✳️ 4 : Penyihir Hijau - 9 ✳️

740 162 8
                                    

✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵

Kapal yang dimaksud ternyata sudah tersedia di sisi pantai dan tampak siap berlayar. Meski tidak terlihat begitu megah, namun cukup luas di mataku.

"Idris, ingat dulu kita sering naik kapal ini?" tanya Khidir yang serta merta menaikinya.

Idris terkekeh. "Tentu, hanya Kyara yang tampaknya tidak ingat."

Aku tercengang. "Setua apa kapal ini?"

"Tidak terlalu tua," jawab Khidir. "Benar, 'kan, Mariam?"

"Kenapa menanyaiku? Kalian yang bermain," balas Mariam.

Ketika masuk, tidak banyak barang yang bisa dilihat di sini. Hanya beberapa tong dan alat pembersih lantai. Tidak ada kru kapal. Tempat ini begitu kosong.

Khidir melepas genggaman lalu berjalan menuju bagian depan kapal. "Ke Nedai!"

Tepat ketika dia mengucapkan, kapal seketika berlayar. Terjadi guncangan kecil dan terdengar bunyi jangkar terangkat.

Aku yang terkejut nyaris oleng kalau saja tidak dipegang Idris. Belum pernah aku naik kapal, tapi ini telah menjadi pengalaman menarik selagi kami bersama di Aibarab.

Mariam lalu duduk di tempat yang disediakan. Aku, seperti biasa, langsung berjalan ke arahnya dan duduk di samping. Idris pun melakukan hal sama sehingga aku tampak terjepit di antara dua orang dewasa.

"Kalian tampak seperti keluarga kecil yang lucu!" Khidir tersenyum lalu kembali fokus memandang ke depan.

Aku melirik kedua orang di sampingku. Tidak ada yang bertatapan, tampak fokus memandang air laut.

Aku yakin, akulah yang membuat mereka diam.

Maka, aku berdiri lalu menyusul Khidir.

"Ke mana?" tanya Mariam.

"Jalan-jalan sebentar," jawabku, padahal niatmya hanya menjauh dan mencari tempat baru.

Ketika berdiri di sisi Khidir, aku dapat melihat pemandangan lautan lepas. Karena masih tidak terlalu jauh, kami melewati beberapa batu-batu besar menghias lautan.

Aku menatap gundukan batu besar di samping. Terlihat banyak gadis dengan punggung hingga kaki berupa ekor ikan menyapaku. Aku dengan canggung melambai, tidak tahu harus apa.

Kutatap Khidir. "Apa itu?"

"Itu putri duyung," jawab Khidir. "Mereka termasuk penjaga lautan."

"Apa ada lagi makhluk yang belum kutahu?" tanyaku.

"Sabar," balas Khidir. "Aku akan memberitahu jika kita melihat mereka."

Seketika, pertanyaan ini terlintas di kepalaku. "Kamu seorang raja, apa tidak masalah harus meninggalkan rakyatnya?"

Dia menjawab, "Zahra selalu siap setiap saat. Aku bisa berburu sementara dia memerintah. Ini sudah terjadi selama tujuh puluh tahun."

Tujuh puluh tahun? Jauh lebih lama dibandingkan yang kukira. Setahuku, para raja memerintah paling lama dua puluh tahun. Khidir bicara seakan ia sudah lebih lama memerintah. Aku mengamati wajah teduhnya. Ia tampak tenang sambil menikmati udara. Aku seakan melihat sisi Takeshi.

Terlintas di kepalaku, namanya. "Namamu Khidir, bukan?"

Dia membalas, "Ya. Kamu pasti bertanya-tanya kenapa aku diberi nama seperti itu."

Aku tersipu. Dia sudah menebaknya.

"Khidir artinya hijau. Entah karena warna mata atau kekuatanku."

Guardians of Shan [1] : Hiwaga [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang