Minta Bantuan

34 2 0
                                    

" Bu...Zahra berangkat ya" ujar ku sambil mencium tangan Ibu.

" Ayah mana Bu?" lanjutku sambil mengalihkan pandangan keseluruh ruangan.

"Ayah kerumah Nenek, kemaren sore tante Ina kesini, katanya Nenek kamu sakit. Makanya habis sholat subuh tadi Ayah langsung kesana" jelas Ibu sambil merapikan rambut ku.

" Ooo..memangnya Nenek sakit apa Bu?" tanyaku sambil memeluk Ibu dan menyandarkan kepalaku di bahunya

"Hanya demam biasa. Sudahlah ngobrolnya nanti saja. Nanti kamu terlambat lho" Ibu menuntun ku kepintu. Sekali lagi ku cium tangan Ibu. Lalu berjalan menyusuri jalan setapak menuju sekolah.

Di ujung jalan aku tidak menemukan Sinta. Biasanya Sinta selalu menunguku di ujung jalan ini. Tapi kenapa pagi ini Sinta tidak kelihatan?. Apa aku terlambat atau terlalu pagi ya? bathinku dalam hati. Ya sudahlah aku berangkat sendiri saja. Kemudian aku melanjutkan perjalanan. Namun baru beberapa langkah aku mendengar seseorang memanggilku

"Zahra tunggu" aku menghentikan langkahku sambil menoleh kearah suara tadi. Ternyata Ibunya Sinta.

" Ada apa Bu?. Sinta mana?" tanyaku sedikit keheranan.

"Sinta sakit, makanya Ibu mau menitipkan surat izinnya ini. Tolong nanti diberikan ke gurunya Sinta ya".

"Baik Bu, nanti Zahra berikan" kemudian aku meninggalkan Ibu Sinta yang masih berdiri di ujung jalan.

Aku mulai memasuki jalan raya. Hatiku sedikit lega. Karena sebentar lagi akan sampai ke sekolah. kupelankan langkahku begitu melewati rumah petak bercat putih. Rumah itu milik juragan tanah di desaku. Pemiliknya sengaja membangun rumah itu untuk di sewakan. Dan salah satu penyewanya adalah Pak Fadhil.

Serr ... darahku langsung berdesir. Begitu melihat seorang pria yang baru saja keluar dari dalam rumah itu. Pak Fadhil bathinku. Kupercepat langkahku. Namun ternyata Pak Fadhil keburu melihatku.

"Zahra, tunggu" ujarnya sambil mempercepat langkahnya. Tidak berapa lama Pak Fadhil sudah berada di sampingku. Aku terus melangkah dan diikuti Pak Fadhil. Aroma Parfumnya seketika tercium oleh sensoriku. Aku sedikit tegang. Karena berjalan bersama Pak Fadhil. Laki-laki yang selalu hadir dalam mimpiku. Yang selalu terkenang disetiap lamunanku.

"Kok sendirian, Mana Sinta?" ujar Pak Fadhil. Aku kaget mendengar pertanyaan Pak Fadhil. Kok beliau tau ya kalau aku selalu berangkat ke sekolahnya bersama Sinta.

"Sinta Sakit Pak" jawabku pelan. Sambil menundukkan wajahku.

" Ooo" katanya. Kemudian Pak Fadhil melirik ke arahku.

"Zahra, nanti sepulang sekolah kamu bisa bantu saya? "

" Bantu apa Pak?" walau sedikit kaget tapi aku berusaha menjawabnya setenang mungkin.

" Nanti kamu akan tau. Kalau benar-benar ingin membantu.  Sepulang sekolah nanti tunggu saya. Kita pulang sama-sama" jawabnya.

Kami memasuki gerbang sekolah, kemudian berpisah di depan kantor. Aku terus melangkah menuju kelasku. Sedangkan Pak Fadhil berhenti di ruang guru. 

RINDU UNTUK PAK GURUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang