✳️3 : Naga dari Kikiro - 3✳️

1.1K 230 30
                                    

✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵

Petangnya, Takeshi memasak di dapur sementara aku hanya menonton. Ia tidak mau dibantu, tapi menolak ditinggal. Rupanya ia senang melihatku terkagum-kagum melihat masakannya yang menggoda.

“Di Shan dulu, aku dilarang memasak,” ujar Takeshi. “Para pelayan yang memasak. Padahal aku lebih suka masakan buatanku sendiri.”

“Dari mana kamu belajar?” tanyaku. “Ibumu?”

“Dari Kepala Pelayan,” balas Takeshi. “Ibu tidak bisa memasak.”

Ia selesai merebus makanan panjang berwarna kuning lalu meletakkannya di sebuah mangkuk berisi kuah. Ditaburinya sayur-mayur yang dipotong kecil dan sejumput garam. Belum pernah aku melihat makanan seperti itu sebelumnya.

“Ini masakan favorit kami,” ujar Takeshi. “Kami menyebutnya mie. Kamu pasti pernah mendengarnya.”

Aku menggeleng. “Aku hanya tahu kuah dan sayur–Eh!”

Seseorang menepuk bahuku.

“Hah?” Begitu menoleh, tidak ada siapa-siapa. Baru aku ingat. “Hayya!”

Gadis itu muncul di depanku sambil terkekeh. “Kok tahu?”

“Ya, iyalah.” Aku menghela napas.

Mata Hayya berkaca menatap makanan yang ditata. “Wah, mie!”

Dia langsung duduk, namun terdiam melihat benda yang tergeletak dekat mangkuk.

“Kenapa, Hayya?” tanya Takeshi.

Hayya menunjuk benda itu.

Meski diserahkan benda aneh seperti sepasang lidi untuk menyuap, aku bisa memakannya dengan menusuk dan sesekali memutar mie itu ke dua lidi tadi, baru menyantapnya hingga habis.

Hayya tampak kesulitan memegang dua lidi tebal di tangannya. Dia tatap Takeshi yang sudah menghabiskan makan malamnya.

“Otosan,” panggilnya dengan nada sedih. Dia  tunjuk kedua benda itu dengan tatapan menyedihkan. “Aku tidak bisa pakai sumpit.”

Takeshi tersenyum. “Nanti kuajari.”

Ia lalu menyuapi Hayya dengan benda itu. Jadi, namanya sumpit, ya?

Hayya tersenyum. “Makasih, Otosan!”

Takeshi membalas senyumnya. “Di mana Azya?”

“Di sini.”

Gadis itu–tidak disangka–sudah menghabiskan semangkuk. Padahal aku bahkan belum menyelesaikan barang setengah. Bergegas kusantap makan kami.

“Cepat, ya.” Takeshi terkekeh.

“Lapar.” Azya tersenyum malu.

Hanya ada kami berempat yang makan malam. Jujur saja, masakannya sungguh lezat dan membuatku nyaris kecanduan. Aroma menggoda, ditambah rasa yang menggiurkan. Seakan aku bisa menghabiskan seluruh stok mie di kuil ini.

Takeshi geli melihatku makan dengan rakus. “Kamu belum pernah makan mie, ya?”

Aku mengangguk.

“Kamu perlu mencoba makanan lain,” saran Hayya.

Um, tidak perlu.” Aku terkekeh malu.

“Kamu butuh tenaga untuk menemaniku ke Aibarab,” ujar Takeshi. “Hayya siap?”

“Eh, benarkah?” Hayya mengangguk. “Aku sudah lama ingin ke sana!”

Guardians of Shan [1] : Hiwaga [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang