Semakin Dekat

32 3 0
                                    

Pagi ini aku datang lebih awal. Karena ada jadwal piket kelas bersama Lia si Ratu Kepo. Biasanya dia selalu datang lebih dulu dariku. Benar saja, begitu memasuki kelas. ternyata Lia sudah menyapu hampir separoh ruangan kelas. Bergegas ku mengambil sapu sambil meletakkan tas di meja. Begitu melihat ku Lia menghentikan pekerjaannya.

" Zahra, kamu tau nggak. Semalam Yuni kena musibah"

"Musibah apa?" jawabku sambil terus menyapu. Aku tidak begitu tertarik dengan apa yang disampaikan Lia. Karena aku paham betul bagaimana sifatnya. Dia suka membesar-besarkan sesuatu.

" Yuni tubuhnya terbakar karena tertimpa lampu semprong di rumahnya"

" Apa!, kok bisa?" kali ini aku benar-benar kaget dengan berita yang disampaikan Lia.

"Iya, semalam kan listrik mati, jadi Ibunya menyalakan lampu semprong dan di letakkan di atas meja. Nah, entah kenapa tiba-tiba kucingnya Yuni melompat kearah lampu. Sehingga lampu itu jatuh dan menimpa Yuni yang sedang tidur". jelas Lia

" Ya Allah, terus keadaan Yuni sekarang bagaimana?"

" Yuni sekarang dirawat di rumah sakit". Beberapa teman ku yang baru datang ikut mendengarkan cerita Lia. Mereka semua sangat mengkhawatirkan keadaan Yuni.

Kelas sudah bersih ketika Bu Dewi wali kelas kami datang. ternyata beliau juga sudah mendengar musibah yang sedang menimpa Yuni. Katanya nanti setelah jam istirahat kami akan menjenguk Yuni kerumah sakit.

Ibu Dewi meminta kami berkumpul di depan kantor begitu bel Istirahat berbunyi. Rumah Sakit lumayan jauh dari sekolah kami. Sehingga kami harus menyewa angkutan umum. Sebenarnya aku tidak ingin ikut. Karena aku memiliki phobia akan rumah sakit. Entah kenapa aku merasakan trauma dengan bau-bauan yang ada di rumah sakit. Selain itu aku suka mual kalau naik mobil.

Alasan ini aku sampaikan kepada Ibu Dewi. Namun kata beliau aku harus ikut, karena nanti teman-teman yang lain akan ikut-ikutan tidak pergi. "Tidak akan tejadi apa-apa" ujar Ibu Dewi meyakinkan ku. Akhirnya aku ikut.

Aku memilih duduk dekat jendela mobil. Agar tidak mabuk. Semua teman-teman sudah naik ke dalam mobil. Kami tinggal menunggu Ibu Dewi yang masih di dalam kantor Tidak lama beliau keluar dan..., aku tertegun begitu melihat sosok yang berjalan di samping Ibu Dewi. Ya, Pak Fadhil ternyata ikut bersama kami kerumah sakit.

Pak Fadhil dan Ibu Dewi duduk di depan dekat sopir. Mobil berangkat, perjalanan begitu menyenangkan karena aku bisa memandangi wajah Pak Fadhil dari kaca spion. Walau sesekali aku kedapatan saat mencuri pandang ke arahnya.

Mobil yang kami tumpangi mulai memasuki gerbang rumah sakit. Badan ku sedikit lemas, dan kepala pusing. Keadaan ini selalu aku rasakan setiap naik mobil. Teman-teman berebut untuk turun . Aku turun paling terakhir. Bu Dewi dan Pak Fadhil berjalan paling depan. Saya lihat Pak Fadhil berbicara dengan seorang perawat. Mungkin beliau menanyakan dimana ruangan tempat Yuni dirawat.

Kami berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Aroma obat-obatan yang khas mulai tercium. Tangan ku mulai dingin. Sementara teman-teman yang lain terus berjalan mengikuti Bu Dewi dan Pak Fadhil. Sesekali Pak Fadhil menoleh kebelakang. Untuk memastikan tidak ada yang tertinggal.

Melewati beberapa belokan, dan akhirnya berhenti di sebuah ruangan. Bu Dewi dan Pak Fadhil masuk terlebih dahulu diikuti oleh beberapa temanku. Sebagian lagi memilih berdiri diluar. Aku masih ragu antara mau masuk atau menunggu di luar. Tapi Lia malah menarikku lebih dulu untuk masuk kedalam.

Bu Dewi terlihat sedang mengobrol dengan Ayah Yuni. Sedangkan Ibunya Yuni nampak terisak di samping anaknya. Pandanganku beralih ke tubuh yang terbaring di tempat tidur rumah sakit. Yuni menderita luka bakar hampir empat puluh persen di tubuhnya. Aku begitu terenyuh melihat Yuni yang terbaring lemah sambil menahan sakit.

Namun tiba-tiba mataku mulai gelap. Suara-suara terdengar riuh namun terdengar sangat jauh. Aku seperti berada di sebuah kebun bunga . Dengan aroma yang sangat wangi. Begitu nyaman, hangat dan menyenangkan.

Aku merasakan ada yang memangilku. Mataku terbuka, kudapati diriku tengah tidur dikamar rumah sakit. Kulihat Pak Fadhil berdiri disampingku dengan wajah cemas. Ada Bu Dewi dan beberapa teman ku yang lain.

" Untunglah kamu sudah sadar" ucap Bu Dewi. Aku mencoba bangun namun badanku terasa sakit semua.

" Jangan bangun dulu, berbaring saja" kemudian Pak Fadhil membantu ku untuk berbaring kembali.

" Sepertinya Zahra belum bisa bangun, sebaiknya Bu Dewi pulang saja dulu bersama anak-anak yang lain. Biar Zahra nanti saya yang mengantar" Pak Fadhil mencoba memberikan solusi kepada Bu Dewi. Akhirnya Bu Dewi dan teman-teman ku yang lain pulang terlebih dahulu. Sementara aku masih berbaring lemah di temani Pak fadhil.

RINDU UNTUK PAK GURUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang