Anw, I wrote this before 'that' event. I'm still thinking a way.
***
Rasanya ada sesuatu yang direnggut dari semangatnya saat Sharon bilang Jihan-lah yang membuatnya mau bergaul dengan Chris. Entah mengapa ia kecewa, mungkin karena Chris yang tulus ingin berteman dan di sisi lain Sharon seperti boneka yang mau disuruh temannya untuk berteman dengannya. Rasanya menyebalkan.
Bahkan saat Sharon bertanya, Chris menjawab seadanya. Sepertinya kali ini ia membuat suasana diantara mereka berdua semakin canggung. Chris yang tidak menarik bibirnya untuk tersenyum, tidak berbiacara atau melawak, bahkan tidak juga menyalakan radio dalam mobil. Aduhai, makin hening dan syahdu saja.
"Sharon kalau nggak disuruh Jihan nggak bakal mau ya jalan sama aku?" Chris memberanikan diri untuk bertanya. Daripada ia mulai menimbun rasa sebalnya sekarang, lebih baik ia bertanya saja.
Saat mendengar jawaban Sharon, perlahan-lahan senyumnya merekah lagi. Chris terlalu cepat menyimpulkan, bukannya Sharon yang mau berteman dengannya karena perintah Jihan, tapi karena Jihan dkk. lah yang mendorong Sharon agar mau terbuka dan berteman.
Anggap saja begitu kesimpulannya.
Chris menyetir mobilnya di sisa perjalanan ke rumah Sharon dengan lebih sumringah. Yang penting Sharon bukan berteman dengannya karena terpaksa.
Ngomong-ngomong Chris sudah sangat gatal ingin mengatakan sesuatu pada Sharon. Tapi Chris, seorang dark horse di fakultas-nya dalam bidang olahraga, yang paling kuat di antara anak Koefisien lain, salah satu kakak yang ditakuti di seantero Himpunan Mahasiswa Mesin, takut ingin bertanya satu hal pada Sharon.
"Sharon, boleh minta ID Line atau nomor WhatsApp-nya nggak?"
AKHIRNYA! Chris memberanikan diri bertanya pada Sharon saat mereka sudah sampai di depan rumah Sharon. Orang biasanya akan PDKT--ralat, mencoba menjalin pertemanan-- lewat chat terlebih dahulu baru mengantarkan pulang. Setidaknya itu yang dikatakan Harris dalam kuliah singkatnya tentang "Cara Dapetin Cewek oleh Harris yang Paling Ganteng di Mesin."
"Boleh, sini HP kamu," jawab Sharon seketika. Chris tidak menyangka Sharon akan dengan mudah memberikan nomor WhatsApp-nya pada Chris.
Kalau tadi Chris cukup sumringah, sekarang Chris sedang terbang di awang-awang. Sharon memberikan nomor WA-nya, yang secara tidak langsung akan Chris artikan sebagai : 'Oke, kamu boleh chat aku lewat WA' dan ia bisa mengantar Sharon pulang lagi.
Sebentar, Chris akan bertanya satu hal lagi pada Sharon.
"Sharon besok ke rumah sakit naik apa?"
Sharon yang sudah hampir keluar dari mobilnya mengurungkan niat, "Biasanya ojek online atau bareng sama Shaza."
"Besok mau aku anter nggak? Harus di rumah sakit jam berapa?"
Kali ini Sharon berpikir cukup lama. "Jam 6 pagi harus di RS," jawabnya saat Sharon sudah berdiri di depan pagar rumahnya.
"OKE, siap tuan putri Sharon, besok Christopher akan siap mengantarkan!" kelakar Chris.
Mulut Sharon menganga kebingungan. Mengantarkan Sharon ke rumah sakit? Memang siapa dia? "Hah? Apa-apaan? Nggak perlu, Chris."
Tapi Christopher tidak menerima jawaban tidak. "Kenapa? Takut aku culik? Takut terlambat? Sekali ini aja aku anterin, sebagai ucapan terimakasih waktu itu karena udah ngerawat aku."
Sharon masih ragu. Ini terlalu cepat. Ia menggeleng.
"Yaudah, kalau misalnya aku nyampe di depan rumah Sharon tepat waktu, aku yang bakal anterin kamu ya?" ujar Chris. Final.
KAMU SEDANG MEMBACA
Polar Opposite
FanfictionChris want to give it a try. And Sharon thinks they will never gonna work. They are so different. They are the polar opposite. [A StrayTWICE's AU]