Kepingan Kesepuluh

475 66 30
                                    

Dalam heningnya suasana‚ saat itu‚ yang Sehun dan Luhan lakukan hanyalah berbaring. Keduanya saling memeluk‚ sembari memandangi langit-langit yang terang karena lampu. Kepala Luhan berada di atas lengan Sehun. Sementara lengan Sehun yang digunakan Luhan sebagai bantal‚ memeluk pundak perempuan itu‚ sehingga jarak mereka semakin rapat. Jemari mereka saling bertaut. Hanya saja sedari tadi mereka memutuskan untuk diam‚ menikmati waktu yang tersisa dalam keheningan.

Merasa bosan dengan diam-diaman ini‚ akhirnya Luhan memutuskan untuk bersuara saja. Perempuan itu melepaskan tautan tangan mereka dan beralih memeluk perut Sehun. Sehun jadi menunduk untuk menatapnya.

"Kenapa kau kemari?"

Kedua alis Sehun terangkat kebingungan melihat Luhan bertanya demikian padanya. "Kau rumahku. Jadi tidak boleh aku kemari?" jawabnya jujur.

Luhan menggeleng kecil. "Tidak‚ bukan begitu." ujarnya. Ia membuat tubuhnya setengah duduk lalu menjatuhkan separuh tubuhnya di atas Sehun. "Seharusnya kau tetap berada di sana. Jongin mengkhawatirkanmu."

"Ah‚ Jongin hyung..." Sehun malah tersenyum geli dengan tatapan menerawang. "Kurasa dia menyukaiku."

Dan Luhan terkekeh geli. "Jangan berpikiran aneh-aneh. Jongin sudah punya tunangan‚ kau tahu." katanya sembari mendorong kening Sehun dengan ujung jari telunjuknya.

Untuk beberapa saat‚ mereka saling memandang. Yang kemudian tergantikan oleh kecupan-kecupan singkat yang manis. Ditiap jeda kecupan itu‚ Luhan pasti tersenyum manis‚ yang membuat dada Sehun berdebar tak menentu. Perempuan itu cantik sekali saat tersenyum.

"Kau tak takut padaku?" tanya Sehun kemudian. Luhan meninggikan kedua alisnya setelah itu‚ tidak mengerti sepertinya. Jadi Sehun mengulang pertanyaannya. "Maksudku‚ kau tak takut padaku karena kejadian waktu itu?"

"Awalnya aku takut. Tapi sekarang tidak." jawab Luhan kemudian. Sehun menaikkan kedua alisnya tinggi.

"Lantas?"

Luhan mengulum bibirnya sejenak. "Kalau aku jadi kau‚ mungkin aku akan melakukan hal yang sama. Jadi untuk apa aku takut?" tanyanya balik. Sehun menatapnya sangsi dan Luhan tersenyum padanya. "Aku tidak takut padamu‚ serius‚ percaya padaku. Lagipula untuk apa aku memeluk dan menciummu seperti ini kalau aku takut padamu?"

Sehun terkekeh geli mendengarnya. "Aku mengerti." balasnya yang kemudian menutup pembicaraan mereka.

Hening sejenak.

"Sehun‚" panggil Luhan berbisik. Ia sedikit mengangkat tubuh. "Apa kau sudah tahu kapan memorimu dihapus?"

Lalu senyum Sehun luntur. Ia biarkan Luhan menunggu jawabannya sebelum ia mendudukkan diri‚ membuat Luhan menyingkir dari atas tubuhnya dan duduk di sebelahnya.

"Kau tahu?" ulang Luhan lagi. Lagi-lagi Sehun enggan menjawab. "Kau kemari untuk bertemu denganku? Menghabiskan waktu yang tersisa denganku?"

"Apa salahnya aku ingin menghabiskan waktuku bersama perempuan yang kucintai?"

"Tidak ada yang salah." jawab Luhan. Nada suaranya kali ini terdengar jengah. "Aku hanya takut kalau aku jadi tidak bisa melepaskanmu dengan mudah."

"Melepas seseorang memang tidak akan mudah‚ Luhan." balas Sehun tenang. Ia meraih jemari Luhan‚ lalu menggenggamnya hangat. "Jangan takut untuk melepasku hanya karena nantinya kau sendiri yang ingat tentang semua kenangan kita‚ atau karena aku yang tak mengingatmu lagi. Tapi jujur saja‚ untuk tidak mengingatmu‚ kurasa akan mustahil. Sebab aku akan terus mengingatmu dengan hatiku‚ bukan dengan otakku."

Lantas Luhan menatap Sehun lamat-lamat sebelum bergerak untuk memeluk lelaki itu. Ia bersandar pada dada Sehun‚ sekali lagi mendengar degup jantungnya.

Lucky OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang