Devano masih sibuk dengan game online yang ia mainkan, sebentar-bentar ia menatap Vio yang tengah tertidur lelap. Sudah hampir 8 jam Vio tertidur, dan Devano senantiasa berada di samping Vio.
Matanya mulai membuka perlahan, menyadari keberadaannya yang entah di mana, di sudut kanan ada seorang pria yang tengah sibuk memanikan ponselnya. Mata Vio tak bisa melihat dengan jelas, wajar saja ia tidak memakai kacamata.
Tangannya mulai meraba-raba ke sekelilingnya tak di temukan kacamatanya.Seorang pria menyerahkan kacamata ke arah Vio.
"Nih pake" ucap Devano.
Suara itu, sepertinya ia mengenalnya. Buru-buru Vio memasang kacamatanya.
"Ngapain lo bawa gue ke sini?" tanya Vio dengan panik.
"Kemarin lo mabok, jadi Gue bawa lo ke sini" jelas Devano secara santai.
"Lo gak ngapa-ngapain gue kan?" tanya Vio tanpa pikir panjang, sebab saat ini Devano tidak memakai baju sudah kebiasaan Devano jarang memakai baju karna ia sering merasa panas.
"Gak napsu" teletuk Devano.
"Terus lo ngapa gak pake baju!!"
"Banyak tanya lo njir, iya gue udah ane-ane sama lo semalem" ujar Devano yang ingin mengelabaui Vio.
"Aaaaaa, Papa tolong Vio" teriak Vio yang sudah sangat panik.
"Hhhaa ngekek asuww" ledek Devano.
"Lo harus tanggung jawab!" pinta Vio dengan wajah polosnya.
"Atas dasar apa?"
"Lo udah berbuat tidak sopan!"
"Buktinya?" tanya Devano.
Sakatmat..
Vio terdiam ia tidak punya bukti, lagi pula pakaian yang ia gunakan masih utuh. Sepertinya Devano telah mengerjain Vio.
"Pulangin gue sekarang!" pinta Vio dengan wajah geram.
"Mending lo tidur lagi" suruh Devano tanpa dosanya ia menyuruh Vio tidur lagi? apa ia tidak tau bahwa Vio dan Devano bisa di sangka berbuat yang aneh-aneh karna sekamar berdua.
"Lo gila! gue ini bukan istri lo. Pacar aja bukan!" celetuk Vio.
"Iya gue tau. Nanti lo akan jadi istri gue, Dan sekarang lo jadi pacar gue!" tegas Devano.
"Serah lo. Anterin gue pulang sekarang!"
"Iya sayang."
*****
Vio berjalan takut ke arah pintu rumahnya, apa yang terjadi nanti apa lagi Sinta saat mengetahui ia tidak pulang semalam. Vio berjalan kakinya gemetar, wajahnya pun tampak cemas.
baru saja menginjak lantai rumahnya, suara perempuan paruh baya sudah terdengar.
"Dari mana saja kamu? tidak pulang semalaman" tanya Sinta dengan tatapan sinis.
Vio menelan safila "Abis nginep di rumah lala" tutur Vio.
"Jangan bohong kamu!" bentak Sinta.
"Bbener kok, Mah"
Sinta berjalan mendekati Vio.Plakk...
Sebuah tangan melayang di pipi mungil Vio, menimbulkan air bening keluar dari mata Vio. Cairan segar berwarna merah keluar dari sudut bibir Vio.
"Saya tau kamu bohong! jangan bikin keluarga ini malu karna tingkah laku kamu! saya ingatkan saya bisa saja membuat papa mu itu membenci mu," ancam Sinta, kali ini memang ia benar-benar kelewatan kepada Vio. Sebenarnya Vio pun masih pusing di tambah lagi perlakuan sinta ke padanya ini membuat Vio hancur.
"Cukup!! saya sudah tidak tahan dengan perlakuan anda. Anda bukan mama saya! jangan pernah berprilaku kasar. Anda ingat, anda cuman sampah yang di pungut oleh papa saya" ujar Vio saat ini ia sudah tak bisa menahan diri, tak peduli bagaimana pendapat papanya nanti.
"Oh jadi ini perilaku kamu Vio" ucap Hendra yang tiba-tiba muncul.
"Pa, dengerin penjelasain Vio. Papa gak tau apa yang Vio rasain selama ini" ucap Vio yang mencoba menjelaskan.
"Cukup Vio! papa gak mau denger alesan kamu!" bentak Hendra.
Vio berlari ke kamar ia, tak menghiraukan Herman yang akan lebih marah lagi, Selama ini Hendra tak pernah membentak Vio. Itu pertama kalinya Vio di bentak oleh Hendra. Air matanya terus saja mengalir, darah di sudut bibir pun belum saja mengering.
Vio memberiakan luka itu, tak ingin mengobatinya ataupun mengelapnya. Biarkan itu menjadi luka yang pedih seperti kehidupan Vio seperti saat ini.
******
Kedua sahabatnya itu menatap wajah Vio dengan prihatin, sendari tadi tingkah laku Vio tidak seperti biasanya. Ia lebih sering menyendiri, tidak banyak bicara seperti biasanya. Lala, dan Tata sudah menanyakan tentang lebam yang ada di sudut bibir Vio, tapi Vio selalu diam, dan menatap kosong ke arah jalan."Viiioo, Lo kenapa sih? dari tadi diem bae" tanya Lala.
"Gak papa, gue ke kelas dulu."
Vio bangkit dari tempat duduk pergi meninggalkan kedua sahabatnya yang sedang asik makan."Gue curiga sama Vio pasti ada yang di tutupin dari kita" ucap Tata kepada Lala.
"Mending kita cari tau" ujar Lala.
Lala dan Tata pun memang sering mencari tau tentang masalah Vio ketimbang harus mendengar ceritanya langsung dari mulut Vio yang entah kapan, akan di ceritakan.Vio berjalan menyusuri kelas demi kelas, pandangannya tertuju kepada seorang pria yang tengah bermersaan dengan salah satu gadis.
Menjijikan itu yang terlintas di pikiran Vio.
"Dasar gak tau malu" gumam Vio, tapi lelaki tadi sepertinya ia kenal , iya dia Devano.
Rasanya ingin Vio menghajar Devano di tempat umum, pasalnya karna Devano lah Vio menjadi begini. Tapi Devano sama sekali tidak merasa bersalah.
Vio mengambil bekas minuman yang berbentuk kaleng, berancang-ancang untuk melemparnya ke arah Devano dengan gadis entah siapa Vio tak mengenalnya.
"Aww, siapa yang berani nimpuk ini!" teriak Devano, saat melihat sekelilingnya ia rasa hanya ia dengan Marsya pacar baru Devano.
"Gue!"
"Ngapain sih pacar gue ini pake nimpuk gue segala lo gak kasihan ma gue? mending sini sama gue duduk biar tri in one biar kane" beo Devano dengan tanpa dosa.
Mata Vio membulat ketika mendengar ucapan pria bar-bar ini, sedikit jijik Vio pun belum pernah mengenal pria seperti Devano.
Sementara Marsya masih setia dengan Devano dengan menggenggam tangan Devano seolah tak ingin di tinggal Devano.
"Jagain pacar lo. Awas jelalatan" ujar Vio yang kemudian pergi.
"Kita putus. Gue mau ngejer pacar gue" tutur Devano yang langsung melepas kasar tangan Marsya yang menggenggam tangan Devano.
"Devano lo gak bisa giniin gue aja!" teriak Marsya yang meratapi ke pergian Devano.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAIN
Teen FictionFollow sebelum membaca --------- "Kalian harus menikah," ucap Hendra secara tegas. "Hah! menikah!!!" sahut keduanya yang langsung menatap satu sama lain. "Iya menikah." "No! Aku enggak mau!" tolak keduanya secara bersamaan. ====== Start: 28, 12, 20...