Monica menangis dalam keheningan dan kegelapan.
Entah apa yang saat ini dirasakannya.
Ia hanya ingin menangis sejadi - jadinya, namun tanpa suara.
Monica tahu Arvian sedang memperjuangkan cintanya.
Dan gadis itu takut jika suatu saat nanti Arvian berhenti memperjuangkan dirinya.
Bodoh.
Bodoh.
Bodoh.
Bodoh.
Bodoh.
Bodoh.
Bodoh.
Monica mengutuk dirinya sendiri.
Karena hanya rasa takutnya ia menjadi ragu kepada lelaki itu.
Tangisannya semakin menjadi - jadi.
Ia memukul - mukul dirinya sendiri.
"Sshhh. Jangan nangis lagi."
Suara itu. Arvian.
Lelaki itu lalu memeluk dirinya. Monica kaget, bagaimana bisa lelaki itu menyelusup kedalam kamarnya. Bagaimana bisa?
Aroma tubuh lelaki itu menenangkannya. Suara lelaki itu menenangkannya.
Lelaki itu selalu punya cara untuk menenangkan dirinya.
"Udah jangan nangis lagi. Ayo sana tidur." Arvian mengusap kedua mata gadis itu dan menggiringnya ke tempat tidur.
Gadis itu menurutinya.
Arvian menyibakkan selimut menutupi kedua kaki mungil Monica. Lalu mencium kening gadis itu, "Selamat malam." Ia pun lalu duduk disamping gadis yang dicintainya.
Tidak lama gadis itu pun tertidur. Arvian mengulas senyum, tanpa bersuara sedikitpun ia beranjak pergi melewati jendela kamar Monica.
Sebenarnya Arvian sudah berada di sisi luar kamar Monica. Diantara hembusan angin malam yang , tujuannya hanya satu.
Ia hanya ingin menjaga gadis itu terlelap dalam tidurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOGETHER
Romance*** "penolakanmu bukan berarti aku harus berhenti memperjuangkan cintamu." *** Wajahmu sendu, sorot matamu menunjukkan bahwa takut padaku. Kau takut aku bersikap sama dengan si brengsek itu. Hatiku pedih, ingin sekali aku memelukmu dan memberitahum...