil memukul-mukul tubuh Kak Andra. Kak Andra hanya diam saja seperti pasrah menerima semua kemarahan Kak Sarah.

Pemandangan itu tak luput menjadi perhatian para tamu undangan yang hadir. Sebagian dari mereka saling berbisik seolah sedang membicarakan apa yang terjadi saat ini. Papa dan Mama merasa tidak enak hati, namun mereka juga tidak berdaya menghentikan Kak Sarah.

Aku menatap raut wajah Kak Andra. Bukan karena dia malu, terlebih sorot mata itu tampak begitu terluka. Pasti hati Kak Andra begitu sakit membiarkan pujaan hatinya  hancur seperti ini. Ditinggal menikah begitu saja, disaat sedang cinta-cintanya.

Kak Andra menahan tangan Kak Sarah lalu menarik Kak Sarah berlalu dari kami semua. Sementara saat ini, apa yang terjadi barusan sudah menjadi tontonan semua orang dan tidak lama lagi akan menjadi buah bibir yang akan diperbincangkan para tamu yang rata-rata adalah tetangga terdekat kami.

Papa langsung mengambil sikap dan mengucapkan permohonan maaf. Dengan sangat menyesal, Papa meminta kepada para tamu untuk segera meninggalkan rumah kami karena resepsi pesta pernikahan ini tidak bisa di lanjutkan sampai selesai. Meski wajah mereka diliputi kebingungan, para tetangga dan tamu lain yang hadirpun memaklumi ucapan Papa.

Kami melangkah masuk kedalam. Di sana, Kak Andra sedang berusaha menenangkan Kak Sarah yang terus menangis. Kak Andra sampai bersimpuh di bawah kaki Kak Sarah untuk meminta maaf atas apa yang terjadi. Raut wajah Kak Andra begitu terluka dan sedih. Aku tahu semua itu karena rasa cintanya pada Kak Sarah begitu besar.

“Sarah, hukumlah aku sepuas yang kamu mau. Kumohon jangan menangis lagi. Maafkan aku, Sarah. Maafkan semua yang telah aku lakukan. Pukul dan maki saja aku, asal jangan menangis lagi. Pukul aku, Sarah.”

Suara Kak Andra memohon dengan begitu terluka. Namun, Kak Sarah tetap tidak berhenti menangis. “A-aku ng-nggak bisa hidup tanpa ka-kamu, Ndra. A-aku nggak bisa.”

Aku merasa tertampar mendengar kalimat Kak Sarah, terbukti begitu besarnya rasa cintanya untuk Kak Andra. Sebagai sesama perempuan aku merasa bersalah padanya karena sudah menjadi penghalang untuk hubungan mereka dan membiarkan Kak Andra membatalkan pernikahan mereka hanya demi menikahiku.

Mama menghampiri Kak Sarah lalu membawa Kak Sarah kedalam pelukannya. “Sayang, Tolong jangan seperti ini, nak. Maaf karena kami sudah melukai hati kamu seperti ini, tolong maafkan tante, sayang. Tolong maafkan kami.” ujar Mama yang juga menangis.

Kak Sarah hanya menangis dipelukan Mama. Meskipun hanya calon menantu, Mama memang sangat menyayangi Kak Sarah dan selalu berharap Kak Sarahlah yang akan menjadi pendamping Kak Andra. Kadang semua itu membuatku iri. Perhatian Mama pada Kak Sarah seolah Kak Sarah adalah putri kandungnya.

“Kak Sarah, maafin Reyna. Maaf karena Reyna sudah menjadi penghalang untuk kalian,”

Aku mengutarakan rasa bersalahku yang terdalam dari hati ini pada Kak Sarah. berharap Kak Sarah memaafkan aku meski sebenarnya bukanlah kesalahanku sepenuhnya. Aku tidak pernah meminta Kak Andra melakukan ini. Kak Andra sendiri yang ingin melakukannya.

Saat itu Kak Sarah melepas pelukannya dari mama lalu beralih menatapku. Tatapan itu dipenuhi kebencian. Aku bisa merasakannya. Namun, tak ada jawaban yang keluar dari bibir Kak Sara. Sesaat tatapan kebencian itu berubah kosong, hingga detik berikutnya, kami berteriak serempak begitu tubuh itu meluruh kelantai.

Kak Sarah pingsan. Mama tampak histeris, sedangkan Kak Andra yang sangat panik berusaha membangunkan Kak Sarah agar tersadar. Namun, Kak Sarah tetap diam hingga Kak Andra mengangkat tubuh itu dengan terburu-buru menuju keluar pintu.

TERNODA SEBELUM MALAM PERTAMA [Open PO Hingga 14 Juni 2020]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang