9. Festival Lampion

601 97 7
                                    

“Pernikahan itu adalah paksaan. Aku tidak pernah setuju untuk menikah dengannya.” Ino mengakhiri curhatannya yang panjang lebar dengan helaan napas dalam. Wanita itu tampak tidak senang.

Sakura menatapnya penuh arti. “Mengapa kau tidak mau menikah dengannya, Ino? Sepertinya dia benar-benar jatuh cinta padamu.”

“Tidak mungkin dia jatuh cinta padaku. Sejujurnya sebelum ini hubungan kami agak dingin karena sikapnya yang tiba-tiba kasar padaku, padahal kami tidak terlalu saling mengenal. Dan kau harus ingat kalau dia juga menjadi salah satu pria yang mengejarmu, Sakura.”

“Bukankah dia pernah menciummu?”

Kedua pipi Ino menjadi merah. “Bukan hanya gila, dia juga aneh. Bagaimana mungkin dia mencium seorang wanita yang tidak ia sukai?”

“Mungkin waktu itu ia belum sadar bahwa ternyata ia jatuh cinta padamu.” Sakura mengangkat bahunya. “Tapi entahlah. Aku juga tidak terlalu mengenal Tuan Sai. Bagiku dia pria yang cukup misterius.”

“Sekarang dia menyebarkan kabar tidak benar bahwa kami akan menikah, pria sialan itu. Lalu tiba-tiba ia menjadi tidak bisa ditemui. Sudah lima hari aku tidak bertemu dengannya.”

Sakura juga sudah lima hari tidak melihat Sasuke. Sebelumnya pria itu berkata padanya bahwa ia memiliki urusan mendesak di Kumo dan tidak tahu kapan akan kembali.

Sakura mengangkat kepalanya dan memandangi pepohonan di kedua sisi jalan yang telah dihias dengan lampion dan hiasan cantik lain dari kertas. “Mungkin Tuan Sai akan datang ke acara festival lampion malam ini. Lihat itu, Ino. Bukankah itu lampion yang sangat cantik?”

Ino menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Sakura. Ekspresi di wajah wanita itu berubah cerah dan ia menjadi sangat ceria ketika mengajak Sakura untuk melihat lampion-lampion itu dari dekat, seolah sebelumnya ia tidak sedang kesal.

Festival lampion yang diadakan di pinggir sungai Anbu yang besar sudah dikunjungi oleh banyak orang sejak tadi sore sehingga sekarang menjadi sangat ramai. Sakura hanya pergi berdua saja dengan Ino, meninggalkan Sarada bersama Mikoto di rumah. Ia sudah mengajak Izumi dan Konan untuk menikmati acara festival malam ini, namun Konan beralasan bahwa ia merasa tidak enak badan. Sementara itu Izumi tidak bisa meninggalkan Izuna yang lututnya sedang terluka karena terjatuh tadi sore.

“Apa kau sudah melihat Hinata dan Naruto? Hinata bilang ia akan menyusul selagi Boruto tidak ada di rumah."

Ino menggeleng. “Terlalu banyak orang di sini, meski tidak berdesak-desakan. Mungkin sebenarnya tadi aku berpapasan dengan beberapa orang dari klan Yamanaka.”

“Tidak akan ada pencuri di sini, kan?” Sakura menggenggam tas serutnya dengan erat. “Aku memang tidak punya uang yang banyak, tapi tetap saja itu uang milikku.”

Ino terkekeh geli. “Kau tidak perlu khawatir dengan uang. Calon suamimu—“ wanita itu memekik ketika tidak sengaja menabrak seseorang dari arah yang berlawanan. “Oh, aku minta maaf.”

“T-tidak masalah.” sahut orang itu dan langsung beranjak pergi.

Sakura memandangi kepergian pria itu dengan kerutan di dahi. “Apakah dia baik-baik saja? Wajahnya terlihat begitu pucat.”

Ino terkesiap. Ia segera mengecek bagian dalam lengan kimononya dan menghela napas lega saat mengeluarkan kantung serutnya dari sana. “Ku pikir dia seorang pencuri.”

Sakura menoleh ke belakang lagi. “Mungkin dia hanya sedang terburu-buru—“ kali ini dirinya yang tidak sengaja menabrak orang dari arah depan. Tubuh Sakura tersentak mundur. Sontak Ino memegangi lengannya.

Kedua wanita itu mendongak dan sama-sama terkejut setelah melihat siapa yang baru saja ditabrak Sakura.

Sasuke, dan di belakangnya berdiri sosok Sai yang tersenyum manis kepada mereka berdua.
      

R E D  E C L I P S ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang