Sharon berjalan menuju kamar sentral untuk meletakkan barang-barangnya sebelum ke ruang rapat. Masih sepi. Tentu saja, kalau bukan civitas hospitalia siapa yang akan berjalan di lorong rumah sakit sepagi ini. Ia berpapasan dengan senior dan teman-temannya yang memakai setelan hijau muda seperti lemper dengan mata mengantuk. Pasti habis turun jaga, batinnya. Di kamar sentral ia meletakkan tas ranselnya, mengganti dengan tas doraemon yang mudah dibawa kemana-mana. Karena tak kunjung menemukan Jihan, akhirnya Sharon berangkat sendiri menuju ruang rapat untuk mengikuti morning report.
"Sharon?"
Saat Sharon sedang berjalan sambil membaca file untuk morning report, ia mendengar namanya dipanggil. Kak Aldo, sudah beberapa hari sejak terakhir kali Sharon bertemu kak Aldo?
"Kenapa kak?" tanya Sharon. Sesungguhnya ia hanya ingin membaca laporan dengan tenang, mempersiapkan diri seandainya tiba-tiba ditanya oleh supervisor.
"Tadi berangkat bareng siapa?"
Sharon tidak menatap kak Aldo lagi. Matanya terfokus pada layar ponselnya. "Temen, kak." jawabnya singkat.
"Kalau gitu, nanti Sharon ada tentiran? Atau bimbingan? Atau apa ngga? Aku anterin pulang."
Mata Sharon menyipit, aneh sekali kak Aldo ini. "Maaf kak, aku kayanya pulang bareng Shaza atau Jihan kak." Sharon mempercepat langkahnya, sepertinya untuk segera berada di ruang rapat mendengarkan supervisor Paru-nya menghabisi residen jauh lebih menarik daripada berlama-lama dengan kak Aldo.
Sharon bingung harus menjelaskan bagaimana. Kak Aldo dan Chris, mereka rasanya berbeda saja. Kalau dengan Chris, meskipun kadang candaannya
maksa dan gombalannya cheesy, paling tidak Sharon tidak merasakan ia berbahaya. Rasanya Chris hanya manis, hangat, dan naif. Kak Aldo tidak begitu tentu saja. "Aku duluan ya, kak?" Begitu saja interaksi Sharon dan kak Aldo.Selama mengikuti morning report, Sharon tak bisa sepenuhnya fokus mendengarkan dan mempelajari kasus. Jihan terus-terusan mengajaknya ngobrol dan bertanya bagaimana 'kencan'-nya dengan Chris semalam. Sharon hanya menanggapinya seperlunya seperti : 'Pergi beli ronde', 'Dianter pulang', 'Tadi dijemput'. Sharon harap itu akan cukup memberi makan rasa ingin tahu Jihan yang tentu saja... Jihan masih belum kenyang.
Saat istirahat makan siang sialnya Sharon harus mengulang ceritanya saat dicerca pertanyaan oleh Shaza dan Manda. Sudah dua kali Sharon mengulangi hal yang sama dan tidak berniat mengulanginya lagi.
"Sharon, Sharon, Chris anaknya baik ngga?" tanya Manda. Ngobrol dengan Manda akan selalu terasa seperti ngobrol topik basi yang sudah bertahun-tahun terlewat. Tapi herannya, IPK Manda saat preklinik juga bagus.
Beda lagi dengan Shaza yang sangat ahli dalam urusan percintaan. Tak henti-hentinya ia memberikan tips untuk Sharon... yang tidak dibutuhkannya. Meskipun Shaza jarang sekali pacaran, penghuni asrama Whatsapp Shaza tak usah diragukan lagi. Sedangkan Jihan hanya tenang menyesap jus alpukatnya, ia sadar bahwa ia akan selalu menjadi orang yang tahu pertama kalau ada perkembangan di hubungan Chris dan Sharon mengingat ia akan selalu satu departemen dengan Sharon.
"Ohiya," ujar Manda tiba-tiba. "Tadi kak Aldo nanyain aku waktu di poli. Kak Aldo tanya Sharon udah punya pacar apa belum. Padahal kan Sharon ngga pernah pacaran seumur hidup." Tuhkan, Manda ketinggalan obrolan mereka lagi.
ddrrt... ddrrt... ddrrt...
Satu pesan masuk di ponsel Sharon dari nomor yang belum ia simpan ke kontaknya.
Sharon, kayanya kemaren abis stase Jantung ya?
Iya. Kenapa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Polar Opposite
FanfictionChris want to give it a try. And Sharon thinks they will never gonna work. They are so different. They are the polar opposite. [A StrayTWICE's AU]