Aku terus memandangi pintu kamar rumah sakit. Berharap menemukan sosok laki-laki yang beberapa menit lalu menemaniku disini. Jangan-jangan Pak Fadhil sudah pulang dan sengaja meninggalkan ku disini. Aku mulai cemas. Benarkah Pak Fadhil setega itu?. Fikiran ku sibuk menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi.
Aku bangkit dan turun dari tempat tidur, masih sedikit pusing. Kuambil nafas sebentar dan melangkah keluar. Badan ku terhuyung dan hampir saja terjatuh tapi dengan cepat sebuah tangan kokoh menangkap dan membawaku kembali ke tempat tidur. " Kan sudah di bilang, jangan bangun dulu" Pak Fadhil membantuku kembali ke tempat tidur.
Seorang perawat masuk dengan membawa obat. Kemudian meminumkannya kepadaku. " Istirahat sebentar. Nanti saya akan kembali lagi untuk memeriksa. Kalau tidak ada yang mebahayakan maka adek boleh pulang" perawat itu kemudian meninggalkan kami.
Pak Fadhil melihat ke arahku "Sekarang tidurlah" ujarnya.
" Zahra mau pulang saja Pak. Pasti sekarang Ibu Zahra sedang kuatir menunggu Zahra dirumah".
" Kita tunggu hasil pemeriksaan nanti" jawab Pak Fadhil. Suara nya terdengar tegas. Membuat Zahra takut untuk melanjutkan rengekannnya
Pak Fadhil mengambil buah jeruk dari kantong kresek yang di letakkannya di atas meja. Beliau membelinya saat keluar tadi. " Ini, coba kamu makan" Pak Fadhil menyodorkan nya kepadaku.
" Zahra duduk ya Pak?" kemudian aku bangun. Rasanya sudah tidak pusing lagi seperti tadi.
Pak Fadhil menarik kursi agak ke pintu. Sedikit menyandarkan punggungnya. Mungkin beliau kelelahan menungguiku. Sesekali dia melirik jam tangannya. Tidak lama perawat yang tadi masuk sambil membawa beberapa alat untuk pemeriksaan.
"Apa masih pusing?" tanyanya padaku sambil terus memeriksa.
"Sudah agak mendingan Kak" jawabku. Aku duduk dan membetulkan bajuku.
"Baiklah, tidak ada yang membahayakan. Sekarang adek sudah boleh pulang". ujar perawat itu sambil berlalu.
Pak Fadhil membantuku turun dari tempat tidur. " Mau pulang sekarang" tanyanya sambil tersenyum. Tangannya memegang bahuku. " Iya Pak" sambil menoleh ke arahnya. Wajah kami begitu dekat. Aku bisa melihat dengan jelas mata hitam dengan alisnya yang tebal. Dagu dan rahangnya yang ditumbuhi bulu.
Pak fadhil menurunkan tangannya. Kami berjalan beriringan keluar rumah sakit. Kata Pak fadhil kami harus menunggu angkot di depan gerbang rumah sakit.
Tidak perlu menunggu lama. Angkot yang kami tunggupun datang. Pak Fadhil membantuku untuk naik ke atas mobil. Di dalamnya kami duduk berdekatan. Sepanjang perjalan beliau terus menyakan keadaanku. Apa aku baik-baik saja?. Apa aku merasa pusing?. Semua itu semakin membuatku tidak bisa melupakan sosok Pak Fadhil.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINDU UNTUK PAK GURU
Fiksi RemajaZahra merupakan anak semata wayang. Gadis muda belia yang jatuh cinta kepada Guru Matematika di sekolahnya. Matanya yang indah dengan bulu mata yang lentik. membuat Zahra banyak disukai kaum pria. Namun cintanya yang besar kepada Fadhil. Membuat dia...