✳️1 : Wanita Berambut Putih - 2✳️

4.1K 547 97
                                    

✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵

Ibu ...

Aku tidak bisa menjerit, atau meraung meratapi. Hanya diam membiarkan mata membasahi wajah.

Apa jadinya jika Ibu masih hidup? Barangkali besok kami akan berkuda bersama Mariam. Lalu pergi entah ke mana bersama wanita asing ini.

Tapi, kenapa kadal itu ada? Dari mana asalnya?

Ibu, aku tahu harus bagaimana?

Jangan menangis.

Itulah bisikan batinku, tapi aku tidak tahu harus berpikir apa lagi.

Kulirik lengan Mariam yang memagari tubuhku. Entah sampai mana Mariam membawaku, yang pasti letaknya sangat jauh dari Desa Anba. Aku takut menoleh, apalagi jeritan warga yang semakin jauh dan senyap seakan tidak pernah terjadi sebelumnya.

"Ibu," gumamku. Aku hendak berucap, tapi lidahku kelu.

Sepanjang perjalanan, aku diam saja. Wanita itu bahkan tidak mengajak bicara, hanya fokus ke depan menuju tempat yang terasing.

"Kita ... Ke mana?" Aku memberanikan diri bertanya.

Dia diam saja.

"Kenapa kamu membawaku?" tanyaku. "Apa mau kalian?"

Dia tidak menjawab.

Kutelan ludah, berharap dia lekas memberitahu.

***

Kami tiba di sebuah kota yang cukup ramai penduduk. Aku tidak terbiasa melihat orang dengan beragam warna dan bentuk selain berambut hijau. Ada yang rambutnya hitam, cokelat, merah, bahkan pirang. Tidak hanya rambut, warna kulit pun beragam. Membuatku kagum menyadari begitu banyak manusia yang belum kukenal.

"Tetaplah di sisiku." Mariam memacu kudanya semakin dalam ke pasar.

Kami berhenti di sebuah rumah yang jauh lebih besar dibandingkan rumahku. Penghuninya pun beragam dan tampaknya tidak menetap di sini dalam kurun waktu lama. Beberapa orang keluar masuk dari sana, bertukar kunci, masuk ke kamar lalu keluar begitu saja.

"Ini namanya penginapan," jelas Mariam tanpa diminta. "Tempat kita menginap dalam jangka waktu yang sudah disetujui."

"Bayar, ya?" tanyaku polos.

"Ya."

Mariam menghampiri seorang pria yang duduk di sebuah tempat yang aneh bagiku. Itu seperti dinding pembatas setinggi separuh badan, atau mungkin seperti meja yang panjang. Di tangannya terdapat buku catatan berisi nama-nama asing. Bahkan yang tidak bisa kubaca secara cepat.

"Satu kamar untuk dua orang," kata Mariam pada pria itu.

Tampaknya ia akrab dengan Mariam, karena dia tidak perlu membayarnya. Justru langsung diserahkan kunci dan nomor kamar.

"Ayo, Bocah!" Mariam menarik tanganku.

"Dia putrimu?" tanya pria itu.

Guardians of Shan [1] : Hiwaga [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang