Complicated : Avril Lavigne
___________Solo, 2019
Hai, aku Kirana, perempuan delapan belas tahun yang menyandang status fresh graduate. Sudah beberapa bulan sejak aku menjadi pengangguran, kerjaan ku hanya makan, tidur, cari lowongan pekerjaan dan dimarahi ibu.
Entah kenapa semenjak aku lulus apapun yang aku lakukan selalu salah di mata ibu. Aku bersih-bersih rumah tapi selang beberapa menit ibu akan mengomel karena masih ada debu lah, belum bersih lah. Dasar emak-emak. Eh astaghfirullah dosa.
"Rana, kamu masak dulu gih. Dari tadi pagi duduk nontonin Drakor mulu, inget Na. Hidup itu realistis, jangan halu terus!"
"Apa yang kamu dapat dari nonton drakor semalaman, nonton konser dan beli -apa ini namanya?"
Ibu menoleh menatap jejeran album di rak buku,
"Album."
"Iya, itu. Mending kamu nonton tv acara masak, biar jago masak buat suami."
"Iya Bu. Mau dimasakin apa? Telur goreng? Nasi goreng? Apa mi rebus?"
Jika tidak ku potong, pidato penanggulangan kebakaran hutan dan drainase persawahan tidak akan habis seharian. Ibu pinter banget kalau ngomel.
"Ck, masak rendang. Nanti teman ibu mau kesini, mau kenalin anaknya sama kamu," ucapnya dengan senyum.
"Apaan sih Bu, Rana masih bisa kok cari calon suami sendiri," tolakku dengan menggembungkan pipi.
"Halah! Bisa apanya, dari dulu disuruh cari calon suami kaya sampai sekarang belum dapet juga. Gitu aja sok-sokan bisa sendiri."
"Rana aja baru kemarin lulus, masa udah cari suami? Kan pacaran dulu, main dulu."
Aku menatap ibu yang bersandar di kusen pintu.
"Lagian, modelan kaya aku begini mana bisa dapet suami kaya? Dapat yang setia dan mau berusaha saja syukur Bu."
Ibu mengelus dada sebelum berbalik pergi. Masih ku dengar sayup suaranya.
"Semoga kamu enggak dapat mertua galak ya Na. Ibu kasihan kalau dia setiap hari pusing mikirin tingkah kamu."
"Huhh," aku mengembuskan napas lelah, bagaimana rasanya hidup pada jaman kerajaan dulu ya? Apalagi jadi Putri, bisa menikah dengan pangeran tercinta. Punya kerajaan, kaya raya, dicintai rakyat.
Duh, halunya mulai lagi.
***
Pukul 15.45.
Terpantau kendaraan yang lewat mulai ramai dikarenakan jam pulang sekolah. Sendal yang ku pakai menampar jalanan beraspal yang diguyur hujan seharian, kantong kresek hitam yang kupakai untuk berteduh juga tidak membantu sama sekali.
Basah, basah, basah. Seluruh tubuh ku.
Karena rintik hujan yang berukuran besar, jarak pandang ku terbatas. Jika bukan karena ibu yang minta di belikan lontong sayur di perempatan, nggak bakal mau aku hujan-hujanan begini.
Lagipula, ngapain sih tukang lontongnya jualan pas hujan gini. Kenapa nggak besok pas terang benderang aja sih?
"Mbak, awas belakang mu!"
Ku pikir suara teriakan tadi bukan untukku, soalnya anak-anak di sini jahil. Suka godain orang lewat. Teriakan tadi datang lagi, kali ini bersamaan dengan suara debuman keras dan pekikan klakson yang bersahutan.
Aku reflek menunduk dan menutup telinga ku, untuk beberapa menit keadaan sekitar benar-benar hening. Baru setelahnya hiruk pikuk orang berlarian untuk menyelamatkan mobil yang ringsek menabrak truk di pinggir jalan. Dan benar, itu tepat di belakang ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Turn Back Time
Ficção Histórica«Di private, follow dulu sebelum membaca» PERTEMUAN YANG MENYAMAR [COMPLETED] Kirana Citrani, datang sebagai gadis masa depan di jaman kerajaan Medang dan terbangun di tubuh putri Rukma Kisah tentang Kirana yang menjalani hari-harinya di tempat ber...