♥ Chapter 4♥

59 1 0
                                    

Ketika kamu tertidur malam ini. Ingatlah bahwa kita berbaring di bawah bintang yang sama...

Happy reading..

💕

Di sunyinya malam aku termenung, menatap bintang, dan bulan yang bersinar di kegelapan. Terbecit di ingatan sosok seorang gadis yang amat menjengkelkan, unik, dan pemberani. Dia cupu tapi aneh. Wajahnya imut tapi menyebalkan.

Apa yang Devano pikirkan tentang gadis cupu itu. Hah, rasanya ada arwah yang masuk ke dalam tubuhnya. Cepat-cepat ia menggeleng menepis wajah gadis itu di dalam benaknya.

Di malam ini, ia lebih memilih duduk di atap rumah di temani bintang-bintang malam, dan bulan yang menerangi malam. Menikmati angin malam. Mengkosongkan pikiran, mengingat semua kenangan dulu dengan keluarga bahagianya, rasanya ia rindu itu. Kini semua itu hanyalah kenangan masa lalu yang tak akan pernah kembali.

Terdengar suara jeritan di dalam ruangan. Jeritan itu menunjukan seorang perempuan yang tersakiti, nampak sengsara.

"Pa, sakit. Ampun pa ampun," jerit seseorang dari ruangan membuat Devano buru-buru turun dari anak tangga. Sepertinya ia mengenali suara itu.

Devano mencari sumber suara itu, melihat sekeliling. Asal suara itu dari kamar Bundanya. Tampaknya Darma sedang menyiksa Elsa lagi.

"Woy!! berhenti nyakitin Bunda gue," teriak Devano dari balik pintu yang terkunci. Ia sangat panik saat ini ia tak mau kejadian yang lalu terulang. Ucapan ia tak di gubris sama sekali malah teriakan itu semakin jadi.

Brukk..

Mau tak mau Devano harus mendobrak pintu itu dengan sekuat tenang. Beruntung pintu itu terbuka. Betapa terkejutnya ia saat melihat Bundanya sedang terbaring lemah, dengan seluruh badan yang memar terkena sabetan tali pinggang. Elsa tak berdaya untuk bangun pun susah. Darma hanya duduk di sofa memainkan jarinya setelah melakukan tindakan brutal itu.

Buru-buru ia membantu Elsa untuk bangkit dan cepat-cepat ia membawanya ke Rumah Sakit.

Mobil sport berlaju kencang di tengah malam menepis ke ramaian kota Jakarta. Fokus ia pun harus terbagi menjadi dua antara melihat ke jalan raya dengan melihat ke adaan elsa melalui kaca mobil.

🏣

"Dok, bagaimana keadaan Bunda saya?" tanya Devano dengan wajah panik.

"Ibunda anda baik-baik saja hanya saja ia butuh istirahat total untuk memulihkan luka-lukanya tetapi kamu harus terus menjaga ibu mu, karna kalo sampai terjadi kekerasan lagi kejiwaanya akan terganggu," jelas sang Dokter.

"Baik Dok."

Devano melihat keadaan seorang Perempuan paruh bayah yang sedang terbaring lemah di brangkas, hampir seluruh tubuhnya penuh lebab. Bagaimana bisa Bundanya bisa bertahan dengan seseorang seperti Darma.

Kalo bukan karna Elsa mungkin Darma sudah lama mati di tangan Devano sejak dulu.
Tatapan ia tak berpaling selain ke arah Elsa tanpa sadar setetes air benih jatuh membasahi pipinya.

Seorang laki-laki memang tampak lah kuat, tapi siapa yang tau di luar jiwa yang tampak kuat, brutal, dingin, dan angkuh ada batin yang terus tersiksa.

"Bunda, maaf Devano belum bisa jadi anak yang baik," tutur Devano yang menggenggam tangan Elsa.

"Vano...Bunda gak papa kok. Bunda ini kuat jadi Vano harus kuat seperti Bunda," ucap Elsa dengan suara yang lirih.

"Bunda, jangan pernah tinggalin Vano." Devano bangkit dari duduk segera memeluk Elsa. Rasanya ia ingin selalu begini berada di pelukan Ibunda sama seperti saat ia kecil dulu.

"Bunda gak akan pernah tinggalin Vano sampai maut menjemput."

"Vano sayang Bunda."

"Bunda juga sayang Vano. Vano lebih baik kamu pulang besok kamu harus sekolah," kata Elsa.

"Plis Bun untuk kali ini aja Vano libur dulu," pinta Devano dengan manjanya ia.

"Gak! Pulang Vano." Bundanya ini memang keras kelapa sekali tidak ia akan tetap pada pendiriannya. Ia ingin Vano menjadi anak yang sukses setidaknya dengan begitu ia bisa tersenyum senang.

"Iya Bun." Dengan malas ia bangkit dari duduknya dengan raut wajah yang tak bersahabat.

"Inget Vano pulang! jangan ke Club!!!" tegas Elsa.

Elsa pun harus menegaskan kepada Devano ia sudah tau tabiat anaknya itu.

"Iya Bunda sayang."
Elsa tersenyum senang setidaknya di dunia ini masih ada yang membuat ia tersenyum. Penghangat hatinya Devano ini lah salah satu alasan ia masih hidup di dunia.

Seorang gadis tampak menyusuri koridor sekolah yang masih sepi, mungkin karna ia terlalu pagi datang. Berjalan terus berjalan sendirian sepi tidak ada satu murid pun.
Perasaan tidak enak yah itu yang di rasakan Viola, seperti ada orang yang sedang berjalan di belakang, tapi saat ia melihat ke belakang nihil. Mungkin hanya alusinasi. Suara hentakan kaki itu mulai terdengar lagi membuat Viola berjalan lebih cepat kali ini.

"Duaarrr," kaget seseorang yang muncul tiba-tiba di hadapan Vio.

"Aaaaaa," teriak Vio yang ketakutan sampai-sampai ia hampir saja terjatuh tapi untung saja sedang sigap seseorang tadi menangkap Vio. Pandangan mereka bertemu, pipi Vio memerah malu. Jantung mereka berdebar.

"Raaassyaaaa turunin gue!!!" teriak Vio ia sudah terlanjur kesal dengan Rasya.

Brukk..

"Aauuww," ringis Vio sambil mengelus pinggangnya yang sakit akibat terjatuh.

"Lo si minta lepasin jatoh kan," ledek Rasya ia pun tersenyum senang melihat wajah Vio yang sudah kesal.

"Ngapain sih lo ngagetin gue. Untung jatung gue gak copot," beo Vio.

"Ya pasang lagi Vio," ucap Rasya tanpa dosa.

Dengan Kesal Vio memukul lengan Rasya dengan kuat.

"Ampun. Sumpah lo gebuk sakit benget," tutur Rasya sambil memegangin lengan.

Dari kejauhan tampak seorang pria yang sedang memperhatian Vio dan Rasya, melihatnya dengan sinis dengan rasa tak suka.

흫_흫흫_흫흫_흫흫_흫

Sampai sini dulu geas, ok jangan lupa vote😋.

See next time...



RAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang