~♥~ Chapter 6~♥~

56 2 0
                                    

Happy reading..

Jangan lupa Vote♡




Vio masih mematung berdiam, menatap ke arah Devano yang masih sibuk dengan menyetir mobil sport kesayangannya. Hening di antara mereka tak ada suara.
Sampai saatnya mereka berhenti di salah satu tempat. Tidak ada orang di sana, lalu lalang mobil, motor pun jarang. Pikiran Vio sudah melayang kemana-mana membayangkan apa yang akan di lakukan pria bar-bar ini kepadanya.

"Anterin gue pulang!!" pinta Vio dengan nada kesal.

"Bisa diem gak lo. Gue mau cod dulu" jelas Devano.

Hatinya sedikit lega, ia kira Devano akan berbuat yang tidak-tidak.

Seseorang berhenti tepat di depan mobil Devano dengan mengendarai motor dan tampilan yang cukup aneh bagi Vio pasalnya kenapa mereka bertemu di tempat seperti ini, wajah pria itu pun tak tampak karna di tutupi oleh masker. Pria itu menyerahkan plastik, entah isinya apa. Kemudian Devano menyerahkan uang cukup banyak. Rasa penasaran itu semakin meningkat, Vio hanya diam di dalam mobil karna Devano melarang ia.

"Lo COD apaan sih?" tanya Vio yang kepo.

"Minuman." Devano membuka plastik itu ternyata benar memang minuman bening yang di lapisi oleh botol beling.

Vio yang haus, langsung merampas minuman itu, yang di letakan Devano di samping. Apa kalian percaya itu hanya sekedar minuman biasanya, nyatanya itu sebuah alkohol yang berefek samping tinggi, itu sebabnya Devano membeli secara sembunyi karna itu ilegal, Devano sengaja membeli itu untuk menghilangkan semua masalah. Baginya itu obat yang sangat ampuh.

Devano menatap Vio dengan binggung, apa iya gadis ini percaya bahwa ini hanya sekedar minuman begitu polosnya Vio, jelas-jelas dari botolnya saja sudah percis seperti bear atau alkohol.

"Aduh pala gue pusing" keluh Vio sambil memegangi kepalanya.

"Ini minuman apaan?" tanya Vio yang setengah sadar.

"Alkohol." Devano tak terlalu memusingkan Vio karna Vio hanya minum dikit mungkin hanya menimbulkan efek pusing.

Perlahan tapi pasti kesadaran di diri Vio mulai hilang.

"Hahaha, Lo tau gak sih hidup gue itu sedih banggettttt" ujar Vio yang sudah terkena efek sampingnya. Tangan Vio mulai melepaskan karet yang menikat kepangan rambut ia, rambut itu mulai terurai ilkal, ia juga melepas kacamata yang ia pakai.

"Eh lo mau ngapain? pake di lepas kacamatanya entar gak bisa liat" ucap Devano yang mulai gelisah.

"Lo tau kenapa gue begini, gue cupu yaah memang tapi gue berani kenapa? karna,gue gak mau di liat takut oleh orang! gue cape dengan Nisa dan ibu tiri mereka jahat!! cuman papa yang sayang dengan gue."

mungkin dengan ini Vio dapat mengungkapkan semua isi hatinya, selama ini ia selalu memendam tak ingin cerita kepada orang. Sekarang Devano mengerti penderitaan seorang Vio gadis cupu yang kuat.

"Gue pengen ketemu Bunda, kata Nisa gue ini pembawa sial! ibu gue aja meninggal pas ngelahirin gue. Apa iya gue ini pembawa sial?" tanya Vio yang sudah meneteskan air mata, menatap kosong ke arah Devano.

"Lo bukan pembawa sial. Lo pembawa ke bahagian" tutur Devano yang mengusap air mata yang mengalir di pipi Vio.

"Vano.. ngebutin mobilnya biar seru" pinta Vio yang kembali memasang wajah senang.

"Vanoo ngebut!!"
Devano masih belum menggubris ucapan Vio.

"Vano liat ke arah Gue!!" paksa Vio dengan terus menarik-narik lengan Devano.

Clupp..

Bibir munggil Vio mengenai pipi Devano. "Ngapain lo cium gue?" tanya Devano kaget.

"Abisnya Vano ganteng" jujur Vio, Devano binggung harus marah atau tidak, posisinya Vio sedang mabuk ia mana sadar jika telah melakukan ini.

"Vano.. Gue mau pulang" perintah Vio.

Pulang? dalam keadaan begini. Bisa habis jika orang tua Vio mengetahui bahwa putrinya mabuk karna Devano. Binggung harus di bawa ke mana Vio ini. Satu ide terpintas dalam benaknya. Ia langsung melajukan mobil ke sayanganya dengan kecepatan tinggi.

"Aaaa takut, tolong... tolong" teriak Vio yang sudah ngelantur.
Devano menepuk jidatnya sendiri, pusing melihat tingkah Vio yang sudah seperti orang gila. Perasaan ia belum pernah melihat gadis mabuk sampai segininya.

Mobil Devano berhenti di salah satu apartemen terbesar di Jakarta, tanpa ambil pusing ia langsung menggendong Vio tak peduli apa kata orang.

Yang di gendong hanya menatap Devano sambil tersenyum, pipi Vio merona, matanya tertuju pada wajah tampan Devano.

"Berhenti natap gue!"

"Devano ini bukan rumah guee!!!!! Hayo Vano mau ngapain?" ledek Vio.

"Bisa diem gak!!" bentak Devano.

"Vano jahat." Vio menangis sekeras-keras mungkin membuat kuping Devano sakit. Tak tahan akan suara tangisan tanpa pekir panjang Devano menutup mulut Vio dengan telapak tangan.

Arrgg...

"Sakit bego" celetuk Devano.

"Rasain Vano jahat!!".

Vio pun bangkit dari kasur, mulai melangkahkan kakinya untuk berdiri di atas kasur, dan memulai meloncat-loncatkan dirinya di atas kasur.

Devano menggeleng-gelengkan kepala, apakah bisa ia tahan dengan sikap Vio yang sudah tak waras ini.

"Vio turun! atau gue tinggal lo!" ancam Devano.

"Bodo amat." Vio tak minghiraukannya bukannya takut ia malah memasang wajah meledek dengan ngejulurkan lidahnya ke arah Devano.

"Mending lo tidur, nanti kalo bangun gue janji deh mau beliin apa aja yang lo mau" tawar Devano.

"Boleh, taaapiii peluk gue, karna Vio takut" pinta Vio secara manja.

"Lo ini mabuk apa cuman manfaatin gue!"

"Vio gak tau."

"Ya udah gue peluk lo."
Vio tertidur dalam pelukan Devano, sungguh ini pertama kalinya di dalam hidup Vio ia di peluk dengan seorang pria biasanya hanya dengan papanya saja. Perlahan mata Vio memejam, Devano sebenarnya malas tapi bagaimana lagi ini sudah nasipnya.

Perlahan Devano melepaskan tangannya dari punggung mungil milik Vio yang sedang tertidur, Devano mematung melihat wajah polos gadis yang sedang tertidur lelap, hidung mancung, bibi sexy yang munggil, wajah yang anggun.

"Sadar Devano!!" batin Devano.

Hampir saja ia hilaf ingin mencium Vio tapi pikiran itu segera di tepis olehnya.

RAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang