"Shaza, bujuk Sharon dong." Jihan meminta Shaza membantunya untuk mengajak Sharon besok untuk menemaninya nonton basket.
"Emang siapa yang tanding sih, Han?" tanya Manda yang daritadi hanya menjadi penonton Jihan yang tak dihiraukan Sharon.
Jihan tersenyum usil, "Temen gue besok tanding gitu. Gue disuruh nonton, tapi kan gue ngga kenal siapa-siapa. Ya, gue maunya ajak Sharon sama gue gitu."
"Jihan, kamu tuh mencurigakan. Makanya aku nggak mau ikut. Kenapa Shaza sama Manda nggak kamu ajak sekalian?"
"Nggak bisa, Shaza ada janji sama nggatau-cowok-yang-mana-lagi, terus Manda mau ngerjain tugas katanya," jawab Jihan sekenanya. Manda yang dibilang nggak ikut karena mengerjakan tugas hanya mengerjap, kebingungan apakah ada tugas yang ia lupakan?
"Hah? Tugas apaan, Han? Kok aku nggak inget? Referat? Laporan kasus? Responsi? Jurnal review? Bedah buku?" Manda menyebutkan semua model tugas yang mungkin ia lupakan dan justru mendapatkan hadiah timpukan virtual dari Shaza.
"Emang dimana pertandingan basketnya?" tanya Sharon sambil melanjutkan pekerjaannya mengerjakan referat.
"Di lapangan basket lah," jawab Jihan hati-hati yang hanya direspon dengan lirikan tajam Sharon, "Hehehe, di lapangan basketnya Institut Teknologi itutuh."
Sore itu keempat sahabat ini sedang menikmati pulang-sore mereka dengan nongkrong di warung kopi belakang rumah sakit, namanya Oncoffe dari Oncology x Coffee. Warung kopi yang entah punya ide dari mana menggunakan kata 'Onkologi' yang artinya ialah keilmuan mengenai kanker. Tapi di Oncoffee inilah tempat bertemunya para dokter muda dan residen mencari suntikan kafein sebelum jaga, mengerjakan tugas karena kamar kos hanya untuk tidur dan nonton drama, atau bisa jadi sebagai tempat mabar PUBG saat ingin kabur hiruk pikuk rumah sakit dan kemarahan supervisor.
Jihan menunggu jawaban Sharon dengan was-was. Fazrin secara personal mengiriminya pesan di Instagramnya agar mengajak Sharon. Kata Fazrin, Chris seperti orang hilang arah selama hampir 2 minggu ini. Fazrin menduga, alasannya ialah Sharon. Sedangkan Sharon, duduk dihadapan Jihan tidak kekurangan suatu apapun dan tidak ada perubahan. Masih diam, tenang, dan efektif, meskipun kadang galak sekali.
"Kalo kamu nggak ninggalin aku pulang, aku mau nemenin." Mata Sharon masih tidak beralih dari layar laptopnya.
Sudah diputuskan. Sharon akan menemani Jihan!
"By the way, nih. Kak Aldo nanyain lu lagi nih, Ron." Shaza melirik ragu ke arah Sharon.
Jujur saja, sejak awal koass kak Aldo selalu mengganggu Shaza saat menyadari bahwa Shaza teman satu geng Sharon. Mulai dari 'Sharon anak mana' sampai 'Sharon lebih suka Double cheeseburger atau BicMac?'. Bagaimana Shaza tidak lelah menanggapi? Sampai akhirnya, Shaza bilang pada kak Aldo, 'Kak, mending coba kakak tanya orangnya langsung deh.'
"Terus kenapa, Za?" jawab Sharon.
"Nggg, nggak tau deh. Gue capek balesin, Ron. Kayak, kenapa sih ngga langsung tanya ke elu gitu? Kan kita sedang berada di satu rumah sakit yang sama!"
Manda dan Jihan hanya tertawa diam-diam. Mereka selalu menjadi penonton setia yang suka berkomentar lirih kalau sudah ngobrolin kak Aldo.
"Kayaknya kalo kak Aldo ngajak ngobrol Sharon juga nggak digubris," timpal Jihan.
"Tapi kok sama si Christopher itu engga? Malah mau dianterin pulang?" Sekarang giliran Manda.
JACKPOT! Kata-kata yang keluar dari mulut Manda membuat Sharon berhenti dari mengerjakan tugas referatnya. Tapi bukankah pertanyaan itu sudah terjawab? Pertanyaan yang juga sering dilontarkan Sharon di dalam kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Polar Opposite
FanfictionChris want to give it a try. And Sharon thinks they will never gonna work. They are so different. They are the polar opposite. [A StrayTWICE's AU]