.
Gaun itu tampak mewah dipakai gadis yang akan segera Mark pinang. Dijadikan istri dan dijadikan ibu untuk anaknya kelak. Gadis itu tampak ceria dalam balutan gaun lengan panjang berwarna putih di selimuti payetan penuh. Mark ikut tersenyum.
Bahagia gadis itu adalah bahagianya.
"Cantik kan kak? Ini gaunnya hasil diskusiku bersama Haechan loh kak"
Namun senyum Mark mendadak menghilang. Ketika nama bocah kesayangannya -dulu disebutkan oleh Yeri. Entahlah, ada perasaan bersalah ia rasakan pada anak itu.
"Sebab dia bilang, kak Mark suka sesuatu yang mewah. Jadi, aku meminta penjahit mendengarkan idenya itu." Yeri si gadis periang itu menjelaskan. Makin membuat hati Mark tak karuan. Ada yang mengganjal jika nama itu disebutkan.
"Sejak kapan kau dekat dengannya?" tanya Mark kemudian yang penasaran. Sesi fitting baju pengantin malah mereka jadikan wawancara dadakan.
"Eum- sejak kau mengenalkannya padaku dan sejak aku tau dia adalah tunanganmu dulu..."
Mark terkejut, jantungnya tertohok. Bagaimana Yeri tau akan hal itu?
"Bagaimana kau tau? maksudku, apa dia cerita padamu?"
"Dia tidak menceritakan apa-apa. Aku tau sendiri. Kak, apa kau dulu begitu mencintainya?"
Pertanyaan itu memang bukan soal yang sulit. Jika ditanya, apa Mark mencintai Haechan dulu? ya. Jawabannya ya dan tak salah lagi.
"Hanya sebagai kakak dan adik! tak lebih. Lagipula mana mungkin aku benar-benar serius melamar seorang bocah?!"
"Kalau tak lebih bagaimana kalian bisa bertunangan?! kenapa setiap kali aku menyebutkan namanya kau selalu diam?!"
Mark tak tau ingin menjawab apa.
"Kak... kau mencintaiku tidak?"
"Ya, selalu begitu dan seterusnya"
Yeri terisak. Ini terlalu sakit untuknya. Calon suaminya, calon masa depannya, tak pernah jujur jika pernah bertunangan. Hingga membuat patah hati seseorang. "Tapi bocah itu mencintaimu. Bahkan rela menunggumu,"
Mark diam. Bukan tak tau harus menjawab apa. Mark diam sebab tau satu fakta. Bocah itu tak pernah melupakannya.
"Kak, aku mau ganti baju dulu. Keluarlah" pinta Yeri tak ingin melanjutkan percakapan berakhir emosi. Mark hanya menurut dan keluar dari ruangan itu.
Meninggalkan Yeri yang menangis dan sibuk menekan nomor ponsel seseorang. Ingin bertanya, ia harus bagaimana.
"Soobin-ah!! hiks... aku harus bersikap seperti apa?!"
_______________
"Maaf Haechan sudah membuatmu menunggu agak lama."
Dari tempat duduknya Haechan tersenyum tipis. Melihat Hyunjin yang baru datang langsung mendudukkan diri di depannya. Mereka berdua sudah janjian tadi untuk bertemu di kantin kampus.
"Gak masalah kok" jawab Haechan seadanya.
Hyunjin mengeluarkan sebuah buku dari tas yang ia bawa. Buku jurnal milik Haechan yang berisi tempelan-tempelan foto. Koleksi foto yang Haechan ambil selama tiga tahun kebelakang. Belakangan mereka semakin dekat saja apalagi setelah Soobin memberitahu nomor ponsel Haechan lewat Yeonjun.
"Makasih ya udah mau pinjami aku jurnal ini. Sangat membantu untuk festival nanti."
Haechan hanya mengangguk saja. Hari ini, Haechan rasa ia sedang tak enak badan hingga malas ingin melakukan kegiatannya. Bertemu dengan Hyunjin saja ia harus memaksakan diri. Tak enak menolak ajakan Hyunjin untuk bertemu. Lagipula, anak itu ingin memulangkan jurnal miliknya.
"Kamu kenapa? sakit ya?" Hyunjin menyadari Haechan sedikit berubah. Haechan hanya menggeleng, menolak fakta bahwa memang ia sedang tak enak badan.
"Gak kok"
"Bohong"
Hyunjin bangkit kemudian mendekatkan wajahnya ke arah Haechan. Lalu menempelkan dahinya ke dahi Haechan.
Membuat beberapa orang yang ada dikantin terkejut. Termasuk Mark, yang baru saja masuk dan menyaksikan kejadian itu."Iya. Kamu demam" Kata Hyunjin kemudian.
Tak memperdulikan, bahwa Mark sedang menahan amarah di ujung sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
20th || Markchan✅✅
أدب الهواة[Trilogi Kedua] Siapa sangka, si Baby-Chan kini sudah tumbuh besar. bxb content; hurt-comfort; drama;