effete : 5. a day to healing

61 4 17
                                    

Love is bigger as its going hurt

Loey

Menurut berita kesehatan, merokok di pagi hari adalah ritual bahaya yang nayatanya malah jadi kultur orang-orang di negara kita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menurut berita kesehatan, merokok di pagi hari adalah ritual bahaya yang nayatanya malah jadi kultur orang-orang di negara kita. Gue nggak tau dan nggak mau tau bahaya apa yang mereka maksud, karena gue nggak peduli.

Rokok.

Pada dasarnya, gue bukan perokok yang terlalu aktif. Gue selalu membatasi kebiasaan merokok gue di depan seseorang. Dulu dan sekarang. Pada seseorang yang berbeda. Momen gue merokok lebih sering terjadi di saat gue kumpul sama temen. Selebihnya adalah saat gue butuh pelampiasan.

Buat gue rokok adalah pelampiasan. Pelampiasan paling mudah. Dengan menghirup sebatang rokok dan ngebiarin asapnya masuk ke tubuh gue, seakan-akan memberikan sedikit udara pada otak gue yang kalut.

Saat kalut gue merokok. Saat gue terlalu lelah sama peran gue sebagai manusia. Rokok akan jadi teman gue.

Seperti pagi ini.

Gue kalut. Terbukti dari entah berapa banyak jumlah rokok di yang udah gue hisap sejak gue bangun satu jam yang lalu. Jam 4, saat gue memastikan seseorang udah tenang, gue diam-diam keluar dari kamarnya dan masuk kamar Stella hanya buat sembunyi di balkon yang sepi ini, karena tempat ini adalah satu-satunya tempat teraman di unit ini, agar adik Stella nggak menemukan gue.

Sekarang masih jam 5 pagi. Langit ibukota masih cukup gelap buat memulai aktivitas. Gue menatap hamparan langit dengan bersandardi pagar pembatas. Gue menyesap pelan asap yang masuk dari batang nikotin, membiarkannya menyatu bersama pembuluh pernafasan gue. Pelan tapi penuh. Sampai gue bisa merasakan paru-paru gue mengembang dan berbaur dengan asap rokok.

Aroma kopi menguar saat gue mendengar bunyi jendela balkon berderit. Gue menoleh sekilas dan mendapati  Stella datang dengan 2 gelas kopi di tangannya, kemudian satu gelas dia sodorkan ke gue.

Ini udah sepaket kan? Merokok dan minum kopi di pagi hari. Kurang kursi goyang dan koran lalu gue bakal sempurna mirip bapak-bapak dengan rutinitasnya di tiap pagi.

"Untung lo nggak lagi pake kacamata baca. Dan nggak ada koran di tangan lo," meskipun suasana hati gue buruk, mulut gue tetap menyunggingkan senyum karena candaan Stella yang serupa sama imajinasi gue.

"Thanks," gue menyeruput kopi instan buatannya sambil kembali menyandarkan badan gue di pagar balkon, dengan posisi menghadap luar. Stella ikut bersandar di sebelah gue. Baik gue atau Stella nggak ada yang berinisiasi untuk memulai pembicaraan.

Karenanya kita berdua diam dalam hening.

Hingga akhirnya gue rasa udara pagi udah mulai memudar dan matahari malu-malu mulai naik. Sinarnya seolah membuat divergent di antara satu titik yang menyebar ke celah-celah gedung pencakar langit yang ada di ibukota ini.

EFFETETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang