#9

157 27 6
                                    

Bau mobil Chris tak lagi seperti kopi, kini mobil ini dipenuhi bau tembakau yang membuat Sharon pusing. "Chris?"

"Hmm?" Mata Chris masih terpaku pada jalanan di depannya. Sharon pun tidak tahu kemana Chris akan membawanya, ia cukup percaya dengan Chris tidak akan berbuat aneh-aneh padanya.

"Kamu merokok?"

"Aduh bau banget ya?" Chris tidak menjawab pertanyaannya dan malah mengajukan pertanyaan lain.

"Iya," jawab Sharon.

Chris panik, tangannya meraih pengharum mobil yang ada di  dashboard dan mengguncangkannya dengan harapan pengharum itu akan mengeluarkan wangi yang menghapus jejak tembakau. "Tadi pagi mobil ini dipakai anak-anak, pasti  mereka ngerokok deh." Chris masih berusaha untuk menghilangkan jejak tembakau, kali ini dengan meningkatkan kekuatan fan blower. Tapi nihil. "Mau jendelanya dibuka aja nggak?"

Sharon buru-buru menurunkan kaca mobilnya. Dengan begini ia bisa dengan jelas melihat lampu-lampu kota. "Jadi kamu nggak merokok?"

"Nggak kok," jawab Chris lugas. "Aku nggak akan merokok, Sharon."

"Kenapa?"

"Karena nanti aku dimarahin sama kamu."

Sharon tidak bertanya lagi. Kalimat terakhir Chris cukup membuatnya geli sendiri. Ia memalingkan wajahnya lagi ke samping, menikmati kota di malam hari yang jarang ia lakukan semenjak masuk koass. Paling-paling ia bisa menikmati kelap-kelip malam dari tangga darurat rumah sakit dengan kaca yang menutupi satu sisinya.

Tak butuh waktu lama untuk mereka sampai di tempat tujuannya-tujuan Chris. Sharon membaca plang besar di depan Chris memakirkan mobilnya "Wedang Ronde Tirto, sejak 1948".

"Suka ronde?" tanya Chris dan dibalas dengan anggukan Sharon.

Sejujurnya Sharon belum pernah ke tempat ini, meskipun ia sudah tinggal di kota ini sejak SMA dan belum pernah memakan ataupun meminum ronde. Ngomong-ngomong, ronde itu makanan atau minuman?

Chris menepuk pundaknya, Sharon tak sadar bahwa ia baru saja melamun sambil memandangi penjual Wedang Ronde itu menuang dua macam kuah ke mangkok-mangkok. "Sharon mau pesan apa?"

"Nggak tahu," jawabnya singkat.

Yang aneh, Christoper justru terkekeh dan mengacak-ngacak rambutnya tanpa permisi yang sontak membuat mata Sharon melotot hebat. Sudah berapa kali cowok ini menyentuhnya tanpa izin?

"Wedang ronde satu, angsle satu, Mas."

Sekali lagi Chris dan Sharon duduk berhadapan. Didepannya kini Chris sedang memandanginya. Bagaimana bisa Sharon membalas tatapan Chris kalau Chris melihatnya sambil tersenyum?

Sharon bukannya tidak bisa menatap mata lawan bicaranya, hanya saja Chris begitu... menyebalkan? Buktinya ia Sharon bisa berhadapan dengan konsulen, residen, intern, ataupun perawat senior dengan berani. Ia juga bisa menganamnesis pasien dengan cukup baik. Intinya, Sharon bisa membalas tatapan lawan bicaranya. 

Membalas tatapan Chris membuatnya bingung. Perasaan seperti kesemutan ditambah rasa kesetrum ringan selalu membajiri indranya, seakan saraf tepi-nya sedang bermasalah. Sharon jadi takut untuk memandang Chris, ia takut jangan-jangan nanti ia bisa mengunungi Poli Neurologi sebagai pasien. 

Pesanan mereka datang saat Sharon masih sibuk memainkan ponselnya, memarahi Jihan, Shaza, dan Manda di groupchat mereka karena membuat Sharon menjadi canggung. 

"Sharon mau yang angsle atau yang ronde?" tanya Chris membuyarkan fokusnya pada ponsel. 

Sharon familiar dengan angsle, ia sudah tahu bagaimana rasa ketan, kacang hijau, pacar cina, roti tawar dengan kuah santan manis beraroma pandan yang kuat. Tapi ronde? kuahnya berwarna coklat jernih dan bau yang kuat dengan isian bola-bola warna putih, hijau dan merah muda. 

Polar OppositeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang