«11»

71 7 0
                                    

"Del...." panggilnya penuh penekanan tanpa menghilangkan senyumannya. "Lo... suka ya, sama Erlan?"

Adele terkesian, kemudian mengembalikan mimik wajahnya.

"Ha-hah? M-mana mungkin sih! Ngawur baget ih kamu!" Jawabnya sedikit gugup.

"Beneran?" Tanya Adara lagi, Adele hanya mengangguk. "Oh yaudah, jangan sampai ya lo suka sama dia! Pokoknya gue ga setuju, masa lo sama cowok nyebelin kek gitu sih!" cerocosnya melanjutkan.

Adele kikuk dengan pembicaraan ini. Ia merutuki mulutnya yang sangat cerewet tadi. Meskipun.ia memang menyukai Erlan, tapi ia tak mau ada yang mengetahuinya termasuk Adara.

"Ya-ya mana mungkin sih! Em... seperti yang kamu bilang 'kan Er-lan, nyebelin. Ak-aku cuma penasaran gimana bisa si Erlan komunikasi sama kamu? Orang dia beku kek gitu. Lagian kalau aku su-suka dia yang ada makan hati aku tiap hari." Jawabnya penuh dusta.

Adara memperhatikan Adele, "kok, muka lo kikuk gitu?" ujarnya merasa curiga.

"Ish... apaan sih, biasa aja! Yuk bawa minumannya ke kamar Erlan!" celetuk Adele mengalihkan pembicaraan.

Kemudian mereka melenggang pergi menuju kamar Erlan.

Sesampainya disana, seperti yang terduga, kamar itu ribut sekali. Ya, Fandi, Dimas dab Elisa berdebat.

"Gue ga mau jadi dayang! Masa cecan jadi budak sih!" Tolak Elisa.

"Kudu terima lah! Ga ada penolakan!" Putus Dimas.

"Lagian lu, tingal ngintil jalan dibelakang apa susahnya, lah gue, gue jadi penasehat istana! Ngafalin script panjang banget!" Fandi menambahkan.

"Pokoknya gue ga mau titik! Enak aja gue cuma jadi budak!" kekeuh Elisa.

"Eh guys! Diem ya, ini gue bawa minuman!" Ujar Adara sambil berteriak.

Semua orang menyerbu minuman yang dibawa Adele, termasuk Adara juga. Yah, meski Erlan seperti biasa tak ikut-ikutan.

"Maruk!" Gumam Erlan yang melihat Adara sangat antusias dan rakus meminum jus serta memakan cemilan tadi.

Tak disangka, Adara mendengarnya, "Apaan sih! Gue tau lu pengen! Sengaja gue tuhga buatin lo! Kesel gue sama lo!"

"Terserah!" ketus Erlan.

"Udah-udah! Gue sebagai ketua kelompok mau tentuin peran kalian, biar ga repot. Ga ada yang ngebantah!" ujar Dimas dengan wajah dongkol, duhhh gustiii, cobaan apa ini? Temen-temen kelompok gue ga ada yang waras! Lanjutnya dalam hati.

Dia menarik nafas kemudian menghembuskannya kasar, "Ok, berhubung drama ini akan dinilai 2 minggu lagi. Dan parahnya, tadi gue di wa sama guru b.i kita, kalo penilaiannya digabung sama kelas yang diajar dia yang lain. Di aula men!" terang Dimas dengan wajah gusar, "Sekarang, Adara jadi putri, Elisa jadi dayang. Dele, lo jadi putri si penasehat Fandi noh. Gue jadi pembunuh bayarannya. Trus Erlan sisanya, jadi pangeran." lanjutnya menjelaskan.

Entah drama apa yang mereka buat, hanya mereka, Tuhan dan yang menyaksikan 2 minggu lagi yang tau.

"Eh! Gue sama Erlan ada adegan manis-manis dong?" tanya Adara, sementara Erlan mendengus.

"Ganti!" ketus Erlan.

"Ah?" Dimas tak mengerti dengan ucapan Erlan yang keliwat singkat itu.

"Dia ga mau sama Adara Dim." Jelas Fandi. Entah apa yang mengisi otak Fandi hingga mengerti dengan maksud ucapan Erlan.

"Ga bisa Lan, lo harus mau, ini udah mepet, dialog kita panjang-panjang, takut ga hafal." elak Dimas.

Erlan menghembuskan nafas, nasib dirinya sungguh buruk, kenapa selalu disatukan dengan cewek cerewet dan kelewat aktif itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

-_Brother_-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang