*Monica P.O.V*
Aku memijakkan kaki di tempat ini, lagi.
Semua kenanganku bersamamu berada disini. Diantara bintang - bintang yang berkilauan. Dan aku merindukannya.
Aku ingat ketika kamu mengutarakan rasamu itu disini. Saat itu kilat matamu yang harap - harap cemas terlihat tidak dibuat - buat namun tulus. Pertanda betapa dalam rasamu untukku.
Saat itu aku tahu kau sedang berharap aku akan menerima cintamu.
Arvian, aku mencintaimu. Sungguh. Bila saja tidak ada penghalang, tentu aku akan menerimamu.
Kamu lah satu-satunya yang membuatku bangkit dari masa lalu dengan si brengsek itu.
Kamu lah satu-satunya yang aku inginkan disini.
Kamu lah satu-satunya yang telah membuktikan bahwa aku dicintai dengan sepenuh hati dengan lelaki.
Tetes demi tetes jatuh dari pelupuk mataku.
Hatiku hancur.
"Hai" tiba-tiba seseorang menepuk pundakku.
Suara itu.
Arvian?
"Ehm. Hai" Jawabku canggung.
"Apa kabar?"
"Baik. Kau?"
"Tidak ada yang menyenangkan. Bagaimana kabar tunanganmu?"
"Baik."
"Kau sudah bahagia rupanya." Lelaki itu menatapku lekat-lekat.
Aku hanya bisa tersenyum hambar dan membuang muka, menjauh dari tatapan itu. Aku mengalihkan pandanganku dengan menatap bulan yang bersinar redup diantara kilauan para bintang. Tidak. Aku tidak bahagia. Aku hanya bahagia denganmu.
"Ini buat kamu mon."
"Ini apa?"
"Cokelat."
"Ma-makasih."
"Ya. Sama-sama."
Rasa canggung dalam percakapan ini begitu kental terasa. Dia sudah berubah. Mungkin dia sudah bahagia dengan hidupnya, seharusnya aku tahu itu. Dan seharusbya aku merasa bahagia juga, meskipun pahit.
"Kamu masih suka berada disini?" Aku memberanikan diri untuk memulai percakapan, setelah beberapa menit saling terdiam.
"Ya."
"Untuk apa?"
"Melihatmu."
"Melihatku?"
"Ya. Aku tahu kau sering berada disini."
"Kau menguntitku selama ini."
"Enak saja. Hatiku yang menunjukkan jalanku kepadamu."
"Gombal."
"Serius, Mon. Setiap kali aku kesini tujuanku hanya untuk melihatmu. Aku merindukanmu. Aku merindukan semuanya. Aku tahu, Mon. Aku tahu kamu sudah menjadi kekasih orang dan sebentar lagi akan menuju pernikahan. Tapi aku tidak kuasa menahan lagi. Selama berbulan - bulan bayanganmu selalu menghampiri. Aku tahu aku tidak pantas bersanding denganmu. Aku tahu diri, Monica. Maafkan aku."
Tanganku mengamit tangannya dan menatapnya lekat-lekat diantara bintang - bintang yang bersinar. "Aku sayang kamu, Arvian. Sayang sekali. Aku minta maaf. Aku yang seharusnya minta maaf. Maaf aku terlambat menyadari cintamu. Lupakan aku, Arvian. Lupakan aku. Tolong. Jangan buat dirimu susah hanya karena diriku. Buka hatimu untuk yang lain, banyak yang lebih pantas untukmu. Lupakan aku, oke? Lupakan aku."
Arvian tiba-tiba saja memelukku dan mencium keningku. "Saatnya aku pergi."
"See you soon, Monica." Ujarnya lagi.
Lalu sosoknya menjauh dan menghilang diantara gelapnya malam.
See you soon, Arvian... ujarku dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOGETHER
Romance*** "penolakanmu bukan berarti aku harus berhenti memperjuangkan cintamu." *** Wajahmu sendu, sorot matamu menunjukkan bahwa takut padaku. Kau takut aku bersikap sama dengan si brengsek itu. Hatiku pedih, ingin sekali aku memelukmu dan memberitahum...