Jeno!” Panggil Luna sembari masuk ke dalam rumah bersama Luke.
“Kau sudah pulang, kak?” Jeno keluar dari kamar dengan wajah mengantuk.
“Oh, Luke!” Sapa Jeno dan seketika kantuknya menghilang melihat Luke.
“Hai, brother!” Balas Luke sembari memeluk Jeno dengan erat.
“Kau baru bangun tidur?” Tanya Luna dan mendekati Jeno.
“Ya, kak., Malam ini aku harus bergadang di warnet.” Jawab Jeno. Luke mengacak rambut laki-laki itu saat mendengar jawaban Jeno.
“Jeno. .” Luna menatap Jeno dengan pandangan putus asa.
“Ayolah, kak. Berhenti mengomeliku.” Keluh Jeno.
Luna terlihat ingin kembali berbicara, tetapi Luke memberinya isyarat untuk menutup mulutnya. Ia tidak ingin Luna dan Jeno bertengkar. Dan Luke tidak ingin berdiri dengan posisi canggung karena tidak tahu harus berada di pihak siapa.
“Kau menolak traktiranku dan ingin memasak untuk makan malam, kan? Sekarang masaklah karena aku sudah sangat lapar.” Ujar Luke.
Kemudian Luke merangkul Jeno dan membawa laki-laki itu ke ruang tamu yang merangkap menjadi ruang keluarga. Ruangan itu setidaknya memiliki sebuah sofa sederhana dan televisi berlayar datar dengan ukuran sedang.
Televisi yang di bawa dari rumah lama luna. Begitu pun dengan beberapa barang lainnya yang berasal dari rumah lamanya. Setidaknya rumah ini tidak terasa kosong.
Luke dan Jun duduk bersebelahan di sofa. Jun menyalakan televisi dan mencari channel yang menayangkan acara menarik.
“Apa kau sudah memilih universitas mana untuk kuliah?” Tanya Luke.
“Aku tidak mau kuliah.” Jawab Jeno.
“Aku pikir itu bukan ide yang baik, brother.” Ucap Luke.
“Tapi menurutku itu yang terbaik. Aku akan mencari pekerjaan yang lebih baik setelah lulus sekolah.”
“Dengar, Jeno. Mencari pekerjaan bukan hal mudah. Apalagi jika kau hanya lulusan SMA.”
“Aku tahu, Luke. Tetapi bukan berarti aku tidak bisa menemukan pekerjaan yang layak untukku, kan?”
“Jen..” Luke mengambil remote dari tangan Jeno. Meminta laki-laki itu untuk memperhatikannya.
“Luna menceritakan padaku bahwa kau tidak mau kuliah. Kau memintanya untuk menikah agar dia tidak perlu bekerja keras.” Kata Luke.
“Tahukah kau bahwa tindakanmu itu dapat melukainya?” Tanya Luke.
“Kenapa aku melukainya? Aku melakukannya agar kakakku tidak mengalami kesulitan, Luke.” Ucap Jeno membela diri.
“Aku pikir kau yang paling tau bagaimana senangnya Luna saat mendapat pekerjaan di ITGroup.” Ujar Luke.
Jeno menundukkan kepalanya dan membayangkan bagaimana senangnya Luna saat itu. Bahkan dirinya pun juga merasa sangat senang saat itu. Jeno tidak tahu apa alasan dirinya merasa senang. Apakah karena ia bangga pada Luna ataukah karena Luna yang merasa senang, sehingga Jeno ikut merasa senang.
Tetapi Jeno masih mengingatnya dengan sangat jelas.
“Dia berusaha untuk mendapatkan pekerjaan yang layak hanya untukmu, Jen. Dia ingin kau mendapatkan yang terbaik untuk pendidikanmu. Hingga suatu hari nanti pun kau juga bisa mendapatkan pekerjaan yang layak sama seperti dirinya.” Jelas Luke.
“Kau tidak bisa menyia-nyiakan usahanya, Jen. Dengan kau menolak untuk kuliah, Luna akan merasa bahwa semua usahanya tidak berguna.”
“Jika kau ingin Luna merasa bahagia, maka kau harus menurutinya. Saat kau sudah bisa mendapatkan pekerjaan nanti, kau bisa memaksa Luna untuk berhenti bekerja dan menikah sesuai keinginanmu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry
Teen FictionTerkadang, cinta mu yang begitu tulus membuat ku merasa bersalah dan merasakan sakitnya sebuah cinta dalam waktu yang bersamaan. ~sorry